Setelah menyaksikan pertunjukan Tari yang di persembahkan oleh Dwi setyani Satrio langsung pergi meninggalkan gedung sekolah itu, dengan hati dan perasaan yang hancur menuju lembah di dasar hutan Pinus, dia berdiri merentangkan tangan, rambutnya yang agak sedikit gondrong melembai tertiup angin, wajahnya menengadah ke langit sambil berteriak.
"Dwi setyani !!!"
Teriakannya yang menggelegar membuat seisi hutan kaget, burung-burung yang sedang bernyanyi di ranting-ranting pohon semua terbang ketakutan, begitu juga semua satwa liar seisi hutan mereka lari tunggang langgang, mendengar teriakan Satrio anak dari pemimpin hutan Pinus itu.
" Dwi Setyani !!."
Berkali kali Satrio memanggil nama Dwi setyani sampai merasa lelah lalu terpuruk ke tanah dan tergugu, kedua tangannya mencengkram tanah.
setelah puas meluapkan segala kegundahan hatinya Satrio kembali terbang menuju istana, sesampai di istana Satrio duduk di taman sambil memikirkan nasib percintaan nya.
Tiba-tiba ada tepukan halus di pundak mengagetkan Satrio.
"Satrio anakku ...? Kenapa kamu menemuinya lagi? Bukankah kemaren kamu telah berjanji kepada ayahmu bahwa kamu tidak akan pernah lagi menemui anak manusia itu?" Lembut suara sang ibunda menasehati anak tercintanya.
Satrio memejamkan mata terbayang semua kisah beberapa hari kemaren, ayahnya begitu murka saat tau dia membawa Dwi setyani kedalam lingkungan istananya bagai kaset filem yang sekarang sedang dia putar dan tonton.
"Satrio!! dari mana saja kamu!".
Suara sang ayah mengejutkan Satrio, saat itu dia sedang berjalan sambil bersiul siul kecil hatinya diliputi kebahagiaan sebab telah berhasil membawa Dwi jalan-jalan menikmati indahnya panorama istana.
"A-ayah ..? Bikin kaget saja, Satrio dari taman yah!" Satrio menunduk takut tak mampu memandang tatap tajam ayahnya.
"Kenapa kamu membawa anak manusia kesini Satrio!? Ayo ikut ayah !"
Satrio mengikuti ayah, Satrio tahu Ayah akan marah besar, sebab tanpa seizin ayah telah membawa Dwi setyani ke istana, Satrio berfikir kira-kira alasan apa yang akan dia beri ke ayah, namun dia sadar bahwa dia nggak bakalan berkata bohong sebab ayah pasti sudah tau semuanya.
"Duduk ..!" Perintah ayah dengan suara khasnya, setelah Satrio duduk sang ibunda datang mendekati kedua insan tersayangnya.
"Ada apa yah kok marah-marah begitu?" Ucap ibunda lembut.
"Anakmu berulah lagi! Dia membawa anak manusia kemari!"
Bunda menatap wajah anaknya dengan sendu,.
"Kenapa kau lakukan itu nak? Apakah kamu sudah lupa dengan kejadian yang menimpa kamu 300 tahun yang lalu, kamu membawa Sulastri kemari meski kalian saling mencintai tapi bangsa manusia nggak akan pernah merestui, dan apakah kamu lupa? Gara-gara itu Sulastrimenjadi gila? Dan kamu terusir dari negri ini? 200 tahun kamu terusir, 100 tahun ayahmu mengirim kamu ke luar negri ini untuk memulihkan kekuatanmu dan beberapa bulan kamu di sini kamu akan melakukan kesalahan yang sama lagi! Hentikan putraku jauhi wanita itu!" suara ibunda menghiba.
"Bunda ... Mungkin lebih baik Satrio kita nikahkan saja dengan Larasati, bukankah dia sudah lama kita menginginkan Larasati menjadi menantu kita?" Ucap ayah menimpali
"Tidak ayah ... Tidak ibunda ... Satrio tidak mau menikahi Larasati, Satrio mencintai Dwi setyani anak bapak Suprapto yang tinggal di dusun randu alas sebelah istana ini."
Plak ..!!! Dengan kasar tamparan ayah mendarat di pipi Satrio.
"Ayah ... Sudah ... Jangan sakiti lagi anakku! ratusan tahun bunda menunggu dia kembali, siang malam bunda menangisi kepergiannya, hukum saja bunda sebab tak bisa mendidik Satrio asal jangan lagi ayah menyakiti Satrio" bunda menangis sambil memeluk Satrio.
"Lihat Satrio! Sampai kapan engkau akan menyakiti ibumu? Hentikan kekonyolan ini dan jauhi anak manusia itu! Atau ... Ayah akan mengusirmu dari sini!" Setelah mengucapkan kata itu sang ayah pergi meninggalkan mereka.
"Satrio ... Dengarkan ibu nak ..? Berjanjilah pada ibu, jangan lagi bermasalah dengan manusia hubungan kita dengan manusia sudah sangat baik, kita semua sudah saling berjanji tidak saling menyakiti, ingatlah kejadian beberapa ratus tahun yang lalu itu?"
"Satrio mencintai Dwi setyani Bu? Sebab semua yang ada pada Dwi mengingatkan Satrio kepada Lastri, lihatlah disana ibu ... Lihat baik-baik"
Ibu dan anak itu memperhatikan Larasati dari kejauhan, memang benar Dwi setyani sama persisi dengan Lastri manusia kekasih Satrio.
"Memang benar putraku, bahwa Dwi setyani sama persis Lastri anak sesepuh dusun randu alas, tapi kita semua tahu bahwa bangsa jin dan manusia itu tidak akan bisa bersama, itu kenyataan yang tidak bisa kita pungkiri, coba kamu ingat kembali putraku, ingat kisahmu bersama Sulastri, coba kamu pikirkan lagi dan ibu pergi dulu."
Ibu membiarkan Satrio sendiri di ruang keluarga, akhirnya satrio masuk ke kamar, Satrio tidur di atas peraduan yang sangat mewah, terbuat dari emas dihiasi permata jambrut, Satrio tidur terlentang bertopang kaki, tangan kiri dijadikan bantal dan tangan kanan di atas kening, harum bunga melati menyeruak masuk melalui jendela kamar yang terbuka.
Dia teringat di sore itu Satrio sedang berjalan-jalan di pinggiran sungai, nampak dari jauh ada sesuatu yang mencurigakan karena penasaran dia mendekat dan ternyata seorang gadis muda tergeletak penuh luka memar, Satrio panik lalu memanggil temannya, mereka berdua membawa sang gadis kedalam gua, lalu berusaha membangunkan sang gadis, karena gadis itu tak kunjung bangun Satrio berinisiatif menyalurkan energi kekuatan kedalam tubuh gadis itu, Alhamdulillah atas izin Allah gadis itu bisa siuman.
"Di ... Dimana aku?" Sebab kekuatan Satrio masuk kedalam pembuluh darah sang gadis hal itu menyebabkan gadis ini bisa melihat dan berbicara dengan Satrio.
"Kamu didalam gua hutan Pinus" jawab Satrio.
"Kenapa aku bisa disini? Dan siapa kamu?" gadis itu berbicara lirih sambil menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya.
"Tadi kamu pingsan di sungai lalu aku menyelamatkanmu dan namaku Satrio anak dari pemimpin hutan Pinus ini" jawab Satrio tanpa basa-basi
"Kamu bukan manusia?" tanya gadis itu sambil beringsut ingin duduk.
"Bukan ... Aku bukan manusia." Satrio menjawab dengan jujur.
"Kenapa aku bisa melihat dan berbicara denganmu?"
"Maaf ... Itu karena aku memberimu kekuatan, tujuanku hanya untuk menolongmu, tadi hampir saja nyawamu melayang."
"Kenapa engkau tidak membiarkan aku mati saja? Aku tak mau hidup lagi aku ingin mati!!?" gadis itu berbicara dengan histeris.
"Kenapa kamu bicara seperti itu?" suara Satrio meninggi, dia benci dengan manusia yang mudah putus asa.
"Iya ... Aku ingin mati, sebab kalau aku hidup Romoku akan menikahkan aku dengan laki-laki pilihannya."
"Kenapa kamu nggak mau menuruti perintah Romomu?"
"Aku tidak mau menikah dengan laki-laki yang sudah bau tanah, aku di jodohkan sebab Romoku ingin meluaskan kekuasaannya, dan ingin menguasai daerah tetangga."
"Hemmm ... Itulah kenapa bangsa jin nggak suka dengan bangsa manusia, sebab manusia itu rakus! Tidurlah, aku akan menyalakan api unggun besok kamu aku antar kerumahmu."
"Aku tidak mau pulang ku mohon ... Ijinkan aku tinggal bersamamu?"
"Kamu bangsa manusia, mana bisa kamu hidup di alamku?."
"Tapi kamu bilang kamu sudah menyalurkan sebagian kekuatanmu kepadaku jadi aku pasti bisa mengikuti aturan hidup bangsa kalian?"
"Baiklah ... Besok aku akan bicarakan hal ini kepada Ayahanda sekarang kamu istirahat dan ini buah-buahan bisa kamu makan aku lihat perutmu sangat kosong."
Demikianlah akhirnya Lastri hidup di alam lain, Lastri bisa diterima dengan catatan dia nggak boleh lagi pulang ke alamnya, seandainya Lastri kembali maka seluruh ingatannya akan hilang, sebab sejak dia bersekutu dengan jin ingatan dia sudah di hapus,.
Hari berganti bulan dan bulan berganti tahun, hubungan persahabatan antara Sulastri dan Satrio semakin dekat dan mereka jatuh cinta, ayah dan ibunda Satrio tidak melarang hubungan mereka, sebab Sulastri memang gadis yang sangat baik, memiliki paras yang rupawan setiap orang yang memandang pasti akan jatuh hati.
Kurang tiga hari pernikahan mereka, Sulastri berjalan-jalan di taman, tanpa sengaja Sulastri bertemu pemburu, dan pemburu itu mengenali Sulastri yang sudah 4 tahun dikabarkan mati karena bunuh diri terjun dari ketinggian jembatan dan jasadnya tidak di temukan.
Pemburu itu langsung pulang dan memberi tahu perihal hantu Sulastri kepada kedua orang tuanya, akhirnya dilakukanlah pencarian melalui orang pintar, benar saja setelah diterawang Gadis itu benar Sulastri putri sesepuh dusun randu alas yang selama ini menghilang, orang pintar tadi mampu menembus alam ghoib dan bernegosiasi dengan keluarga Satrio.
Satrio sangat murka, dia bersikeras mempertahankan Sulastri, kedua orang tua Satrio juga mempertahankan Sulastri sebab beberapa hari lagi Sulastri alias Lastri akan menikah dengan putra kesayangannya.
Pertarunganpun terjadi, Satrio kalah melawan orang pintar dari bangsa manusia dan terusir dari istana hutan Pinus dengan tuduhan telah mencuri Sulastri, kedua orang tua Satrio ingin melawan namun tidak berani sebab seandainya mereka kalah mereka dan seluruh bangsa penghuni hutan pinus juga akan di usir dari hutan itu, demikianlah sesuai perjanjian 200 tahun kemudian Satrio baru bisa terlepas dari hukuman orang pintar tadi.
Lalu bagaimana dengan Sulastri? Akibat dipisahkan dengan Satrio Sulastri benar-benar kehilangan ingatan, dan akhirnya Sulastri mati mengenaskan.
Sulastri mati bunuh diri sebab dia sama sekali sudah nggak bisa mengenali dirinya, yang dia tahu dia berasal dari bangsa jin namun orang tuanya terus berusaha memaksa Sulastri untuk mengingat tentang dirinya seutuhnya, kedua orang tua Sulastri mencari tabib yang mampu mengobati putrinya namun tidak ada satupun yang bisa mengembalikan ingatan Sulastri, dan akhirnya Sulastri bunuh diri sebab dia tidak bisa menerima kenyataan yang terjadi.
"Aaargh ...." Satrio menggeram penuh emosi, dia teriak membabi buta, sambil membanting semua benda yang ada di kamar.
"Sulastri ... Dwi setyani ... Kenapa kalian menyiksaku!!! Katakan apa kesalahanku." Satrio berteriak murka
Aku merasa ini tak adil bagiku, 200 tahun aku terkurung di dalam perjanjian manusia, aku dipenjara didalam lembah kotor, 100 tahun aku memulihkan kekuatanku dan kenapa setelah aku mengalami segala kesulitan itu justru sekarang aku dipertemukan kembali dengan seorang gadis yang persis seperti Sulastri kekasihku yang dulu.Tidak ... Aku tidak mau Dwi setyani bernasib seperti Sulastri, aku harus membuang rasa ini, aku akan menyayanginya sebatas sahabat, dan aku berjanji apapun kesulitan Dwi aku akan membantunya."Seperti biasa dikala hati Satrio gundah dia memainkan irama musik klasik yang tidak ada di alam manusia, namun bisa di dengar oleh manusia yang memiliki Indra keenam.Keesokan harinya di rumah Dwi setyani."Bu ... Boleh nggak Dwi bantu ibu kerja bungkus tempe?""Nggak usah nduk? Katanya kamu mau kerumah Ani mau meminta brosur tentang sekolah pramugari.""Eemmm ... Bu? Sebenarnya Dwi sudah mempunyai brosurnya? Tapi Dwi ngg
Setelah menyerahkan uang itu mas Satrio langsung pergi, ada sedikit penyesalan di hati sebab dengan gampang aku mengiyakan tawaran mas Satrio, bagaimana nanti aku membayarnya? Aku masih mematung di teras rumah dan tiba-tiba ibu mengejutkan aku."Kamu bicara sama siapa tadi Wi?""Em itu ... anu bu, tadi Dwi bicara sama Ani?" Aku menjawab dengan gugup."Apa itu?" Selidik ibu sambil menunjuk amplop coklat yang aku pegang."I-ini berkas lamaran untuk melamar kerja Bu? Maaf Dwi kedalam dulu mau mempersiapkan lamaran kerja buat besok" kenapa aku berbohong aku merutuki diri sambil memukul-mukul mulut sendiri.Buru-buru aku masuk ke kamar, menutup pintu setelah memastikan semuanya aman ku buka amplop itu, mataku membulat dengan sempurna saat menatap satu gepok uang seratus ribuan, masih baru dan terdapat segel resmi Bank Indonesia sebesar lima puluh juta!.Apa? ... Lima puluh juta? Aku bertanya pada diri sendiri, ya ampun kenapa sebany
Dwi memejamkan mata sebab yang dirasa dia bagaikan terbang melayang di udara, ternyata disamping mas Satrio pemuda yang tampan, penyayang juga romantis mas Satrio juga seperti Falentino Rosi, bagaikan sedang berlaga di gelanggang circuit motor Satrio meliuk-liuk kesana kemari, Dwi benar-benar nggak berani membuka matanya, justru semakin mempererat pelukannya takut terjatuh."Wi ... Sampai kapan kamu mau memeluk mas? Emang nggak takut ya dilihatin banyak orang"Dwi membuka mata sambil melihat ke sekeling, ternyata motor sudah berhenti di bawah pohon pelataran gedung lembaga pendidikan penerbangan."Loh ... Sudah sampai ya mas?""Udah ...."Lalu Dwi turun dari motor, mas Satrio melepaskan helem yang dipakai Dwi."Kamu kok pucat banget wi?" Ucap Satrio sambil memegang kening Dwi, kamu nggak pernah naik motor ya?."Bukan mas ... Tadi mas Satrio ngebut kaya terbang, sekarang perut Dwi jadi mual nich""Ya am
Saking asiknya mereka bermain, tanpa sadar hari sudah malam, Satrio mengajak Dwi pulang."Wi? Kita mau nginap disini atau pulang saja?""Kalau bisa pulang kita pulang saja mas?""Meskipun naik motornya ngebut nggak papa?""Iya mas nggak papa? Kalau nginap disini kita mau tidur dimana? Masa tidur diatas motor""Kalau mas Satrio sih bisa tidur dimana saja tapi kasian kamu nanti kedinginan, atau kita cari penginapan aja ya?"Dwi menatap wajah Satrio, mau pulang takut kemalaman, kalau nggak pulang mau tidur dimana, dia menilik jam tangan ternyata jam menunjukan angka sembilan."Kira-kira berapa jam kita sampai mas?""Kalau mau cepat setengah jam sampai, tapi kamu takut nggak naik motor lebih cepat dari berangkat tadi, dan kamu harus pegangan erat-erat ya?""Kalau gitu pulang saja mas, nanti Dwi pegangan erat-erat."Akhirnya mereka pulang, Satrio mengeluarkan tenaga ekstra agar mereka cepat sampai, kurang dari 30
Biasanya kamu ngoceh terus tumben selama makan kok diam saja, nggak seru kalau kamu nggak bawel atau jangan-jangan lagi kesambet setan pendiam ya?". Satrio memecah kekakuan sikap Dwi, dia berfikir apakah tadi salah bicara sehingga Dwi tiba-tiba berubah."Em ... Anu ... Enggak mas, Dwi sedang menikmati buah-buahan ini, rasanya enak banget beda sama buah yang selama ini Dwi makan.""Ini kan hutan wi? Jadi buah-buahan semua masih alami belum kena obat seperti yang kalian para manusia biasa pakai?""Maksud mas ...?""Oh ... Itu maksudnya para petani biasanya ngasih obat buat tanamannya kan?.""Oh iya ... Mereka memakai itu biar buah dan sayuran tidak dimakan hama,.""Padahal menurut saya hama itu bagus buat tanaman lho? Kalau hama makan daun yang kena obat mati bisa-bisa manusia juga mati""Ya beda lah mas ... Hama makan daun secara langsung kan? Sedang kita memakai proses cuci dan masak?.""Iya juga ya? Kamu pinter.""Ah ..
Satrio bernafas lega saat melihat Dwi sudah masuk kerumah, melihat bapak ibu Dwi menyambut dengan ramah, setelah semua dirasa aman Satrio berbalik arah menuju ke istananya. Hati Satrio saat ini sangat bahagia, kebahagiaannya melebihi yang dirasakan saat bersama Sulastri, dulu, kisah cinta Sulastri dan Satrio mengalir bagaikan air, berawal dari sebuah persahabatan dan akhirnya timbul perasaan cinta, beda dengan bersama Dwi pertama kali Satrio memandang langsung Satrio jatuh cinta. Keceriaannya, manjanya, bawelnya, emosionalnya semua itu yang membuat Satrio tidak betah berlama-lama jauh dari Dwi. Seperti saat ini, baru saja mereka berpisah Satrio langsung merindukan Dwi, membayangkan polah tingkah Dwi membuat Satrio senyum-senyum sendiri. "Kamu baru pulang Satrio!?" Suara ayah mengagetkannya, tumben ayah langsung menyambutku, biasanya mau berapa tahun aku nggak pulang ayah nggak bakal mencari, dan saat aku kembali ayah juga nggak langsung
Setelah kejalam tadi Satrio mengajak Dwi pulang."Ayo mas anter pulang ke kos-kosan kamu" Satrio menggandeng tangan Dwi untuk mengajak pulang ke kosan."Dwi ingin ngobrol disini dulu mas, Dwi butuh penjelasan mas kemana saja mas selama ini, pergi tanpa pamit dan sekarang datang tak di undang bagaikan jailangkung" Dwi menghempaskan tangan Satrio lalu berdiri di hadapannya dan ngomel-ngomel."Ha ... ha ... ha, masa cowok seganteng ini disamain jailangkung sih, kamu ini dalam keadaan kaya gini masih aja sempat bercanda" sebenarnya Satrio kaget juga melihat sikap Dwi yang tidak seperti biasanya."Dwi nggak bercanda! ngapain mas datang kesini!" Jawab Dwi sewot."Apa kedatangan mas mengganggu mu? apa Dwi sudah nggak mengharapkan mas? kalau itu benar mas akan pergi mungkin lebih baik mas nggak menampakan diri dihadapanmu lagi."Satrio bicara dengan putus asa."Dasar laki-laki nggak peka! Pergi saja sana sesuka hatimu, pergi semaumu nggak usah pamit
Sepulangnya mereka dari rumah Larasati, Satrio ijin ke kamarnya dengan alasan lelah, padahal Satrio berniat akan menemui Dwi Satrio khawatir Dwi akan mencari dan menunggunya, setelah bertemu Dwi Satrio langsung mengajak Dwi pulang ke kosannya."Dwi ... Kayaknya besok mas tidak bisa menjemput kamu ya? besok mas ada tambahan materi praktek mekanik mas langsung pulang. Kamu hati-hati nanti malam jangan begadang lihat itu mata Dwi sudah kaya mata panda, okey mas pulang ya" sambil menepuk-nepuk pipi Dwi Satrio langsung pamit pulang.Dwi bingung dengan sikap Satrio yang tiba-tiba dingin, baru sekali ini Satrio bersikap seperti ini, hati Dwi berkata bahwa ada sesuatu yang Satrio sembunyikan.Namun Dwi nggak berani bertanya, takut dikira terlalu kepo dan membuat Satrio tersinggung, akhirnya Dwi hanya bisa mengangguk sambil menatap punggung Satrio yang semakin jauh meninggalkannya.Satrio meninggalkan Dwi sendiri, sebenarnya Satrio tahu Dwi masih ingin ngobrol, na