Share

4. Prabarini

Beberapa senjata tampak berseliweran ke atas mengejar sosok Danurwenda yang berkelebat sambil membopong gadis yang menjadi incaran perampok.

Tetapi semuanya tidak ada yang menemui sasaran. Lalu kawanan perampok ini segara mengejar. Sayangnya Danurwenda sangat cepat berkat Ilmu Hampang Awak. Sosoknya langsung lenyap dan para pengejar kehilangan jejak.

Si gadis merasakan jantungnya melayang ketika mendapati dirinya seolah terbang. Dia juga terpesona menatap wajah si pemuda yang cukup memikat hati.

Entah kenapa hatinya langsung percaya kalau di pemuda hendak menolongnya. Padahal belum mengenalnya. Mungkin karena Danurwenda tidak menutup wajahnya, jadi bukan bagian dari kelompok perampok itu.

Setelah jauh dari kejaran perampok, Danurwenda mendarat dengan indah lalu menurunkan gadis yang digendongnya.

"Aku kira mereka tidak akan menemukan kita, di sini sudah aman!"

Danurwenda mengajak si gadis duduk di bawah pohon rindang. Angin berhembus pelan terasa menyejukkan dan menghapus keringat setelah beberapa saat dibuat tegang.

"Terima kasih, tapi bagaimana dengan pengawalku?"

"Biarkan saja, aku yang akan mengantarmu. Oh, ya, kau pasti orang penting. Ke mana aku harus mengantarmu pulang?"

"Aku mendapat kabar bahwa ayahku telah dibunuh, jadi aku hendak mengunjungi tempat kerjanya. Di sana juga ada kakakku...."

"Tunggu," sela Danurwenda "siapa ayahmu?"

"Senapati Mandura,"

"Kebetulan sekali, jadi kau putrinya?"

"Iya, kebetulan bagaimana?" Si gadis berpakaian bagus yang menambah aura kecantikannya ini kerutkan kening.

"Siapa dulu namamu?" tanya Danurwenda dengan sedikit senyum membuat jantung si gadis berdetak cepat.

"Prabarini, kau siapa?"

"Aku Danurwenda!" Si pemuda tidak ragu menyebut namanya walau tahu seperti apa sikap si gadis nantinya.

Benar saja Prabarini langsung terkesiap. Wajahnya agak memerah dan secara refleks beringsut menjauh.

"Kau... pembunuh ayahku!" seru Prabarini. Kali ini dia seperti ketakutan. Kiranya lepas dari kejaran singa masuk ke kandang macan.

"Bukan!" tukas Danurwenda.

"Sudah banyak saksinya, bahkan kakakku sendiri yang menyaksikan. Kau masih mengelak?" Suara Prabarini agak meninggi.

"Aku dijebak!"

"Kalau begitu buktikan jika kau tidak bersalah!"

"Ini memang sulit, tapi sesungguhnya aku benar-benar tidak membunuh ayahmu. Aku kira kau juga tidak akan mengerti jika aku jelaskan,"

"Apa lagi yang ingin kau jelaskan?"

"Ini berkaitan dengan dunia kependekaran, aku takut kau tidak akan memahaminya,"

"Jelaskan saja, karena aku juga ingin tahu bagaimana ayahku tewas di tanganmu!"

Danurwenda mendesah keras, tapi dia mengerti apa yang dipikirkan Prabarini. Lalu dia menceritakan kejadiannya dimulai dari mendapatkan titipan dari Bekel Janitra sampai tewasnya Senapati Mandura oleh suara aneh seperti serangga malam.

"Aneh, seperti tidak masuk akal!" ujar Prabarini setelah Danurwenda selesai menjelaskan.

"Sudah kuduga, kau tidak akan mengerti,"

"Lalu apa rencanamu?" tanya si gadis bertubuh sintal ini.

"Kalau kau percaya padaku, akan aku cari orang yang mengeluarkan suara serangga itu. Dia pasti menggunakan semacam ilmu hitam!"

"Bagaimana kalau kau tertangkap lebih dulu sebelum membuktikan kebenarannya?"

Danurwenda terdiam. Perkataan Prabarini memang benar. Sedangkan dia sendiri masih buta siapa musuh yang telah mencemarkan nama baiknya ini.

"Tadinya aku berharap kau mau percaya dan mendukungku untuk membongkar siapa dalang sesungguhnya di balik kejadian ini!" harap Danurwenda.

Diam-diam Prabarini menatap bola mata si pemuda begitu dalam seperti hendak menelannya saja. Dari sorot mata Danurwenda yang sendu itu terdapat sinar kejujuran.

Di samping itu Danurwenda sudah terkenal sebagai pendekar beraliran lurus. Tidak ada motif untuk apa membunuh Senapati Mandura, kecuali dia pembunuh bayaran.

"Baiklah, karena kau sudah menolongku. Aku juga akan membantumu sesuai apa yang aku bisa!"

Wajah Danurwenda berubah cerah setelah murung beberapa saat.

"Terima kasih, walaupun aku belum tahu harus mulai dari mana. Tetapi aku kira bisa dimulai dengan memeriksa kembali jasad ayahmu,"

"Aku setuju, jasad ayahku tidak akan dikubur sebelum aku datang melayatnya untuk yang terakhir kali,"

"Terus, kenapa kamu cuma sendirian tidak bersama ibumu?"

"Ibuku sudah meninggal!"

"Oh, maaf!"

Akhirnya mereka berangkat menuju markas Senapati Mandura. Mungkin kali ini tidak secara terang-terangan sebab status Danurwenda masih buronan.

Ada perasaan lain dari sudut mereka sebagai manusia menuju dewasa. Di mana ada ketertarikan ketika melihat lawan jenis yang begitu membangkitkan gelora.

Usia Prabarini mungkin terpaut dua tahun lebih muda dari Danurwenda. Usia keduanya sudah memasuki masa-masa kasmaran.

Apalagi melihat wajah tampan dan perawakan gagah, juga paras jelita dengan tubuh mulus, kencang dan bentuk yang ideal bagi para wanita.

Sejenak terlupakan masalah yang sedang menimpa mereka ketika masing-masing menikmati pemandangan indah dari teman seperjalanan.

Namun, suasana hati yang berbunga-bunga itu menjadi terganggu ketika tiba-tiba saja mereka dihadang beberapa orang bertopeng. Topeng yang dikenakan mereka begitu tidak asing.

"Kalian lagi!" seru Danurwenda, "kenapa tidak sekalian majikan kalian yang muncul?"

Sebagai jawabannya sebuah serangan bersama dibangun orang bertopeng kayu yang berjumlah tujuh orang ini. Serangan yang bukan hanya mengincar Danurwenda, tapi juga Prabarini.

"Tetap di sini!" kata Danurwenda.

Ilmu Hampang Awak langsung diperagakan. Kali ini dipadukan dengan jurus yang lain yaitu Benteng Seribu.

Dengan ilmu Hampang Awak, Danurwenda bergerak ringan dan cepat dengan Prabarini sebagai porosnya. Lalu jurus Benteng Seribu adalah jurus pertahanan.

Tenaga dalam dialirkan pada tangan dari kepalan sampai siku. Tenaga dalam ini membuat kedua tangannya menjadi sekuat benteng yang terbuat dari batu gunung yang besar.

Dengan tangan yang kuat ini Danurwenda menangkis setiap serangan lawan yang bertubi-tubi datangnya. Bahkan senjata anak panah kecil ciri khas kelompok ini tidak mempan terhadap tangan Danurwenda.

Takk!

Trakk!

Setiap pukulan orang bertopeng seperti menghantam dinding batu dan senjata andalan mereka pun tak mampu memberikan hasil.

"Jangan harap bisa menyentuh kami, ya!" teriak si pemuda.

Danurwenda berputar mengelilingi Prabarini seperti pusaran angin. Tujuh orang bertopeng tidak dapat merangsek maju selalu tertahan Jurus Benteng Seribu.

"Sialan, jurus apa lagi ini?" dengus salah seorang bertopeng.

"Pendekar satu ini memang tidak bisa ditebak!" sahut yang lain.

Sementara biarpun keadaannya terlindungi, tapi tetap saja Prabarini panik. Wajahnya memucat. Sinar kecemasan memancar dari kedua matanya yang lentik.

"Tenang saja, tetap jangan bergerak!" Danurwenda menguatkan hati si gadis.

Sudah selayaknya laki-laki ingin tampil jadi pelindung bagi wanita. Bahkan lelaki yang paling bodoh atau tidak memiliki kemampuan beladiri juga akan melakukan tindakan yang heroik demi wanitanya.

Prabarini pun mulai kagum melihat Danurwenda yang seolah menjelma jadi dewa penolong. Sebelumnya dia hanya merasakan dibawa terbang saja oleh ilmu meringankan tubuh.

Beberapa lama keadaan tampak seperti itu. Tujuh orang bertopeng tidak bisa menembus pertahanan Danurwenda. Cukup membuat hati mereka dongkol.

"Gila, tujuh orang tidak bisa menembus jurus ini!" seru salah satu si topeng lagi.

Berikutnya Danurwenda tambah tenaga dalam lebih besar lagi ke sepasang tangannya. Sampai-sampai kulit tangannya memancarkan cahaya hitam. Masih dengan jurus Benteng Seribu, hanya ke tingkat yang lebih tinggi.

"Sekarang rasakan ini!" seru Danurwenda.

Dengan tangan yang lebih keras lagi, Danurwenda tidak hanya menangkis, tetapi tangkisan itu dijadikan serangan balasan.

Dess!

Krakk!

Krakk!

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Selyn Horo
Asikkk sekali
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status