Share

Bab 7 Semuanya Begitu Menarik Untukku

Hanna tersenyum melihat anak kecil yang sedang jalan berlenggak-lenggok. Dia bergaya seolah menjadi model yang sedang berjalan diatas catwalk.

Lucu. Dia membayangkan dirinya kecil yang juga sering bertingkah seperti itu. Kadang memang imajinasi anak kecil itu begitu banyak. Berbagai profesi yang sering dibayangkan, bahkan langsung dipraktekkan. Dan rasanya memang sangat menyenangkan.

"Hei awasss!" Teriak Hanna.

Bruukk

Anak perempuan itu tersungkur jatuh kesisi jalan, sementara sepeda motor yang menyerempetnya justru kabur. Sungguh tidak bertanggung jawab.

Hanna berjalan mendekati anak kecil itu.

"Kamu nggak apa-apa dek?"

"Nggak apa-apa Tante..."

"Ada apa mbak Hanna?"

Hendro yang baru datang mengambil motornya begitu kaget saat melihat Hanna dan anak kecil duduk ditrotoar.

"Mas Hendro, adeknya keserempet motor dan pelakunya malah kabur."

Hendro terlihat kaget juga mendengar cerita Hanna. Memang saat sore pasar disini ramai.

"Tante antar kamu ke klinik ya biar dibersihkan lukanya."

"Aku enggak apa-apa Tante. Ini hanya luka kecil kok. Tapi....." Gadis kecil itu menatap sedih pada tomat dan juga bawang merah yang menggelinding dengan bebas ke tengah jalan, bahkan ada yang hampir masuk ke selokan.

"Tomat? Biar Tante yang ambil. Kamu tunggu disini dulu."

Hanna dan Hendro berlarian mengejar tomat-tomat itu. Rasanya lucu sekali melihat mereka sedang mengejar tomat dan bawang merah itu.

"Sudah semua mbak Hanna." Ucap Hendro. Keringat sebesar biji jagung sudah memenuhi keningnya.

"Mas Hendro kamu antar adek ini pulang ya? Kasihan kalau harus jalan kaki. Nanti aku pulang naik ojek saja. Oke mas Hendro!" Ucap Hanna dengan senyum manisnya.

Hendro hanya mengangguk pasrah. "Jika mbak Hanna-ku sudah tersenyum manis begitu. Mana mungkin aku tidak menurut." Ucapnya lirih namun, masih terdengar oleh Hanna. Sehingga dia pun ikut tersenyum melihat wajah Hendro yang terlihat cemberut.

Sore itu Hanna masih duduk dibangku kosong pinggir jalan. Memijat pelan kakinya yang terasa lelah.

"Bu, tolong dibeli daganganku. Sejak tadi belum ada yang beli." Ucap bocah laki-laki penjual gorengan yang usianya mungkin sekitar 11 tahun.

"Coba lihat apa saja yang kamu jual dek..."

Penjual kecil itu membuka penutup makananannya. Ada berbagai macam gorengan yang terlihat begitu lezat dan masih panas.

Anak kecil itu segera mengambil gorengan untuk dimasukkan dalam kresek putih.

"Aku Ndak ada kembalian?" Bocah kecil itu terlihat bingung. Karena Hanna menyerahkan uang 50 ribu padanya. Sementara, dia tidak memiliki kembalian karena belum ada yang membeli dagangannya.

"Gak papa kamu ambil saja."

Hanna kembali melanjutkan langkah kakinya.

Sampai dipertigaan jalan dia melihat ibu-ibu yang kesulitan membawa beberapa barangnya. Tanpa ragu dia segera menawarkan bantuan pada perempuan paruh baya itu. Meskipun, dirinya sendiri tentu masih kesulitan dalam melangkah. Tapi, jiwa sosial Hanna tidak bisa hilang begitu saja.

Waktu sudah menunjukkan pukul 5 lebih 10 menit. Ternyata langit cerah membuatnya terlena dengan waktu yang seolah enggan untuk berganti petang. Dirinya harus segera mencari ojek untuk bisa mengantarnya pulang.

Sementara, itu dari sisi jalan yang semula Hanna lewati. Mobil Lexus warna hitam sejak tadi sudah terparkir disana. Mengamati dan melihat semua yang dilakukan Hanna. Perempuan aneh dan juga baik hati. Begitu yang dipikirkan oleh Arsyad.

Pulang dari makam tadi dia sengaja lewat pasar karena jaraknya lebih dekat menuju ke rumahnya. Namun, siapa sangka dia justru bertemu dengan Hanna.

Bahkan, Arsyad sampai tersenyum saat melihat Hanna mengejar tomat yang menggelinding jauh dan hampir masuk selokan. Padahal langkah kakinya saja masih terlihat berat. Tapi, perempuan itu tetap mencoba mengambil tomat-tomat yang terjatuh itu.

'Kenapa semua yang dia lakukan selalu membuatku tertarik.' gumamnya lirih.

Melihat Hanna yang lelah dan duduk di bangku depan ruko membuatnya ingin berlari ke arahnya. Baru saja Arsyad hendak membuka pintu mobilnya. Namun, sebuah sepeda motor matic dengan jaket warna hijau sudah berhenti di depan Hanna.

**

Hanna sudah tiba di rumah Arsyad lebih dulu. Namun, tanpa dia sadari sejak tadi Arsyad terus mengikutinya dari belakang.

Hanna langsung berjalan menuju kamarnya. Keringat membuat tubuhnya terasa lengket. Ia harus segera mandi.

Tak perlu waktu lama baginya untuk mandi. Karena dia ingat kembali untuk segera minta izin cuti pada Arsyad. Selepas sholat Magrib dia langsung menghampiri Jumiati yang sedang membereskan meja makan.

"Mak Jum...."

"Kenapa nduk?"

"Tuan Arsyad sudah pulang apa belum?"

"Sudah. Wong pulangnya tadi hampir bareng sama kamu. Kamu belum izin ya sama den Arsyad?" Tanya Jumiati.

"Belum Mak.... Kalau nggak dapat izin gimana ya?"

"Pasti diizinin... Den Arsyad orangnya baik."

"Sekarang kamu coba datang ke ruang kerjanya. Biasanya sehabis makan malam, den Arsyad ada disana untuk bekerja."

Hanna mengangguk dan segera melangkahkan kakinya untuk menuju ke ruang kerja Arsyad.

Ia berdiri cukup lama di depan pintu. Bingung, bagaimana caranya dia harus menyampaikan keinginannya. Selama ini dia tak kuasa untuk bicara saat mendengar suara Arsyad yang sungguh mampu membuat semua perempuan jatuh cinta padanya.

Hanna menghirup udara dalam-dalam, lalu ia hembuskan dengan pelan. Tangan kanannya mengudara, siap mengetuk pintu ruangan itu.

Klek

Pintu terbuka dari dalam, Arsyad berdiri dengan wajah bingung dan kaget, begitupun dengan Hanna. Kedua netra mereka saling mengunci satu sama lain. Debaran jantung Arsyad kembali bertalu-talu. Dia ingin sekali bertanya pada Hanna tentang masa kecilnya dulu. Namun, hingga saat ini belum ada kesempatan untuk itu.

"Hanna, ada apa?"

Hanna segera menurunkan tangannya yang sejak tadi mengudara. Dia langsung menundukkan pandangan matanya.

"Emmm maaf Tuan. Bisakah saya...."

"Massss.... Mas Arsyad, kamu dimana mas?"

Arsyad sangat hafal dengan suara itu. Ia sungguh tidak ingin melihat perempuan itu saat ini. Rasanya begitu muak, dan dia benci sekali jika harus melihat wajah itu lagi sekarang.

Ia segera menarik tangan Hanna dan masuk ke dalam ruang kerjanya. Mengunci pintu dan menutup bibir Hanna dengan telunjuk tangan kanannya.

Ini adalah tindakan absurd kedua yang dilakukan oleh Arsyad. Entah bagaimana dia selalu melakukan hal tak terduga. Padahal mereka juga tidak perlu sembunyi seperti ini. Hanya saja Arsyad memang tidak ingin bertemu dengan istrinya.

"Mas, kamu dimana sih? Apa jangan-jangan dia enggak pulang lagi karena tahu aku datang. Sialan."

Terdengar gerutuan kesal Casandra dari balik pintu ruang kerjanya. Perempuan itu juga sempat membuka pintu ruangan Arsyad yang terkunci itu.

Arsyad menatap Hanna yang terus menundukkan pandangannya, gemas sekali rasanya. Kedua sudut bibirnya tertarik ke atas. Memandang wajah cantik Hanna dengan jarak sedekat ini. Sungguh jika bisa ia ingin sekali mencium bibir ranumnya. Melepaskan segala rasa rindu yang selama ini ia pendam. Arsyad begitu yakin bahwa dia memang Hanna yang selama ini ia cari.

Dua mata coklatnya yang selalu berbinar. Bulu mata lentik dan juga hidung bangirnya sangat pas diwajah Hanna. Semua terlihat sempurna dipandangan Arsyad.

"Emmm Tuan, maaf. Kenapa saya dan Anda harus bersembunyi disini?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status