“Bunda, kapan Rembulan punya adik?” Pertanyaan itu dilontarkan oleh bocah berusia lima tahun yang sudah memasuki sekolah Paud. Dia baru saja pulang dari sekolah, lalu berlari untuk bertemu dengan ibunya di kantor Crystal Fashion. Di belakangnya, ada Mbak Susi – si pengasuh. Crystal yang tengah menunduk dan tengah menggambar itu segera mendongak. Memberikan senyuman kecil untuk putrinya, lalu meninggalkan pekerjaannya untuk sementara. “Putri Bunda sudah pulang.” Pelukan Crystal mengerat pada putrinya. “Lho itu bawa apa?” “Telur gulung.” Crystal hampir menjatuhkan rahangnya ketika melihat bungkusan plastic berisi telur gulung yang dibawa oleh Rembulan. Crystal menatap Mbak Susi untuk meminta penjelasan kenapa putrinya harus makan-makanan seperti itu. Bukan masalah makanannya, yang dikhawatirkan oleh Crystal adalah makanan itu dibeli di sembarang tempat dan tidak higienis. “Itu bersih kok, Bu.” Tahu kalau dia harus memberikan penjelasan, maka Mbak Susi segera bersuara. “Di samping
Angkasa berdiri dengan membawa dua adiknya di dalam gendongannya. Membawanya masuk ke dalam rumah sehingga membuat dua adiknya itu tertawa-tawa. “Abang, ayo kita putra-putar.” Rembulan berteriak tepat di telinga Angkasa membuat Angkasa sedikit menjauhkan kepalanya. Tapi tidak bisa karena Moza ada di punggungnya. “Astaga, anak-anak ini.” Almeda menggeleng pelan. “Turun anak-anak. Kasihan abangnya dong.” “Nggak mau!” Suara itu keluar dari mulut Moza dan Rembulan secara bersamaan. “Abang, ayo kita mutar.” Rembulan mengimbuhi tak peduli dengan Almeda yang sudah menatap mereka memeringatkan. Melihat Almeda yang sudah mengerutkan kening, Angkasa segera bersuara. “Biarin aja Onty Al. Lagi menghibur yang mau adik.” Almeda mengerti, maka dia hanya diam pada akhirnya. Akhirnya Almeda kembali ke dapur. Bapak-bapak yang ada di belakang rumah tentu saja tidak tahu kelakuan anak-anak mereka. Membiarkan anak-anaknya berbuat seenaknya. Sedangkan Permata dan Crystal yang melihat dari dapur
Angkasa tidak tahu sejak kapan matanya selalu ingin melihat gadis itu. Gadis yang tampak tidak begitu bersahabat dengan orang lain dan lebih suka ke mana-mana sendiri. Beberapa temannya bahkan segan dengan gadis itu. Angkasa juga tidak tahu, kenapa dia suka berdiri di tempat di mana dia bisa memerhatikan gadis itu dalam diam. Ada getaran aneh yang dirasakan ketika suatu hari dia bersisipan jalan dengan gadis itu. Namanya Semesta, dia satu angkatan dengannya. Gadis itu benar-benar cuek dan memiliki dua saudara yang super posesif. Dia mendengar, mereka memang kembar tiga. “Lo suka sama dia, Ka?” Kesenangan Angkasa harus terputus karena temannya mendekat dan membuyarkan lamunannya. “Gue tahu kok, lo selalu berdiri di sini hanya untuk menatap Semesta.” Angkasa menarik napasnya panjang. Sepanjang hidupnya, dia hidup belum sekalipun dia merasakan jatuh cinta. Kalau sekarang getaran itu dirasakan, apa benar getaran itu adalah tanda jika dia sedang jatuh cinta? Ya, pertanyaan temannya itu
“Maksudmu apa, Axel?” Seharusnya hari ini menjadi hari yang membahagiakan bagi Permata, bukan sebuah duka yang menyesakkan. Tepat 24 jam yang lalu, dia dinikahi dengan seorang lelaki yang dicintai bernama Axel. Lelaki itu Menjanjikan sebuah kebahagiaan semu yang kini lenyap begitu saja. Permata tidak tahu apa yang terjadi ketika tiba-tiba Axel mengakhiri hubungan mereka. “Apa ucapanku kurang jelas? Aku tidak ingin bersama denganmu lagi. Kita cukup sampai di sini.” Awalnya, lelaki itu menjanjikan kebahagiaan. Namun, kebahagiaan itu rupanya hanya sebuah kebahagiaan semu yang lenyap tanpa sisa setelah ungkapan Axel tersebut. Gelombang pasang seakan menghantam tubuh Permata sampai hancur. Permata seakan kehilangan nyawanya detik itu juga. Untuk beberapa saat, dia tidak bisa memahami apa yang terjadi. Meskipun tubuhnya terasa bergetar, tapi bibir Permata masih sanggup mengulas senyum manis. “Jangan bercanda, Axel. Kita baru saja menikah dan semalam kita bahkan sudah melakukan malam per
“Selamat malam, Pak Gema.” Suara sapaan itu terdengar manis dan lembut seolah tengah menyihir siapa pun yang mendengarnya. Seorang Perempuan berparas cantik berdiri di belakang Gema dengan penampilannya yang anggun nan menawan. Gaun berwarna biru dengan potongan rendah menutup bagian tubuhnya dengan sempurna. Namun tak mampu menutup belahan dadanya yang indah. Tubuhnya langsing dan berisi di tempat yang semestinya. Kulitnya putih nan lembut. Mata almond-nya begitu jernih. Ada senyum kecil tercetak di bibirnya menambah kecantikannya berkali-kali lipat. “Berlian?” Bibir Gema yang tadinya tertutup rapat, kini mengeluarkan senyum lebar seolah dia baru saja mendapatkan harta karun berharga. Berlian mengangguk sedikit membuat pergerakannya yang kecil tersebut mengeluarkan aroma wangi yang lembut dan menyenangkan. Gema seolah tersihir oleh kecantikan Berlian, namun dia buru-buru mengubah pikirannya dengan bersuara. “Selamat datang, Berlian. Dan terima kasih sudah memenuhi undangan saya.
Semua orang yang berada di bawah naungan Infinity Entertainment sedang menikmati pesta. Semua orang bersenang-senang dan bahagia. Bahkan Permata pun tampak tidak terpengaruh dengan ucapan Axel yang merendahkannya beberapa saat lalu. Toh dia sudah membayarnya beserta bunganya. “Terima kasih kepada semua rekan-rekan yang sudah menerima saya dan menjadikan saya bagian dari keluarga besar Infinity. Saya berharap kita bisa menjalin hubungan baik satu sama lain mulai malam ini.” Permata Berlian, atau dulu selalu dipanggil dengan Permata, sekarang kembali dengan identitas yang berbeda dan lebih dikenal dengan nama Berlian. Berlian yang tentu saja memiliki kedudukan lebih tinggi dibanding Permata. Dulu dia dibuang, tapi sekarang semua orang memujinya habis-habisan. Bahkan dia sekarang bisa menjawab kata-kata Axel yang menyakitkan itu percaya diri yang tinggi. Semua itu tentu karena Berlian, bukan Permata. “Sebuah kehormatan bagi saya berada di tempat ini, dan terima kasih kepada Pak Gema
“Tidak ada salahnya, kan kalau kita mencoba bermain-main lagi setelah sekian lama?” Permata ingat betul dengan kejadian lima tahun yang lalu di kamar hotel setelah pernikahannya. Bagaimana Axel yang dengan tidak punya belas kasihan menusuk hati Permata dengan kata-kata tajam yang menyakitkan. Dia dibuang begitu saja setelah Axel berhasil merenggut kesuciannya. Bahkan dengan bangganya Axel mengatakan jika pernikahan yang mereka lakukan semata adalah sebuah permainan. Mengingat itu, amarah Permata seolah menguar begitu saja. Tapi dia tahu jika akal sehatnya harus terus berjalan. Jika dulu Permata begitu mudah untuk ditumbangkan, maka tentu tidak berlaku untuk sekarang. Lima tahun dia berada di negeri orang dengan banyak hal buruk yang pernah terjadi kepadanya, dan itu mampu membuat dirinya berdiri tegak untuk menghadapi dunia. “Jangan berpikir karena kamu sudah berubah, lantas bisa mengubah semuanya. Saya, bahkan masih memandang dirimu seseorang yang pernah dicampakkan. Kamu tetap w
Setelah satu minggu berlalu, akhirnya Permata memulai jadwalnya dengan sebuah pemotretan untuk sebuah majalah fashion. Keberadaannya yang selalu diagung-agungkan menjadikan Permata seperti Tuan Putri yang datang dari sebuah kerajaan. Dia sangat diterima keberadaannya di negeri ini. Semua staf yang bekerja sama dengannya terlihat menikmati pekerjaan mereka. Terlebih lagi, Permata mudah diarahkan oleh sang fotografer sehingga pekerjaan mereka menjadi lebih cepat. Sebelum Permata keluar dari ruangan tersebut, dia menghadap ke semua orang yang ada di sana. “Terima kasih untuk hari ini, Teman-teman. Silakan menikmati makan siang kalian. Senang bekerja sama dengan kalian.” Ucapannya yang tidak seberapa itu mendapatkan tepuk tangan dan ucapan terima kasih berkali-kali dari setiap staf. Untuk merayakan kembalinya dia bekerja, Permata mentraktir semua staf yang ada di sana. Setelahnya, Perempuan itu keluar dari ruangan pemotretan untuk pergi dari tempat itu diikuti oleh manajernya bernama A