Share

Sebuah Tragedi

"Pokoknya, gue nggak mau tau. Cecil, harus jauh dari Yoga, apapun caranya," begitulah yang selalu ada dalam kepala Nala, akhir-akhir ini. Cewek itu benar-benar kesal dengan keberadaan Cecil, yang menurutnya sudah mengganggu ketentraman pertemanannya dengan Yoga. Cewek itu, kembali mengetuk-ngetuk layar ponselnya untuk menghubungi seseorang.

Tapi, belum sempat ia menekan tombol untuk menelpon orang yang dimaksud, orang itu sudah ada di belakangnya, ia menyentuh punggung Nala, untuk memberitahukan eksistensinya.

"Kenapa lo manggil gue?" Kata orang itu tiba-tiba membuat Nala terkaget. Cewek itu pun, berbalik, menghadapkan wajah ayunya pada laki-laki berbadan kekar dengan tato melingkar di lengannya.

"Ngangetin aja sih, salam kek gitu," kata Nala, protes namun diabaikan begitu saja oleh pria bertato yang tampak mengerikan itu. Laki-laki itu malah memutar bola matanya, tanda bahwa ia benar-benar tidak peduli dengan perkataan Nala yang sedang menyindirnya itu.

"Nggak usah banyak bacot, tugas gue apa?" Katanya tidak ingin berbasa-basi dengan Nala. Cewek itupun sama, tidak nyaman baginya mengobrol dengan orang yang lebih suka menggunakan otot dibanding otak seperti pria lusuh yang satu ini. Iapun, menyerahkan sejumlah uang pada preman teri itu.

"Segini doang? Mana cukup?" Kata pria itu meminta uang lebih pada Nala. Tentu saja Nala menolak. Meski sebenarnya juga takut, ia tidak akan begitu mudahnya menuruti permintaan orang yang sebenarnya ia panggil untuk ia perintah itu.

"Sabar dong, lo kan belum tau tugas lo apa, udah minta tambahan duit aja. Nih, lo liat cewek ini!" Kata Nala, memperlihatkan foto Cecil, di dalam telepon genggamnya. Laki-laki bertato itupun langsung  terpesona melihat kecantikan Cecil yang diperlihatkan Nala melalui foto di hpnya. Tapi, laki-laki itu memilih diam, ia tidak mau menimbulkan kecurigaan pada hati Nala. Dalam hati, ia sudah membidik Cecil, sebagai target barunya hari ini.

"Tugas lo, cuma peringatin nih cewek, biar gak deket-deket lagi sama Yoga. Bilang Lo kakaknya Yoga, saudara atau apapun itulah lah. Biar si Cecil, jadi il feel sama Yoga dan ngejauh. Inget ya, tugas lo cuma itu aja. Jangan berbuat apa-apa selain itu, jangan sampe Cecil luka SEDIKITPUN. Gampang kan? Cukuplah duit segitu," kata Nala, yang langsung dibalas anggukan oleh preman pasar itu. 

Meski terlihat pengecut, Nala tidak ragu melakukan hal ini pada Cecil. Sebab, ia sudah pernah melakukannya pada cewek lain yang menyukai Yoga sebelumnya dan terbukti berhasil. Toh, Cecil tidak akan kenapa-kenapa. Sebagai sesama perempuan, ia juga tidak ingin Cecil, menerima kekerasan dari laki-laki. Ia memang pernah berniat baku hantam dengan Cecil. Tapi tentu saja tenaga laki-laki dan perempuan berbeda. Lagipula, ia hanya bermaksud untuk menjauhkan Cecil dari Yoga, hanya itu.

"Oke, gue terima tawarannya," kata preman itu sembari mengangguk-angguk. Nala yang melihatnya hanya mengernyit keheranan. Tapi, ia memilih mengabaikan hal itu dan menikmatinya saja.

"Gini dong kalo gue mintain tolong, gak usah banyak cing cong. Langsung aja disambet, kerja gampang dapet duit lagi. Inget ya, lo nggak boleh nyakitin Cecil, ngerti?" Kata Nala, memperingatkan sekali lagi agar laki-laki kekar itu tidak macam-macam dengan Cecil. Kalau cewek itu sampai kenapa-kenapa, lalu mengadu pada ayahnya, bisa terancam nanti Nala.

"Yaudah, gue samperin nih cewek pulang sekolah ya," kata laki-laki itu sambil berlalu pergi meninggalkan Nala yang langsung menuju kelasnya. 

Waktu berlalu begitu cepat, tidak terasa sudah waktunya bagi anak-anak SMA Nusa Bangsa untuk pulang, meninggalkan aktivitas melelahkan yang sudah menguras pikiran sejak pagi. Meski demikian, Cecil dan Adrian, pulang  dua jam lebih lama karena mereka harus menyelesaikan tugas kelompok  yang akan dikumpulkan besok.

Alhasil, saat pulang, suasana sekolah sudah sepi. Saat itu, Cecil menunggu Adrian, yang sedang mengambil motornya di parkiran. 

Biasanya, para siswa memang memilih melewati pintu belakang sekolah saat pulang. Pintu belakang memang menuju langsung dengan jalan raya yang bisa mereka lewati. Tapi, sebelum sampai ke jalan raya, para siswa biasa melewati lorong sempit yang diapit dinding pembatas sekolah dan perumahan warga. 

Lorong sempit itu hanya bisa dilewati oleh satu motor saja. Di sanalah Cecil menunggu. Tanpa diduga, seseorang telah menantinya di sana. Cowok berbadan kekar dengan tato melintang di lengannya menatap lekat Cecil dari atas ke bawah.

"Gila, ni cewek lebih cantik aslinya dari pada yang di foto," kata laki-laki itu tersenyum penuh nafsu pada Cecil yang masih tidak mengetahui keberadaannya. "Hai cantik, apakabar?" Kata orang itu menyapa.

Cecilpun berbalik, melihat siapa yang menyapanya. Cecil, begitu terkejut melihat penampakan laki-laki yang ada di belakangnya itu. Secara refleks, ia memundurkan langkahnya, menghindari laki-laki bertampang garang yang sedang mencoba untuk mendekatinya itu.

"Hai Neng, mau tanya, ruang guru mana ya? Saya mau nemuin guru, ada urusan penting tentang adik saya yang sekolah di sini," kata laki-laki itu mencoba memancing Cecil. Untuk sementara, Cecil bisa tenang, ia sudah berburuk sangka dengan orang itu.

"Kalau ruang guru mas lurus aja ngikutin jalan parkiran ini terus belok kiri lurus terus nanti ketemu ruang guru," kata Cecil, mencoba ramah.

"Oh, gitu. Kalau saya mau ke hati Eneng, jalannya lewat mana?" Kata pria itu mulai mendekati Cecil. Cewek itupun mulai takut.

"Siapa lo? Jangan deket-deket gue!" Kata Cecil, membentak orang yang menyeringai menakutkan padanya itu. Bukannya menjauh, cowok itu malah semakin mendekat, ia juga menertawakan ucapan Cecil tadi seolah meremehkan.

"Jangan galak-galak gitu dong, ilang nanti cantiknya," katanya sambil terus mendekat ke arah Cecil, tidak peduli jika Cecil amat ketakutan melihatnya. Melihat Cecil ketakutan, justru menjadi hiburan tersendiri bagi cowok itu. 

"Jangan deket-deket gue bilang! Ardiaan!" Teriak Cecil, mencoba memanggil Adrian. Laki-laki itu tentu saja panik dan langsung membekap mulut Cecil dengan tangan besarnya yang kecoklatan. Cecil berusaha meronta, tapi tenaganya tentu tidak sebanding dengan lawannya.

Tanpa disangka-sangka, pria itu memojokkan Cecil pada dinding, memandang penuh nafsu mata Cecil yang berair dan mencoba mengecup cewek itu. Tentu saja, Cecil sangat takut sampai tubuhnya bergetar dan isakannya semakin keras.

"Diem, gue gak bakal macem-macem lo tenang aja!" Katanya pada Cecil yang mulai menangis. Untungnya, Yoga yang kebetulan lewat melihat hal itu dan langsung memukul preman yang sudah berani mengganggu Cecil itu.

Menerima pukulan keras di pipi kirinya hingga lebam, tentu saja membuat preman itu marah. Ia berniat memukul balik Yoga. Namun, begitu melihat Yoga, preman itupun langsung memilih kabur saja. Sebab, ia tahu Yoga adalah teman yang biasa pergi bersama Nala. Dan yang lebih parah, Yoga pasti bisa mengenalinya.

"Woy, pengecut. Jangan kabur lo!" Kata Yoga, berusaha mengejar preman itu pada awalnya. Tapi, begitu melihat Cecil, yang terjongkok sambil menangis ia lebih memprioritaskan Cecil pada akhirnya.

"Ada apaan nih?" Adrian akhirnya muncul. Cowok itu begitu terkejut melihat keadaan Cecil yang tampak kacau. "Cecil, lo kenapa?" Kata Adrian sambil merengkuh Cecil dalam pelukannya. Ia sempat melirik Yoga. Tapi rasanya tidak mungkin jika Yoga pelakunya.

"Drian, lo bawa Cecil pulang. Gue mau kejar tu bajingan," kata Yoga membuatnya mengerti dengan kejadian ini.

"Oke, lo ati-ati," kata Adrian sambil merengkuh bahu Cecil, yang tampak masih begitu terkejut dengan segala yang terjadi hari ini. Sepertinya, ia tidak ingin lagi terlibat urusan sekolah ini.

Cecil juga ingin bahagia

  

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status