Setelah menikahi seorang kepala sekolah, akhirnya Harsa berhasil membalaskan dendamnya. Namun benih-benih cinta menjebaknya, ia jatuh cinta pada lelaki tampan yang telah dinikahinya, lelaki yang juga berubah arogan terhadap semua wanita setelah kecelakaan tunggal yang dialaminya. Bagaimana mungkin Harsa tak jatuh hati? Dan akankah Osa menentang komitmennya untuk menutup diri pada kaum hawa?
View More“Ambil ini!” Osa melempar sebuah map biru, hampir saja semua isi dokumen di dalamnya berhamburan. Sangat tidak sopan, untung saja Belangi menyambutnya lemparan tersebut dengan sempurna. “Apa ini?” Belangi menatap lelaki yang sedang bersantai di sofa ruang kerjanya. Bukan hanya duduk, tapi ia juga ikut merebahkan tubuhnya dan menaikkan sepatunya ke sofa. Belangi tak ingin menghentikannya, karena percuma. Toh ia bos di sekolah ini, dengan wataknya yang arogan, rasanya tidak mungkin berdiskusi, apalagi hanya tentang sofa yang kotor akibat debu yang menempel di sepatunya. “Setahuku, jika seseorang yang benar-benar pintar tidak akan banyak tanya!” sahutnya. Lagi-lagi ia memancing kesabaran Belangi. Tapi dengan sabar, Belangi mencoba tenang. Sempat ia berpikir, kenapa seolah ia diperlakukan semena-mena oleh lelaki yang bahkan baru ia kenal? Dan mengapa ia harus menerimanya begitu saja? Entahlah, terkadang Belangi merasa tak ingin melanjutkan p
Jeremba tak berhenti menyesali keputusannya kembali ke rumah Rama. Ia sering menyendiri dan melamun di teras. Kadang di keramaian pun ia tak bergeming. Rasanya tak sanggup membayangkannya, ia tak terima diperlakukan seperti itu. “Ini pemerkosaan, Gundi!” suaranya meninggi saat Gundi meyakinkannya bahwa itu tidak mungkin terjadi di rumah Rama. Ya, jelas saja, mana ada yang berani masuk ke kamar majikannya dan melakukan perbuatan yang bisa menjeratnya ke penjara. Lagi pula, tak ada yang mencurigakan dari puluhan asisten rumah tangga yang ada di rumah megahnya itu. “Lantas siapa?” Gundi memeluk tubuhnya sendiri sambil mondar-mandir di depan Gundi yang sedang terduduk lemas di teras belakang. Secangkir kopi menemaninya sore ini. Kopi yang dibuatnya sendiri. Sejak kehilangan ingatannya, ia sering melakukan apa pun sendirian, tanpa mengandalkan asisten rumah tangganya. Jika diingat-ingat, hilangnya ingatan Jeremba mengembalikannya pada jati di
Sial. Kenapa sih harus seperti adegan romantis? Tragedi yang sering terjadi asal ketemu Osa. Kali ini hampir saja ia terjatuh dari tangga. Ada sedikit air yang tergenang di sana, entah siapa pelakunya. Jangan-jangan ini juga akal-akalan Osa, pikirnya. “Kenapa ya kamu itu selalu mencari kesempatan di setiap kesempitan?” Lusi begitu sinis. Sudah berjam-jam lamanya ia menunggu lelaki pujaannya. Namun saat bertemu, justru di adegan yang sangat menyesakkan. Di depan matanya sendiri, Osa tengah merangkul Belangi yang hampir saja mencium lantai. Dekapannya begitu meyakinkan, mungkin karena panik. Kedua tangan Osa menggenggam erat bahu wanita yang ditolongnya itu. Tatapan keduanya pun tak berpaling hingga beberapa detik. Hampir saja bibir Osa berlabuh di pipi Belangi. Belangi yang terkejut, kemudian berteriak histeris, hingga seolah teriakannya memanggil Lusi untuk hadir. Beberapa karyawan lainnya ikut mencari sumber teriakan tersebu
Teriakannya pagi ini membuat seisi rumah khawatir. Tapi, mana mungkin mereka masuk begitu saja ke kamar majikannya? Terlihat dua asisten rumah tangga sedang saling beradu pendapat di depan kamar Jeremba. “Ada apa ini?” Rama muncul dan segera mengetuk pintu kamar istrinya. Kekhawatiran terlihat jelas di wajahnya. Diikuti ketiga madunya. “Saya gak tahu, Pak. Tiba-tiba saja ada teriakan kuat dari kamar ibu!” ucap salah satu dari keduanya. Berulang kali Rama memanggil tapi tak ada jawaban. Ia tak bisa menunggu lebih lama lagi. Mundur beberapa langkah, ia bersiap untuk mendobrak pintu kamar Jeremba. “Kamu gak apa-apa?” tanya Rama, tergesa-gesa ia menyentuh kedua bahu istrinya yang kemudian ditepis oleh Jeremba. Untung saja ia segera membuka pintu, jika tidak, boleh jadi tubuh mungilnya telah terhempas jauh oleh tendangan Rama. Jeremba menekan keningnya, lalu mengusapnya ke seluruh wajah. Ia terlihat sedang kebingungan. Bagaimana t
“Aku yang menaruh bunga itu di atas meja Belangi!” ucap Osa yang tiba-tiba saja muncul. Semua saling menatap satu sama lain. Mereka mulai menerka-nerka apa yang terjadi pada lelaki arogan itu. Husna menyinggung bahu Belangi, seraya meninggikan sedikit alisnya dan mengangkat dagunya ke arah teman kerjanya itu. Tapi Belangi justru dibuat heran dengan bahasa tubuh Husna, ia sendiri tidak yakin tentang kebenaran yang diungkap Osa. Bahwa ternyata dia lah yang menanggalkan bunga mawar merah itu di meja kerja Belangi. “Kamu serius?” Lusi tak bisa berdiam diri, ia merasa perlu mengklarifikasi apa yang ia dengar beberapa detik yang lalu. Belangi masih mengerutkan keningnya. Osa yang beberapa jam yang lalu kekeh mengakui bukan ia yang menaruh bunga tersebut, kini mengeluarkan kalimat sebaliknya. Osa menghela napas pelan. “Ia benar, aku bukan tipe lelaki yang suka berubah pikiran!” ucap Osa tanpa basa-basi. “kenapa? Kamu gak suka?” samb
“Masih berani kembali ke rumah ini?” Ratu menyindir. Jeremba hanya terdiam, ia termakan ucapannya sendiri. Membiarkan Ratu berkata sesuka hatinya sepertinya lebih baik dari pada beradu mulut. “Sudah! Tidak ada yang boleh menghina istriku lagi!” pekik Rama. Ia mempersilakan Jeremba duduk. Perlakuannya dengan sangat sopan dan lemah lembut. Jeremba tak tahu harus berkata apa, ia merasa sedikit bersalah. Jeremba kini tahu mengapa ketiga madunya yang lain sangat mencintai suaminya. Rama sosok lelaki yang romantis dan begitu menyayangi istri-istrinya. Wanita mana yang tidak ingin dicintai? Setiap wanita pasti ingin disayangi dan diutamakan oleh suaminya. Tapi tidak dengan Jeremba, ia merasa tidak butuh semua itu. “Kamu mau tinggal kembali di sini kan, Sayang?” pinta Rama, seraya merangkul kedua tangan istri keempatnya itu. Rama sudah sangat merendahkan dirinya di depan Jeremba. Bahkan ketika sudah sangat dipermalukan pun, ia masih memelas. Ber
“Dasar cowok dolar!” cecar Husna. Itu gelar yang sudah lima tahun ini disandang oleh Raka. Guru-guru di sekolah dengan sengaja menyematkan panggilan tersebut kepadanya karena setiap sesuatu yang dilakukan Raka pasti ujung-ujungnya bermuara pada uang. Seperti saat ini, ia akan mengatakan siapa yang menanggalkan bunga mawar merah itu di meja Belangi jika ia bersedia memberinya sejumlah uang. “Gak banyak-banyak kok!” sahut Raka. “seratus ribu saja! Itu pun karena teman!” sambungnya lagi sambil tersenyum manis. Husna geram melihat rekan kerjanya itu. Kemarin saja, saat Husna meminta lelaki itu mengajarinya mengisi PMM, ia harus mengeluarkan uang seratus ribu rupiah sebagai upah. Seharusnya sesama rekan kerja saling membantu, pikir Husna. “Nih!” Husna menempelkan selembar uang kertas berwarna merah di dahi lelaki yang membuatnya panas itu. “Eh, gak usah bayar Na!” Belangi mencoba menghentikan Husna, namun terlambat, lelaki itu sud
“Kamu pikir orang-orang akan peduli?” pertanyaan Gundi membuat Jeremba berpikir. Benar juga, siapa yang akan peduli dengan semua penderitaan yang akan ia pikul? Kembali hidup miskin tanpa uang sepeser pun. Bagaimana ia bisa menanggung hidupnya sendiri? Kesungguhan Gundi, membuatnya menemukan madunya itu yang sedang duduk di halte pinggir jalan. Sebotol minuman dingin yang dibawa Gundi ikut melegakan kerongkongan Jeremba yang memang sudah dari beberapa jam yang lalu begitu kehausan. “Tapi aku gak bisa menerima kenyataan!” Jeremba masih kekeh dengan pendiriannya. “Pendirian apa?” Gundi ingin Jeremba menerjemahkannya lebih rinci. Jeremba menghela napas, sambil tersenyum ke arah madunya itu. Rasanya percuma saja menjelaskannya, Gundi sudah tahu segalanya. Jeremba yang terjebak dalam pikirannya sendiri merasa tak lagi kuat bersandiwara dan meneruskan perannya sebagai istri Rama. “Kamu lihat sendiri kan, bah
Jangan bilang dia! Belangi mengutuk dirinya sendiri jika memang benar tua bangka itu yang meletakkan mawar di mejanya. Lelaki itu dipanggil Bang Jal. Belangi sangat risih melihatnya, karena Bang Jal yang punya kekurangan monohok, yaitu ompong. “Aku juga gak bisa terima jika memang Bang Jal yang menaruh bunga itu!” ucap Husna dengan santainya sambil mencium bunga yang harumnya masih semerbak. Husna juga merupakan guru baru di sekolah Osa. Usianya 2 tahun lebih mudah dari Belangi. Ia cukup cerdas, lulusan terbaik dari Universitas Indonesia. Bahkan beberapa kali ia memenangkan olimpiade tingkat nasional saat menduduki bangku SMA. Wajar saja jika Osa menerimanya tanpa pertimbangan. Tapi yang terpenting bagi Osa bukan hanya kepintaran Husna. Wanita bertubuh langsing, berkulit putih, juga tinggi yang ideal dengan lekuk tubuhnya, membuat Osa cukup yakin untuk menerimanya sebagai guru matematika. “Tapi btw enak ya jadi orang cantik!”
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.