Halo halo GoodReaders!! Thanks banget sudah ngikutin kisah panjang Aruna dan Brahmana plus Shanti dan Fathan-nya sampai dengan tamat di Season 2 ini! Terima kasih untuk Pembaca Setia Author; Kak Joy, Kak Nor Ariyah, Kak Susi, Kak Mike, Kak Jie Roe, Kak Puri, Kak Salsa, Kak Airan, Kak Narti Ningsih, Kak Nunuy, Kak Yemi, Kak Miia, Kak Othman, Kak Nday777, Kak Noor Ashikin, Kak Ayu Najwa, Kak ‘Bismillah’, Kak Jeanne Liwoso, Kak Miranti dan semuanyaaa (masih banyak) yang tidak bisa Author sebut satu persatu di sini, yang telah membanjiri buku Aruna ini dengan GEMS yang melimpah!! Author seneng banget atas perhatian kalian #love se-kebon Terima kasih juga pada Pembaca Setia Author; Kak Mustika Dyah, Kak Susi Yulianti, Kak Joy, Kak Jie Roe, Kak NormaJeans, Kak Widia, Kak Candu_Novel, Kak MommyVanya, Kak royalmachine, Kak Jasmine, Kak Fifi123, Kak Ellin Suherlin, Kak CeuceuMiaw, Kak Cicca, Kak Zakiyyatun, Kak Evi Amelia, Kak Erwi Yantii, Kak Lovely, Kak Uun dan masih banyak lainnya, yan
Seperti janji Author, ini sedikit bocoran untuk buku selanjutnya. Author akan menayangkan judul dan beberapa hal sesuatu tentang buku ini, di akhir Extra Part besok yaa... === * * * === BAB 1 : Pertukaran Gila =========================== "Keperawananmu untukku, atau.. kau menyerah atas nyawa nenekmu." Pria bermata kelabu itu menatap tanpa sorot emosi dan segera setelahnya udara dingin menyeruak dalam ruangan di mana ia dan seorang gadis berkacamata bulat berada. "A-apa?" "Kau tidur denganku, atau kau biarkan wanita tua itu mati. Pilihanmu." "Kau! Kau memang pria brengsek! Manusia kejam!!" Gadis itu memekik marah. Tangannya yang memegang berkas dari Rumah Sakit tempat neneknya dirawat, gemetar hebat. Saat ini neneknya membutuhkan transfusi darah Rh-Null dengan segera, atau ia akan tidak tertolong. Dan pria di hadapannya ini, satu-satunya orang yang ia ketahui saat ini --detik ini, memiliki darah dengan golongan yang sama. Sekitar satu jam setengah yang lalu, Elara menerima
BAB 2 : Keluarga White =========================== Elara berdiri di depan rumah besar berlantai dua di hadapannya. Tidak ada pilihan lain bagi Elara saat ini, selain meminta bantuan dari ayah tirinya, Tony White. Ia masuk dan tepat di depan sana, di ruang keluarga, ia bisa melihat Tony dan Tina --adiknya, duduk bersantai. “Kamu baru pulang heh?!” Suara lengkingan memekakkan telinga, langsung menggema seantero ruangan. Elara menghentikan langkah dan menoleh pada wanita yang mengeluarkan suara melengking, Tina Palmer --bibi tiri Elara. Wanita paruh baya itu memang tidak pernah menyukai kehadiran Elara dalam keluarga White. Elara hanya menatap datar sang bibi, ia tidak bisa menghabiskan waktu berdebat dengan Tina, sementara neneknya memerlukan penanganan segera. Ia pun memutar langkah, mendekati ayah tirinya. “Ayah…” Elara berhenti di samping Tony duduk. “Aku butuh bantuan ayah.” “Hah! Benar-benar anak tak tahu diri!” umpat Tina. “Dari kecil sudah merepotkan, sekarang pun mas
BAB 3 : Pencatatan Pernikahan =========================== 04:55 sore. Rasa sesak itu benar-benar terasa menghimpit di dada Elara. Ia baru saja menemukan dirinya memang berada di jalan buntu. Setelah penandatanganan satu berkas, Elara mendapatkan sejumlah uang --cukup banyak, dari ayah tirinya. Namun saat ia mengutarakan maksudnya pada pihak Rumah Sakit, ia tidak mendapatkan jawaban sesuai harapannya. Meskipun tadi Elara mengatakan bersedia membayar mahal pada pihak Rumah Sakit untuk darah neneknya, pihak Rumah Sakit menolak mentah-mentah. Mereka mengatakan tidak mampu mencari atau mendapatkan darah Rh-Null dalam waktu sesingkat itu. Itu darah yang langka. Bahkan jika pun ditemukan, pihak lain telah lebih dulu membelinya dengan harga sangat tinggi. Elara membuang napas beratnya. Ia kini berdiri di depan pintu ruangan yang sama. Kamar dengan angka 707 di atasnya. Itu bangsal di Rumah Sakit tempat nenek-nya dirawat. Tapi bukan bangsal milik sang nenek. Melainkan milik pria yang
PLAK!! “Jaga kata-katamu itu, Aruna! Kau pikir kau bicara pada siapa?!” Aruna, gadis yang baru saja ditampar itu menatap nanar pada sang ibu tiri. “Bu, aku tidak mungkin melakukan itu. Aku memiliki Julian, Bu…” Lisa menatap Aruna dengan mata melebar karena marah. “Apa gunanya itu sekarang? Putra dari keluarga Ishak menyukaimu dan keluarga itu bisa menolong kesulitan keuangan kita! Aku tidak mau tau. Minggu depan kau akan mulai berkencan dengan Anton agar pernikahan kalian bisa dilaksanakan secepatnya!” “Bu…” “Sekali-kali jadilah berguna untuk keluarga!” Selesai berkata, Lisa membalikkan tubuh, mengambil tas tangannya dan keluar begitu saja dari rumah. Aruna terhuyung dan berpegangan pada sandaran sofa dan berusaha duduk dengan menahan sesak di dadanya. Apa yang tadi dikatakan oleh ibu tirinya itu? Dirinya harus menikah dengan Anton? Playboy yang terkenal sejak Aruna SMA itu, memang mengejarnya. Aruna selalu menolaknya, karena ia telah memiliki Julian. Ia dan Julian telah menja
“A-apa…?” Suara Aruna tercekat. Tenggorokannya terasa kering dan perih. Napasnya perlahan mulai memburu. “Maksudmu bagaimana?” “Aku tidak bisa melanjutkan hubungan kita, Aruna.” “Kenapa Jul? Aku berbuat salah apa? Kita bisa bicarakan baik-baik…” Aruna mencoba menahan dentum jantungnya yang menghentak sakit. Kedua matanya menyorot penuh kaget dan juga ketidakpahaman. Julian menghela napas berat. “Aku telah memikirkan ini matang-matang dan aku memutuskan ini bukan dalam waktu singkat, Aruna.” Melihat pandangan yang tanpa keraguan itu, Aruna tahu ia akan membuang tenaga percuma pada Julian. Ia lalu menoleh ke arah Ferliana dengan pandangan marah dan putus asa. “Kau…” Kalimat Aruna terhenti sesaat. Tenggorokannya terasa perih. “Kau sengaja melakukan ini, Fer? Kau tahu Julian adalah kekasihku dan kami akan bertunangan. Tiba-tiba Julian memutuskan aku lalu ingin bersamamu. Apa yang kau lakukan? Apa yang telah kau lakukan di belakangku??” Ferliana mengerjap. “Maaf, kak.. Aku… aku tidak
Kali ini pria di balik kemudi menolehkan kepalanya dengan cepat ke arah Aruna hingga membuat Aruna memundurkan kembali kepalanya. Entah bagaimana sorot mata pria itu di balik kacamata hitamnya, namun Aruna bisa merasakan rasa dingin yang tiba-tiba menjalar di tengkuknya. “Jaga omongan Anda!” bentaknya kesal. Ia lalu berbalik lagi menengok ke arah kursi belakang. “Mai, tenang dulu. Iya nanti Ayah lihat dulu jadwal Ayah ya?” “Ngga mauuu!!! Ayah jahaaattt!! Aaaaahhhhnngg!!” Jeritan dan tangisan lalu terdengar cukup memekakkan telinga. ‘Oh, anaknya rupanya…’ Aruna melipat bibirnya ke dalam, sedikit merasa bersalah karena sempat menuduh pria di belakang kemudi itu sebagai penculik anak. “Mai… Ayah ini ada meeting. Ayah harus segera kembali ke kantor…” “Ngggaaaa!!! Jahaaattt!!!” Alih-alih mereda, tangisan itu kini terdengar lebih kencang. Bahkan terdengar kaki anak itu menghentak-hentak bagian belakang jok depan yang diduduki sang ayah. Sang ayah, alias pengemudi mobil yang Aruna tabr
Hari berikutnya. Pintu kayu berwarna coklat gelap itu terbuka perlahan. Aruna menjulurkan kepalanya dan kini ia bisa melihat seorang pria yang tergolek lemah di atas ranjang berukuran queen di dalam kamar itu. Pria yang sangat ia kasihi, yang demi dirinya, Aruna bersedia menelan semua kekecewaan dan amarah atas tindakan dan perlakuan dari ibu dan saudara tirinya. Kedua kaki Aruna melangkah pelan mendekati ranjang sang ayah. Sorot matanya yang redup mencerminkan kesedihan yang ia rasakan bertahun-tahun sejak kecelakaan itu terjadi. Ya. Kecelakaan. Kecelakaan yang membuat ayahnya lumpuh dan kehilangan kemampuan bicaranya serta kehilangan semua aset berharga mereka. Di tengah keterpurukan mereka dan ayahnya yang saat itu belum sadar dari koma nya berbulan-bulan, sekretaris sekaligus orang kepercayaan ayahnya berkhianat hingga perusahaan ayah Aruna pun mengalami kebangkrutan. “Yah… bangun sebentar ya Yah. Minum dulu obatnya…” Aruna duduk di tepian ranjang dan menepuk lembut bahu aya