Share

Bab 9 Mengemas Barang Pemberian Mantan

Hana mengangguk kecil.

"Memangnya siapa lelaki yang udah berhasil merebut hati kamu, Han?" tanya Dina penasaran dan menginginkan Hana segera menjawab rasa penasarannya itu.

"Nanti juga kamu bakalan tahu Din. Sabar aja!" jawab Hana. Sebenarnya ia juga tidak tahu akan dinikahkan dengan siapa, Hana nyaris belum pernah bertemu dengan calon suaminya, seperti calon pengantin pada umumnya. Penjajakan satu sama lain, saling cinta dan kasih untuk memulai sebuah hubungan baru yang disebut pernikahan.

Namun, Hana tak ingin membuat orang lain bingung dengan pernikahannya ini, cukuplah dirinya saja yang tidak mengerti dengan pernikahannya ini.

"Tega kamu, Han. Aku penasaran loh ini." Dina mengerucutkan bibir karena Hana tak memuaskan rasa penasarannya.

Hana tersenyum geli melihat ekspresi Dina yang seperti itu.

"Sabar! Nggak lama lagi kok," jelas Hana sambil mencubit pipi Dina.

"Eh, betewe kamu memang udah berhasil move on ya dari Bang Ridwan? Kok cepet banget? Mana udah mau langsung nikah pula."

"Iya lah aku udah move on. Memangnya dia aja yang bisa move on secepat ini? Gue juga bisa dong." Hana menutup mulutnya dengan kedua tangan, merasa geli dengan gaya bicaranya yang tak biasa centil ini.

"Bagus deh kalau gitu, lelaki macam dia tuh nggak perlu diingat-ingat! Ya walau pun aku tuh masih nggak nyangka aja kalau mereka bisa menikah. Berarti selama ini ada apa-apanya dong, kan Di belakang kamu? Hayoo ...," ucap Dina yang tak habis pikir dengan kejadian yang dialami dua sepupunya sekaligus, Hana dan Rina. Sejenak Hana tapi berfikir. Ia merasa kata-kata Dina ada benarnya.

'Betul juga yang dibilang Dina. Kok aku baru nyadar ya?' batin Hana sambil mengulum bibir bawahnya.

"Benar, kan?"

Hana menghembus nafas panjang, "Udah nggak usah bahas mereka! Bantuin aku yuk!" Hana berdiri dan menarik tangan Dina menuju kamarnya.

Hana ingin mengemasi barang-barang yang pernah Ridwan kasih kepadanya. Ia sudah berdiri di depan lemari dan memilah mana saja barang yang pernah menjadi saksi bisu perhatian dan cinta Ridwan terhadapnya.

"Kok dikeluarin semua, Na?" Dina tak mengerti dengan apa yang sahabatnya itu lakukan.

"Ini barang pemberian Bang Ridwan. Istrinya yang minta ini semua dikembalikan," jelas Hana dengan terus menarik satu persatu barang-barang pemberian Ridwan dengan kasar dan sedikit kesal. Teringat bagaimana bahasa yang disampaikan Rina melalui pesan singkat saat meminta semua pemberian Ridwan.

"Rina?"

" Iya lah, siapa lagi?" ketus Hana.

"Kalian ketemu?"

"Nggak, dia ngechat aku. Banyak banget sih pertanyaannya, kayak wartawan aja," ucap Hana.

"Biarin lah, siapa suruh bikin penasaran terus?" balas Dina yang tak kalah sengit. Keduanya pun mulai mengemas semua barang-barang yang ingin dikembalikan kepada si pemberi.

"Banyak juga ya barang yang udah Bang Ridwan kasih ke aku. Sampe hampir kosong melompong tuh lemari."

"Barang sebanyak ini dia kasih ke kamu, pasti dulunya dia serius banget deh sama kamu, Na. Sampe ngasih kalung juga. Tapi yang herannya untuk apa barang-barang ini nantinya? Bukannya si Rina itu paling alergi kalau pakai barang bekas?"

Pandangan Dina kembali pada kalung emas itu, "Kalungnya serius mau dibalikin? Buat aku aja, Na!"

"Huuus, kamu mau digiling sama Rina? Dia tahu loh kalau Bang Ridwan ngasih kalung ke aku. Bukan cuma itu, bentuk dan harganya dia juga tahu. Terus kalau dia lihat kamu yang pakai kalung pemberian suaminya, gimana? Tahu sendirilah gimana Rina. Anggun tapi judes kayak lampir, hihihihi," goda Hana.

"Hah, jadi inget dulu waktu masih kecil yang aku sama dia bergelut di selokan gara-gara dia kalah main, abis itu dia ngadu ke maminya. Hihihi lucu banget waktu itu, Rina dari dulu memang nggak pernah mau kalah dan mengalah." Dina teringat kenangan masa lalunya saat bermain dengan Rina. Rina selalu ingin mendominasi apapun itu, tak pernah mau dinyatakan kalah dan selalu ingin menang sendiri.

"Segitunya, Din? Kasian banget kamu." Hana memanas-manasi.

"Iya, andai aja waktu itu aku masih punya mama, udah aku laporin tuh si Rina yang maunya menang sendiri. Tapi ya udah lah ya, itu kan dulu sewaktu masih jadi bocil. Sekarang udah beda, aku nggak akan mau berteman sama dia, yah walaupun sampe sekarang Bude Obed masih sering semena-mena sama aku, hmmm." Dina menghembus nafas secara kasar, merasa lelah menerima perlakuan kakak kandung dari ayahnya itu, Obed.

"Kamu tau nggak, Na? Si Rina dan Bude Obed pernah minta aku buat minta nomor Bang Ridwan sama kamu loh. Aku nggak tahu maksud dia tuh apa. Sampe sekarang aku nggak berani minta nomor Bang Ridwan sama kamu, Na."

Hana tersentak kaget mendengar penjelasan Dina, "Oh ya, kok aku baru tahu? Kenapa nggak cerita dari lama?"

"Buat apa? Menurut aku sih si Rina memang udah naksir Bang Ridwan dari lama, Na. Oh iya ini barang-barang kapan mau kamu kasiin? Kayaknya lebih cepat lebih bagus deh. Sekarang aja yuk!"

"Serius kamu?" tanya Hana tak yakin.

"Iya lah, serius banget malah. Biar si Rina tahu kalau kamu itu udah nggak butuh barang-barang ini, dan semoga aja dia cepat sadar dari ambisinya itu," sungut Dina.

"Ambisi?"

"Iya lah, dia itu berambisi banget buat ngerebut apapun yang dia mau. Makanya lain kali kamu harus waspada sama kelicikannya, Na!" cibir Dina lagi. Ia memang menganggap Rina sebagai wanita ular sejak dulu.

Setelah selesai mengemas barang pemberian Ridwan, Hana dibantu Dina membawa dua paper bag jumbo untuk diserahkan hari ini juga pada mantan kekasihnya.

Berjalan sebentar dan sampai di keramaian pesta itu. Dina membawa dua paper bag itu langsung ke dalam kamar pengantin Rina dan Ridwan. Meletakkannya tepat di samping lemari hantaran milik Rina. Setelah itu keluar dan menemui Hana.

Pesta besar yang di gelar itu akan menjadi sejarah di kampung ini karena untuk kali pertama pesta pernikahan mahal nan megah itu dibuat. Rina melihat kehadiran Hana dan Dina di sana. Tentu ia tak menyia-nyiakan kesempatan untuk memanas-manasi Hana. Ia gandeng tangan suaminya sekaligus bergelayut manja di sana.

Tidak seperti waktu pertama kali Hana datang ke pesta ini, ia sudah terlihat biasa menyaksikan pemandangan itu. Perasaannya terhadap Ridwan perlahan mulai terkikis meski belum sempurna.

Sekarang tiba saatnya acara lempar bunga oleh sepasang pengantin. Banyak muda-mudi yang sudah berkumpul untuk menangkap buket bunga yang akan dilemparkan itu. Namun, Hana tak berniat untuk ikut memeriahkannya. Ia malah mengambil minum dan memperhatikan saja siapa yang beruntung mendapatkannya.

"Na, ayo kita ikutan!" ajak Dina.

"Nggak ah. Aku tunggu di sini." Hana meletakkan kembali gelas yang ada di tangannya.

Suara MC mulai menginterupsi, " satu dua tiga, lempar!" Semua orang berteriak saat sepasang pengantin yang membelakangi penonton melemparkan buket bunga itu. Entah mengapa buket itu tanpa sengaja terbang ke arah Hana dan saat Hana ingin meraihnya, Hana dan seorang lelaki saling tubruk untuk meraih buket itu.

"Haaaaa ...," teriak semua orang ketika buket itu digenggam oleh dua orang yang berbeda.

Hana hampir limbung dan dengan sigap lelaki itu meraih pinggang Hana agar tidak jatuh.

Bersambung ...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status