Sebuah langkah memasuki gedung Universitas yang terkenal di Amerika, Universitas Of Music namanya.
Hoodie panjang selutut berwarna kuning, ditambah dengan sepatu kets bernilai ribuan dollar sangat pas di tubuh wanita cantik itu.
Decakan-decakan kagum dari para mahasiswa mahasiswi membanjiri suasana pagi itu seakan telah melupakan skandal heboh Zenia beberapa bulan ini.
"Dia selalu bisa membuatku tidak bisa berkata apa-apa saat melihat wajahnya."
"Cantik seperti dewi."
Yah, itulah dua kekaguman di antara banyak pujian yang didengar Zenia.
Awalnya perjalanan Zenia menuju ruang kelasnya baik-baik saja dengan pujian-pujian itu, tapi semuanya mulai memburuk ketika sebuah celaan terdengar, padahal tinggal beberapa langkah lagi di akan memasuki kelasnya.
Dylan, Cherly, dan Vina menghampiri Zenia dengan tatapan jijik.
"Zenia Mecca ...." Dylan melihat perut rata Zenia sebentar lalu kembali berkata, "kau harusnya ada di rumah untuk memberi anakmu susu, bukannya ada di sini. Kau ibu yang buruk."
Cherly dan Vina tidak bisa lagi menahan tawa mereka setelah mendengar ejekan Dylan untuk Zenia.
Zenia tidak mengucapkan sepatah kata pun. Gadis itu hanya berdiri sambil menatap ketiga gadis menyebalkan di depannya.
"Um ...." Cherly mendekat, mengambil sedikit rambut hitam Zenia dan menggulungnya di jari telunjuk.
"Anakmu pasti sangat cantik sepertimu, atau sangat tampan seperti pacarmu. Bolehkah kami semua menemui bayimu? Kami akan membawakan banyak hadiah dan beberapa perlengkapan bayi. Oh, ya, kami juga akan memberi anakmu uang yang banyak agar dia tidak menderita karena kemiskinan"
Zenia menepis tangan Cherly dengan keras. "Apa maksudmu?"
"Kata ayahku, perusahaan ayahmu sebentar lagi akan ditutup karena kebangkrutan yang diakibatkan skandal menjijikkanmu itu," kata Vina dengan keras.
Zenia terkejut. Kenapa ayahnya tidak pernah menceritakan ini kepadanya. Sekarang Zenia merasa kalau dia adalah anak yang buruk.
"Manusia hina!" Cherly dan Vina kembali mendorong tubuh Zenia.
Plak!
Dua tamparan keras dilayangkan Zenia kepada Cherly dan Vina. Teriakan para mahasiswa yang menyaksikan kejadian itu bergemuruh.
"Jika perusahaan ayahku benar-benar bangkrut, ayah kalian berdua yang merupakan karyawan biasa akan kehilangan pekerjaan, dasar bodoh!"
Zenia mendorong dahi kedua gadis berpakaian ketat itu hingga kepala mereka terdorong ke belakang.
"Berdoalah agar itu tidak terjadi."
•••
Zenia tengah duduk di salah satu kursi taman belakang Universitas. Dia terisak sambil memakan sebungkus roti dan sekotak susu coklat.
Hari ini dia baru tahu kalau perusahaan ayahnya akan bangkrut karena dirinya. Bukan karena takut miskin, tapi ini benar-benar murni rasa bersalah.
"Zenia."
Zenia menoleh, mendapati Melisa yang sudah duduk di sampingnya, entah sejak kapan.
Melisa tidak berkata lagi, gadis itu langsung memeluk Zenia.
"Aku sangat merindukanmu ...."
"Aku juga." Zenia menghapus jejak air mata di pipinya.
"Kau keterlaluan, tidak membalas pesan-pesanku atau mengangkat teleponku. Sebenarnya apa yang terjadi? Apa skandal itu benar?"
Zenia menghela nafasnya pelan. Dia mengangguk pelan dan kemudian mengeluarkan air mata lagi.
Zenia menarik nafas panjang terlebih dahulu sebelum menceritakan awal sampai akhir masalah yang membuat hidupnya hancur tak bersisa.
•••
Seusai kelas berakhir, Zenia memutuskan langsung pulang. Awalnya Melisa hendak mengantar Zenia pulang menggunakan sepeda motornya, namun harus gagal karena sopir Zenia mendadak muncul di luar gerbang Universitas.
Akhirnya, Melisa pulang sendiri dan Zenia bersama supirnya.
"Tunggu di sini, aku akan segera kembali setelah mengambil kunci kamarku."
Zenia berlari masuk ke dalam Universitas yang terlihat masih ramai. Dia lalu masuk ke dalam ruang kelas yang sudah sepi untuk mengambil kunci kamarnya di laci mejanya.
"Bilangnya tidak, ternyata memang hamil. Apa kau dengar pepatah ini? 'Sedalam apa kau mengubur bangkai, pasti akan tercium juga' nah, itulah yang menggambarkan hidupmu. Sekuat apa pun tenagamu untuk menyembunyikan aibmu, akan ketahuan juga olehku."
Zenia memutar matanya jengah. Dylan dan kedua temannya muncul lagi.
"Beberapa bulan yang lalu aku melihatmu datang ke dokter kandungan--- kau gila!"
Dylan memegang pipi kirinya yang terasa perih. Mulut gadis itu menganga tak percaya, Zenia baru saja menamparnya. Cherly dan Vina yang menyaksikan itu menutup mulut mereka saking terkejutnya.
"Ternyata kaulah yang membocorkan ini kepada media. Apa kau pernah berfikir? Kalau kau saja tidak bisa menjaga rahasiaku, bagaimana aku mampu menahan rahasiamu?" Senyum mengejek Zenia membuat Dylan hampir berteriak ketakutan.
Sedangkan Cherly dan Vina hanya bisa menatap kedua gadis di depan mereka itu dengan bingung.
"Aku tidak akan menahan mulutku lagi. Selamat tinggal dan ... ya, segera persiapkan mentalmu. Aku yakin kau jauh lebih buruk dari aku setelah ini." Zenia mendorong bahu Dylan dengan telunjuknya sebelum pergi dari ruang kelas.
Dylan yang merasa ada kesalahpahaman segera mengejar Zenia dan meninggalkan kedua temannya.
"Zenia! Tunggu." Dylan terus berteriak, tapi Zenia sepertinya sudah tak Sudi menatap wajah blasteran itu.
"Zenia! Bukan aku yang memberitahu media, melainkan nenekmu sendiri."
Pengakuan Dylan berhasil membuat langkah Zenia terhenti. "Dengarkan aku dulu. Kau salah paham."
Alis Zenia mengerut. Walau tidak percaya dan sudah terkesan muak, Zenia tetap mendengar penjelasan Dylan. Apa katanya tadi? Nenek? Zenia memang mempunyai nenek, tapi tidak di sini, melainkan di China.
"Dokter spesialis kandungan yang kau temui beberapa bulan lalu adalah ibuku. Saat kau sudah pergi, aku segera menemui ibuku untuk bertanya mengenai dirimu, tapi di sana sudah ada seorang wanita tua yang mengaku sebagai nenekmu. Dia bertanya dan ibuku menjawab kalau kau memang hamil. Lalu, setelah nenek itu keluar, dia menyadari keberadaanku dan dia tahu kalau aku membencimu .... dia juga mengetahui niatku ...."
"Niat apa? Nenek siapa? Nenekku tidak di sini" Zenia dengan lekat menatap mata Dylan.
"Namanya Shimes. Aku sempat bertanya sebelum dia pergi. Dia bilang dia yang akan menghancurkanmu."
•••
"Apa nona baik-baik saja?" tanya supir sedikit khawatir. Pasalnya, selama perjalanan Zenia terus saja menangis.
"Apa teman-teman nona membuli nona?"
Zenia menggeleng. "Jika mereka teman-temanku, mereka tidak akan membuliku. Aku baik-baik saja, Jack. Aku tidak akan membiarkan siapa pun menyudutkanku." Zenia menepuk pundak lelaki berumur 45 tahun itu lalu berjalan memasuki rumahnya. Zenia sempat berhenti untuk melihat sebuah mobil Marchendes mewah yang terparkir di depan rumahnya. Bukan kagum, tapi heran, tumben saja ada tamu di rumahnya.
Zenia memasuki rumahnya dan langsung ke dapur mengambil air putih. Terlalu banyak menangis membuatnya haus.
Setelah mengambil minum, Zenia bergegas ke kamarnya untuk istirahat. Namun, ketika melewati ruang tengah dia melihat seorang bayi perempuan yang tengah tertidur di atas karpet berbulu.
"Anakku ...." Tubuh Zenia melemas, gelas yang dipegangnya juga terjatuh ke lantai. Dan bunyi pecahan gelas yang terjatuh membuat bayi itu terkejut hingga terbangun.
"Oh, anakku, ibu menemukanmu." Pelukan erat diberikan Zenia. Dia menangis haru sambil mengecup semua bagian wajah bayi perempuan itu.
"Oeek ...!" Bayi cantik itu menangis karena merasa sesak akibat pelukan Zenia yang terlalu erat.
Zenia menghapus air matanya, tertawa kecil lalu berkata, "Maafkan ibu, sayang. Ibu terlalu gembira, maafkan ibu."
Tangisan bayi itu semakin keras hingga membuat Zenia kebingungan, tidak tahu akan berbuat apa untuk menenangkan makhluk kecil di dalam pelukannya.
"Clara!" Seorang wanita tiba-tiba muncul dan langsung mengambil bayi itu dari pelukan Zenia.
"Maafkan ibu," Wanita dengan dress hitam mewah itu segera menyusui bayi yang merupakan anaknya.
Zenia terdiam. Hatinya kembali sakit, lebih sakit dari sebelumnya. Dia terlalu merindukan bayinya hingga mengira bayi orang lain adalah anaknya.
"Anakku sudah pulang." Maudi memeluk Zenia lembut, mencium pucuk kepala putrinya.
"Ini adalah teman lama ibu, Samantha Walker. Dan itu adalah bayinya, Clara Walker."
Zenia memaksakan senyumannya. Menahan air mata kekecewaan yang siap meluncur kapan saja. Zenia membalas jabatan ibu Clara dengan sopan.
"Zenia Mecca." Gadis ini kemudian mengambil kembali tasnya di atas lantai. Sebelum pergi, dia memanggil salah satu pelayan untuk membersihkan pecahan gelas yang berserakan.
"Zenia."
Tangan Zenia yang akan meraih knop pintu tertahan. Dia berbalik untuk mendengarkan kalimat yang akan dikeluarkan ibunya.
"Malam nanti polisi akan datang untuk menanyakan beberapa hal kepadamu. Santai saja, ya. Ibu dan ayah akan mendapingimu."
Zenia mengangguk lalu benar-benar memasuki kamarnya. Lelahnya hari ini membuatnya langsung membuang tubuhnya di atas kasur empuk. Matanya menyusuri langit-langit kamarnya yan berwarna pastel.
"Kenapa kalian semua melakukan ini padaku?"
Gesekan pedang yang saling beradu dari kakak beradik itu menerima banyak desiran kagum dari para prajurit dan beberapa pelayan yang kebetulan lewat.Teriknya matahari tak melunturkan tekad mereka yang berapi-api. Emilia, si putri mahkota yang arogan dengan lihainya mengayunkan pedang ke arah leher Zein hingga empunya sendiri tak dapat melakukan perlawanan lagi.Zein mengangkat kedua tangan polosnya ke udara, tanda menyerah."Kau selalu kalah olehku yang hanya seorang wanita? Memalukan sekali." Emilia berdecih lalu menurunkan kembali pedangnya."Aku harus kalah, bukan? Aku harus memberimu kekahalanku agar kau tidak malu di depan orang-orang kita." Zein mengambil pedangnya yang sebelumnya terjatuh di atas lapangan berpasir itu."Pembohong! Akui saja kekalahanmu. Sedari dulu kau memang selalu kalah olehku. Kau hanya bisa mengeluarkan kekuatan dari kedua tanganmu, t
Washington, pukul 23:06.Jalan raya malam itu perlahan mulai sepi. Hanya ada 8-10 kendaraan yang masih berlalu lalang, termasuk Zenia.Setelah meninggalkan rumah Melisa, Zenia yang sudah bertekad memecahkan misteri menyedihkan yang di alaminya harus berjalan pada tengah malam untuk menemui nenek Shim.Ada banyak pertanyaan di benaknya. Siapa sebenarnya pria yang bernama Zein ini? Ke mana hilangnya anaknya? Apa alasan nenek Shim membocorkan kehamilannya kepada seluruh media?Apartemen lama Zenia yang terletak di kota kecil Seattle harus menempuh jarak 89 km, dan lama perjalanan sekitar 1 jam lebih menggunakan mobil.Di perjalanan, Zenia sempat mengisi bahan bakar dan membeli beberapa cemilan sebelum kembali memulai perjalanannya.Jam sudah menunjukkan pukul 1 pagi ketika Zenia telah sampai di depan gedung bernuansa cokelat muda itu. Dia terlebih dahulu memakirkan mobilnya di garasi apartemen sebelum menaiki lift untuk sampai lan
Pagi, 08:00. Zenia yang sudah tiba di rumahnya pada pukul 3 pagi itu masih terdiam di atas tempat tidur sambil memeluk bantal. Dia masih berpikir keras mencari kebohongan dalam cerita yang nenek Shim ceritakan beberapa waktu lalu. Jika dipikir secara logika, mana mungkin itu semua benar, tidak masuk akal. 'Pergilah segera. Anak-anakmu sudah ada dalam bahaya semenjak mereka lahir.' Itulah kata-kata terakhir nenek Shim sebelum Zenia pulang. Dilema. Apakah Zenia harus mempercayai semua cerita nenek Shim? Zenia meraih kantong jaketnya, mengambil selembar kain dari dalam sana. Bibirnya perlahan bergerak membaca tulisan yang tampak amburadul di atas kain. Hatinya berdegup kencang seiring kalimat-kalimat yang dibacanya. Namun, ketika tinggal satu kalimat lagi, sebuah ketukan tiba-tiba terdengar. Zenia dengan cepat menaruh kain itu di bawah bantal. "Hai! Senang melihatmu lagi." Pria bersurai cokelat muncul di balik pintu, itu a
‘Ibu?’‘Ibu .... Temukan kami dan bawa kami bersamamu!’‘Ibu!’‘Ibu!’‘Ibu!!!’Mata bulat itu terbuka lebar. Hal pertama yang dilihatnya adalah langit biru yang indah. Zenia menghirup dalam-dalam udara sejuk. Sekujur tubuhnya yang basah membuat dia sedikit menggigil.“Ah?” Selembar kain besar tiba-tiba berada di atas tubuhnya.“Apa kau baik-baik saja?”Zenia yang masih terbaring melihat sekeliling. Di samping kanannya ada seorang gadis berambut merah, dan kirinya seorang gadis dengan rambut yang dikepang dua.“Aku merasakan sakit di sekujur tubuhku,” rintih Zenia.“Perlahan.” Dua gadis itu membangunkan tubuh basah Zenia dan menyandarkannya pada batu besar.“Berikan kulit singa itu. Kita harus menghangatkan tubuhnya dulu,” kata Nancy kepada seorang pria yang m
“Aku datang untuk anakku!” Pernyataan Zenia cukup membuat keempat pemburu itu terkejut. Semua terdiam ketika buliran mulai mengalir di pipi gadis cantik itu. “Sekarang, anakmu ada di mana?” Jack yang kembali memanggang hasil tangkapannya bertanya. “Kerajaan Axton. Aku datang ke sini untuk membawa kembali anakku.” Walaupun Zenia tampak tegar dan berambisi, matanya tak dapat menyembunyikan kesedihan yang teramat. Ya, itu adalah perasaan seorang ibu. “Aku mengerti.” Nancy menarik perhatian semua orang. Dia menatap Zenia dengan takjub. “Dia adalah wadah pangeran Zein! Apakah kalian tidak mengerti? Dia datang dari masa depan, dia adalah wadah itu!” Zenia tersenyum. Akhirnya salah satu di antara mereka mengerti juga. Moana dan Jack sampai meninggalkan panggangan mereka dan menghampiri Zenia. Antusias terlihat jelas di wajah mereka. “Bagaimana caramu sampai di sini?” Jack bertanya dan Moana yang kesal. “Bodoh! Sebelumnya dia s
Mata lentik itu perlahan terbuka. Gadis itu memaksa mengumpulkan kesadaran di tengah rasa kantuknya. Cahaya matahari pagi itu sangat indah, ditambah lagi dengan kicauan burung. Ah, Zenia sangat merindukan suasana seperti ini.Ketika terbangun, Zenia mendapati keempat pemburu itu sudah bangun dan melakukan aktivitas masing-masing, seperti Nancy. Gadis itu tengah mencuci rambut merahnya di sungai. Lalu Taurus yang tengah mengasah pisaunya. Alis Zenia mengerut, pria itu gemar sekali mengasah, pikir Zenia."Jangan paksa aku, Jack!""Kenapa? Aku tidak memaksa, kau tahu. Aku hanya meminta belas kasihanmu!""Tetap tidak mau!""Moana, ayolah! Temani aku ke istana. Aku janji akan mengontrol mulut cerewet ibuku. Jika kau tidak pergi bersamaku, dia tidak akan mau bicara denganku. Tolonglah ...."Lagi-lagi perdebatan kecil antara Jack dan Moana. Zenia tertawa kecil, dua manusia itu sangat lucu. Jack si pria cerewet, dan Moa
"Aku bukan Felicia," kata Zenia. Alisnya menyatu, heran kenapa mereka selalu memanggilnya dengan nama Felicia."Wajah kalian seperti kacang di belah dua, benar-benar mirip!" Jack yang heboh sendiri.Nancy dan Moana mengangguk setuju. Sedang Taurus, pria itu kembali menaiki rumah pohon tanpa berterima kasih kepada Zenia."Apa kau tidak akan berterima kasih padaku? Akulah penyelamatmu hari ini." ketus Zenia.Taurus sama sekali tidak merespons."Dia memang seperti itu." Nancy menepuk bahu Zenia.Zenia mengangkat bahunya. Sebenarnya, dapat atau tidaknya ucapan terima kasih, Zenia sama sekali tidak peduli. Sekarang, dia juga kebingungan dengan dirinya sendiri. Apa yang dilakukannya beberapa waktu lalu bukanlah dalam kendalinya.Zenia menghampiri Jack. "Kapan penyerahannya.""Tujuh hari lagi, sehari sebelum gerhana," kata Jack. Ia masih setia menatap wajah Zenia."Waktuku tidak banyak lagi." Zenia mengangguk. Mengucapkan terim
"Aku akan masuk setelah kau berada di dalam istana. Beri aku sebuah kode perintah saat kau selesai menari. Mengerti?"Zenia mengangguk pelan. "Kodeku adalah 'Z'," kata Zenia.Taurus mengangguk, lalu berlari menuju belakang istana.Zenia menatap bangunan besar istana di depannya. Dia merasa sedikit gugup."Jumlah kita sudah lengkap, ayo kita masuk!"Suara Ibu Moana membuat kegugupan Zenia semakin besar, begitu juga dengan tekadnya. Apa pun bahaya yang nanti menimpanya di dalam sana, Zenia percaya itu tidak akan cukup membuatnya terbunuh, karena dia adalah seorang ibu.Suasana yang awalnya riuh mendadak hening ketika Zenia dan sembilan penari lainnya memasuki aula pesta."Hei, kenapa kalian menutup separuh wajah kalian dengan kain hitam?" Seorang pangeran yang entah dari kerajaan mana bersuara. Tampaknya dia sedang kesal karena tak bisa menikmati wajah cantik para penari seutuhnya.Ibu Moana yang merup