Gesekan pedang yang saling beradu dari kakak beradik itu menerima banyak desiran kagum dari para prajurit dan beberapa pelayan yang kebetulan lewat.
Teriknya matahari tak melunturkan tekad mereka yang berapi-api. Emilia, si putri mahkota yang arogan dengan lihainya mengayunkan pedang ke arah leher Zein hingga empunya sendiri tak dapat melakukan perlawanan lagi.
Zein mengangkat kedua tangan polosnya ke udara, tanda menyerah.
"Kau selalu kalah olehku yang hanya seorang wanita? Memalukan sekali." Emilia berdecih lalu menurunkan kembali pedangnya.
"Aku harus kalah, bukan? Aku harus memberimu kekahalanku agar kau tidak malu di depan orang-orang kita." Zein mengambil pedangnya yang sebelumnya terjatuh di atas lapangan berpasir itu.
"Pembohong! Akui saja kekalahanmu. Sedari dulu kau memang selalu kalah olehku. Kau hanya bisa mengeluarkan kekuatan dari kedua tanganmu, t
Washington, pukul 23:06.Jalan raya malam itu perlahan mulai sepi. Hanya ada 8-10 kendaraan yang masih berlalu lalang, termasuk Zenia.Setelah meninggalkan rumah Melisa, Zenia yang sudah bertekad memecahkan misteri menyedihkan yang di alaminya harus berjalan pada tengah malam untuk menemui nenek Shim.Ada banyak pertanyaan di benaknya. Siapa sebenarnya pria yang bernama Zein ini? Ke mana hilangnya anaknya? Apa alasan nenek Shim membocorkan kehamilannya kepada seluruh media?Apartemen lama Zenia yang terletak di kota kecil Seattle harus menempuh jarak 89 km, dan lama perjalanan sekitar 1 jam lebih menggunakan mobil.Di perjalanan, Zenia sempat mengisi bahan bakar dan membeli beberapa cemilan sebelum kembali memulai perjalanannya.Jam sudah menunjukkan pukul 1 pagi ketika Zenia telah sampai di depan gedung bernuansa cokelat muda itu. Dia terlebih dahulu memakirkan mobilnya di garasi apartemen sebelum menaiki lift untuk sampai lan
Pagi, 08:00. Zenia yang sudah tiba di rumahnya pada pukul 3 pagi itu masih terdiam di atas tempat tidur sambil memeluk bantal. Dia masih berpikir keras mencari kebohongan dalam cerita yang nenek Shim ceritakan beberapa waktu lalu. Jika dipikir secara logika, mana mungkin itu semua benar, tidak masuk akal. 'Pergilah segera. Anak-anakmu sudah ada dalam bahaya semenjak mereka lahir.' Itulah kata-kata terakhir nenek Shim sebelum Zenia pulang. Dilema. Apakah Zenia harus mempercayai semua cerita nenek Shim? Zenia meraih kantong jaketnya, mengambil selembar kain dari dalam sana. Bibirnya perlahan bergerak membaca tulisan yang tampak amburadul di atas kain. Hatinya berdegup kencang seiring kalimat-kalimat yang dibacanya. Namun, ketika tinggal satu kalimat lagi, sebuah ketukan tiba-tiba terdengar. Zenia dengan cepat menaruh kain itu di bawah bantal. "Hai! Senang melihatmu lagi." Pria bersurai cokelat muncul di balik pintu, itu a
‘Ibu?’‘Ibu .... Temukan kami dan bawa kami bersamamu!’‘Ibu!’‘Ibu!’‘Ibu!!!’Mata bulat itu terbuka lebar. Hal pertama yang dilihatnya adalah langit biru yang indah. Zenia menghirup dalam-dalam udara sejuk. Sekujur tubuhnya yang basah membuat dia sedikit menggigil.“Ah?” Selembar kain besar tiba-tiba berada di atas tubuhnya.“Apa kau baik-baik saja?”Zenia yang masih terbaring melihat sekeliling. Di samping kanannya ada seorang gadis berambut merah, dan kirinya seorang gadis dengan rambut yang dikepang dua.“Aku merasakan sakit di sekujur tubuhku,” rintih Zenia.“Perlahan.” Dua gadis itu membangunkan tubuh basah Zenia dan menyandarkannya pada batu besar.“Berikan kulit singa itu. Kita harus menghangatkan tubuhnya dulu,” kata Nancy kepada seorang pria yang m
“Aku datang untuk anakku!” Pernyataan Zenia cukup membuat keempat pemburu itu terkejut. Semua terdiam ketika buliran mulai mengalir di pipi gadis cantik itu. “Sekarang, anakmu ada di mana?” Jack yang kembali memanggang hasil tangkapannya bertanya. “Kerajaan Axton. Aku datang ke sini untuk membawa kembali anakku.” Walaupun Zenia tampak tegar dan berambisi, matanya tak dapat menyembunyikan kesedihan yang teramat. Ya, itu adalah perasaan seorang ibu. “Aku mengerti.” Nancy menarik perhatian semua orang. Dia menatap Zenia dengan takjub. “Dia adalah wadah pangeran Zein! Apakah kalian tidak mengerti? Dia datang dari masa depan, dia adalah wadah itu!” Zenia tersenyum. Akhirnya salah satu di antara mereka mengerti juga. Moana dan Jack sampai meninggalkan panggangan mereka dan menghampiri Zenia. Antusias terlihat jelas di wajah mereka. “Bagaimana caramu sampai di sini?” Jack bertanya dan Moana yang kesal. “Bodoh! Sebelumnya dia s
Mata lentik itu perlahan terbuka. Gadis itu memaksa mengumpulkan kesadaran di tengah rasa kantuknya. Cahaya matahari pagi itu sangat indah, ditambah lagi dengan kicauan burung. Ah, Zenia sangat merindukan suasana seperti ini.Ketika terbangun, Zenia mendapati keempat pemburu itu sudah bangun dan melakukan aktivitas masing-masing, seperti Nancy. Gadis itu tengah mencuci rambut merahnya di sungai. Lalu Taurus yang tengah mengasah pisaunya. Alis Zenia mengerut, pria itu gemar sekali mengasah, pikir Zenia."Jangan paksa aku, Jack!""Kenapa? Aku tidak memaksa, kau tahu. Aku hanya meminta belas kasihanmu!""Tetap tidak mau!""Moana, ayolah! Temani aku ke istana. Aku janji akan mengontrol mulut cerewet ibuku. Jika kau tidak pergi bersamaku, dia tidak akan mau bicara denganku. Tolonglah ...."Lagi-lagi perdebatan kecil antara Jack dan Moana. Zenia tertawa kecil, dua manusia itu sangat lucu. Jack si pria cerewet, dan Moa
"Aku bukan Felicia," kata Zenia. Alisnya menyatu, heran kenapa mereka selalu memanggilnya dengan nama Felicia."Wajah kalian seperti kacang di belah dua, benar-benar mirip!" Jack yang heboh sendiri.Nancy dan Moana mengangguk setuju. Sedang Taurus, pria itu kembali menaiki rumah pohon tanpa berterima kasih kepada Zenia."Apa kau tidak akan berterima kasih padaku? Akulah penyelamatmu hari ini." ketus Zenia.Taurus sama sekali tidak merespons."Dia memang seperti itu." Nancy menepuk bahu Zenia.Zenia mengangkat bahunya. Sebenarnya, dapat atau tidaknya ucapan terima kasih, Zenia sama sekali tidak peduli. Sekarang, dia juga kebingungan dengan dirinya sendiri. Apa yang dilakukannya beberapa waktu lalu bukanlah dalam kendalinya.Zenia menghampiri Jack. "Kapan penyerahannya.""Tujuh hari lagi, sehari sebelum gerhana," kata Jack. Ia masih setia menatap wajah Zenia."Waktuku tidak banyak lagi." Zenia mengangguk. Mengucapkan terim
"Aku akan masuk setelah kau berada di dalam istana. Beri aku sebuah kode perintah saat kau selesai menari. Mengerti?"Zenia mengangguk pelan. "Kodeku adalah 'Z'," kata Zenia.Taurus mengangguk, lalu berlari menuju belakang istana.Zenia menatap bangunan besar istana di depannya. Dia merasa sedikit gugup."Jumlah kita sudah lengkap, ayo kita masuk!"Suara Ibu Moana membuat kegugupan Zenia semakin besar, begitu juga dengan tekadnya. Apa pun bahaya yang nanti menimpanya di dalam sana, Zenia percaya itu tidak akan cukup membuatnya terbunuh, karena dia adalah seorang ibu.Suasana yang awalnya riuh mendadak hening ketika Zenia dan sembilan penari lainnya memasuki aula pesta."Hei, kenapa kalian menutup separuh wajah kalian dengan kain hitam?" Seorang pangeran yang entah dari kerajaan mana bersuara. Tampaknya dia sedang kesal karena tak bisa menikmati wajah cantik para penari seutuhnya.Ibu Moana yang merup
Tubuh Zenia menegang. Nafasnya memburu. Keringat pun mulai membasahi telapak tangannya. Perlahan dia berbalik, tapi seseorang yang berdiri di depannya itu membuatnya dapat bernapas lega."Ayo, kita harus cepat. Pangeran Taurus ada di sekitar sini. Dia mungkin mulai menyadari siapa dirimu." Taurus mengambil tangan Zenia lalu menariknya keluar dari ruangan yang berisi alat-alat perang.Setelah berjalan dalam kewaspadaan, Zenia dan Taurus pun sampai di depan pintu sebuah kamar. Dalam satu hembusan nafas, Zenia dengan gemetar membuka pintu tersebut. Hal pertama yang dilihatnya adalah tiga pengasuh wanita yang tergeletak di lantai. Dia dan Taurus berjalan masuk lebih dalam lagi."Zenia?"Zenia menoleh ke sudut ruangan. Di sana berdiri Nancy bersama Moana, serta ... seorang bayi laki-laki. Zenia segera menghampiri mereka."Bayiku?" tanya Zenia tak percaya. Air mata gadis itu sudah mengalir membasahi kedua pipinya.Nancy dan Moana