Mataku mengerjap-ngerjap karena silau. Tanganku menutupi wajah dan mataku agar aku bisa membuka mataku dengan sempurna. Sejenak kemudian aku mencoba mengembalikan kesadaranku secara utuh. Kutepuk-tepuk pipiku dan kukucek mataku.
Beberapa detik kemudian aku teringat kejadian semalam. Mataku langsung membulat. Kulihat sekelilingku dan aku menyadari sesuatu.
Ini bukan kamarku!
Lantas di mana aku? Aku merasa asing dengan dekorasi kamar ini. Aku ingat bahwa aku belum pernah melihat kamar ini sebelumnya.
Kuedarkan pandanganku sekali lagi, menyapu seluruh sudut kamar. Barangkali ada salah satu tanda pengenal atau barang yang mungkin saja mengindikasikan bahwa ini kamar milik seseorang yang kukenal. Tapi nihil. Aku gagal mengenali kamar ini.
Sekelebat ingatanku kembali pada sesosok yang menahanku. Apakah mungkin dia? Aku bahkan tak sempat melihat wajahnya ka
Aku berdiri di belakang Zevran yang tengah memasak. Kusilangkan dua tanganku di dada dan mengamatinya memasak. Dia sepertinya menghiraukan keberadaanku dan hanya fokus memasak. Aku tidak mau dicuekkan olehnya. Aku pun memberanikan diri membuka suara. "Zev, apakah kamu sedang mengabaikanku?" Tanyaku dengan nada penuh penekanan dan seakan-akan mengintimidasi. "Tidak. Hanya fokus masak aja biar gak gosong. Kamu duduk aja di kursi biasanya. Nanti kita makan bareng di situ." Jawabnya tanpa menoleh sedikit pun. Aku mendengus kesal. Aku pun mau tidak mau menunggu di tempat kami berdua biasa makan. Meja makan yang letaknya persis di depan bar dapur. Duduk di sini membuatku mengingat hari sebelum Zevran pergi selama 2 Minggu ke Jerman, setelah pesta koleganya hari itu. Setelah sebelumnya kesal, sekarang aku tersenyum-senyum sendiri mengingatnya. Tak
"You accept my ask about being my wife. You promises too that you accept me as a husband in state of joy and sorrow." Jawab Zevran cepat.Seketika senyumku melebar.Dia tahu artinya dan menjawab dengan tepat."Zev." Aku sangat bahagia dia tahu dan aku juga sangat menantikan moment ini.Zevran memandangku lekat. Aku menatapnya juga. Mata hazel itu, bibir yang menarik, tatapan yang teduh. Aku seakan terhipnotis dengan semua yang ada padanya."Rain." Ucapnya lagi. Kali ini dia menggenggam tanganku erat. Wajahnya ia majukan sehingga posisi wajahku dan wajahnya semakin dekat,
Zevran POVAku dengan santai bersiul-siul dan memasuki kamar mandi. Kunyalakan keran air untuk mengisi bath up. Tak lupa aku juga menyalakan musik box yang terletak tak jauh dari keran air. Kemudian kulepas satu per satu pakaianku hingga tubuhku tidak terbalut sehelai benang pun. Kuceburkan diriku ke dalam air, kemudian kuraih botol aroma terapi dan kusiramkan ke air. Sisanya kubiarkan terbuka agar bisa kuhirup sambil menenangkan diriku.Aku sesekali tersenyum mengingat kejadian tadi pagi. Perasaanku jauh lebih bahagia karena Rain menerima cintaku. Sekarang, rasanya aku bisa tidur nyenyak tanpa perlu mengalami mimpi buruk yang tiap malam menghantuiku.Sambil berendam, aku menikmati alunan lagu dari Celine Dion. Kurasakan hangatnya air dan aroma terapi yang menenangkan.Brakkk!!Zack mendadak ke mendobrak pintu kamar mandiku. Seketika aku terhenyak da
5 tahun kemudianBerlin, Jerman, 20 Januari 2020Kuletakkan berkas-berkas di hadapanku dengan kasar. Mataku menatap tajam wanita di hadapanku. Dia hanya menunduk."Kamu gak bisa kerja?! Keluar!" Bentakku sambil berdiri.Wanita itu membungkuk sesaat, sebelum akhirnya berjalan mundur dan keluar dari ruanganku dengan penuh ketakutan. Kuusap wajahku kasar. Dia hari ini benar-benar membuat mood-ku berantakan."Zack! Zack!" Teriakku seperti orang kesetanan.Dalam hitungan detik, Zack masuk ke ruanganku sambil membungkuk hormat. Usianya sudah hampir 65 tahun, tetapi aku masih mempekerjakannya karena aku masih belum menemukan pengganti dirinya yang bisa kupercayai menjalankan tugas dariku. Lagipula, Zack masih cukup sehat dan sanggup menjalankan segala tugas yang kuberikan. Dia cukup disegani dan memiliki pengaruh besar selama 8 ta
Aku menggeliat malas. Kulirik jam weker di sebelahku menunjukkan pukul 8.30. Kutarik selimutku kembali untuk menutupi tubuhku yang hanya dibalut celana dalam. Kebiasaanku memang selalu tidur hanya memakai celana dalam. Apalagi aku tinggal di apartemen sendirian. Tidak akan ada yang akan tergoda melihat tubuhku yang sixpack telanjang ini. Aku pun memutuskan untuk tidur kembali. Kemarin aku telah memerintahkan Zack untuk mengosongkan semua jadwalku hari ini, sehingga hari ini aku berniat untuk tidur dan bermalas-malasan sepanjang hari. Aku tidak ingin menemui satu orang pun hari ini agar mood-ku yang buruk bisa lekas membaik. Setidaknya itulah rencanaku. Namun, belum sempat aku memejamkan mata kembali, sebuah ingatan mengejutkanku. "Astaga! Aku lupa!" Aku segera meloncat dari tempat tidur. Aku berlari ke kamar mandi dengan segera. Kugosok gigiku secara kasar dan kubasuh wajahku deng
"Hah? Yang benar saja. Ini tidak beres, Zack. Selidiki kasus ini dan laporkan semuanya padaku. Cari juga Rain! Dia memiliki bekas luka di dekat bibit dan kakinya pincang. Sesuatu yang besar telah terjadi, Zack." Jawabku dengan tak sabar. Aku benar-benar kehilangan akal dan mondar-mandir di ruanganku seperti orang gila. "Siap, Tuan. Saya akan mengerahkan semua koneksi kita. Dalam sehari semua akan terkuak." Jawab Zack meyakinkan. Aku paham sekali dengan keyakinan Zack. Meski baru 5 tahun terakhir ini usahaku maju pesat dan menjadi sorotan di mana-mana, tetapi koneksiku dan pengaruhku telah berkembang sangat pesat. Bahkan jika aku menjentikkan jari saja, akan ada lebih dari 7 juta orang yang siap mati untukku. "Dan satu lagi, Zack. Siapa pun dia yang telah membuat wanitaku memiliki bekas luka dan pincang, buat dia menyesal telah melakukannya! Pastikan dia dan keluarganya benar-benar hancur sampai ti
Aku melangkah maju dengan percaya diri. Kubuka semua pintu dan kuterobos semua penjagaan yang ada di gedung itu. Bahkan satpam di sana tak berani menghentikanku. "Minggir!" Teriakku dengan tatapan penuh ancaman dan aura sedingin kutub selatan. Di depanku, semua orang yang berkerumun di hadapan resepsionis langsung menepi, memberiku jalan yang kumaksud. Brakkk! Aku menggebrak meja resepsionis, membuat wanita petugas resepsionis langsung menunduk. Kulihat wajahnya. Orang Indonesia. Dia pasti paham perkataanku. "Berikan aku akses ke ruangan Dhananjaya. Cepat!" Hardikku. Wanita itu sontak ketakutan dan gemetar. Dia pasti tahu aku siapa dan tidak mungkin bereaksi seperti ini kalau ia tidak menyadari identitasku. Namun setelah mendengar suaraku, ia bahkan bungkam dan tak bergerak sama sekali. Ia bahkan tak menjalankan
Aku mendobrak pintu rumah keluarga Dhananjaya. Di sana banyak asisten rumah tangga dan para pegawai yang terkejut melihat kedatanganku lengkap dengan pasukan bersenjata. Aku memberikan kode pada sejumlah pasukan untuk mencari orang yang kumaksud. Tanpa pengulangan, mereka dengan sigap menyebar ke segala penjuru rumah. Aku mengedarkan pandangan ke segala penjuru rumah, mencoba memahami situasi di sini. Tak berselang lama, terdengar suara berisik dari lantai 2… Aku yang mendengarnya segera berlari ke atas, meninggalkan para pegawai keluarga Dhananjaya di bawah yang menjadi sandera pasukan khususku. Begitu menginjakkan kaki di ubin pertama lantai 2, aku melihat Bhaskara tengah meronta-ronta di bawah kendali pasukan khususku. Sementara di sampingnya, Rain tengah memandangku datar. Ia seakan-akan tanpa ekspresi dan seperti mayat hidup. Hatiku bergetar. Tanpa aba-aba, aku reflek berlari dan memeluknya e