Share

Lupakan Cewek Murahan Itu!

"Ma, lihat baliho di depan itu!" tunjuk Nadira dari dalam mobil yang dikemudikan oleh Nyonya Femmy Bintoro. 

Mama dari Nadira dan Martin itu mendengkus sinis setelah membaca tulisan serta foto perempuan cantik di baliho jalan raya kota Bandung yang sedang dilewatinya. 

Nyonya Femmy pun mengomentari hubungan puteranya dengan Cherry, "Ckckck ... seperti dugaan Mama 'kan, Dira?! Untung aja adik kamu tuh encer otaknya jadi bisa kuliah di luar negeri. Apa jadinya kalau Martin sekolah di sini terus ketemu, pacaran sama Cherry si anak tukang ojek itu?" 

"Dira nggak nyangka saja sih ya, si Cherry bakal jadi penyanyi bar. Perempuan malam kayak gitu pasti sering di-booking sama om-om hidung belang pastinya. Dia apa nggak malu tuh fotonya dipajang di baliho jalanan?!" timpal Nadira memandang profesi Cherry begitu rendah.

"Pastinya begitu, Dir. Sudah kepalang basah nyebur sekalian. HA-HA-HA. Duit haram tuh dapetnya lebih gampang, dia bisa berkilah kalau kerjaannya dia lakuin demi keluarganya yang miskin itulah!" ujar Nyonya Femmy seolah-olah memang benar Cherry bekerja menjual diri di tempat hiburan malam kota Bandung.

Sementara itu di Merlino Cafe and Bar, Cherry yang menjadi primadona singer di tempat itu sedang berlatih vokal bersama Om Sandro yang biasa menjadi pemain keyboard tunggal pengiringnya. Namun, Tuan Merlino kini telah menambah gitaris, bassis, dan drummer juga untuk mendukung penampilan panggung penyanyi andalannya. 

Tak jarang beliau mengundang artis ibu kota untuk berduet bersama Cherry untuk menarik minat pengunjung cafe and bar miliknya.

Suara merdu Cherry yang menyanyikan lagu Melawan Restu yang dipopulerkan oleh Mahalini terdengar penuh penghayatan. Para pemusik yang bermain mengiringi nyanyian gadis belia itu merasa hatinya ditusuk-tusuk pedih karena terasa sekali hingga ke batin kesedihannya.

"Cher, loe nyanyi kayak curhat aja sih! Gue tumben denger loe bawain lagu itu, asli kayak pengin mewek jadinya," ujar Kevin yang menjadi gitaris di panggung itu dengan mata berkaca-kaca.

Gadis itu menghela napas dalam-dalam lalu dia pun menjawab tanpa air mata, "Iya. Itu kisahku, Vin. Pada akhirnya memang harus kandas. Aku selalu bilang ke cowokku, nggak ada manusia di dunia ini yang bisa milih di keluarga mana dia dilahirkan. Kebetulan orang tuaku bukan berasal dari keluarga yang berada seperti cowokku. Apa mesti aku pertahanin cintaku yang melawan restu ini?"

Kebetulan Om Sandro juga mendengar curahan hati Cherry. Dia tahu bahwa gadis itu sekalipun nampaknya lemah gemulai, tetapi punya prinsip yang kuat dan tidak murahan. Dia pun menyahut, "Cher, kamu itu masih muda. Masa depanmu masih panjang, jadi nggak usah berkecil hati. Satu pintu yang tertutup di depanmu, pasti akan memberikan pilihan pintu lain yang terbuka suatu saat nanti!"

"Makasih nasihatnya, Om. Cherry mau fokus merajut masa depan aja dulu, nggak mau pacaran!" tukas Cherry yang memang masih ABG baru lulus SMA beberapa bulan yang lalu. 

***

Sudah berbulan-bulan Martin kehilangan jejak kekasihnya yang ada di Bandung. Kesibukan kuliahnya di negeri kangguru itu memang sempat membuatnya tidak terlalu melankolis. Namun, ketika mamanya menelepon sebelum dia tidur malam, Martin pun memberanikan dirinya untuk bertanya tentang kabar Cherry.

"Ma, apa sempat ketemu Cherry akhir-akhir ini?" tanya pemuda itu hati-hati.

Namun, segera dia menyesali telah bertanya kepada mamanya mengenai pacar SMA-nya dulu. 

"Ngapain juga kamu urusi si Cherry yang murahan itu, Tin?! Dia tuh jual diri di tempat hiburan malam di Bandung. Fotonya aja ada di baliho jalanan berikut namanya tuh 'Cherry Ayudia' gede dan jelas banget. Kalau kamu masih pacaran sama dia, mau ditaruh mana muka papa mama kamu, Tin?!" cerocos mamanya yang membuat Martin serba salah. Dia mau membela pun rasanya terlalu riskan, Martin sama sekali tidak tahu perkembangan kehidupan pacarnya tersebut.

"Kamu kok diem, Tin? Syok pasti ya? Udah lupain aja si Cherry ... kayak nggak ada cewek lain aja sih! Cari cewek bule yang cantik, pinter, kaya buat jadi mantunya Mama sono," timpal Nyonya Femmy lagi tanpa memedulikan perasaan Martin yang tengah gundah.

Akhirnya Martin angkat bicara, "Mungkin Cherry hanya menyanyi di sana, Ma. Suaranya tuh merdu, nggak kalah sama penyanyi jebolan ajang pencarian bakat di TV lho—"

"Hahh?! Kamu masih ngebelain dia, Tin?! Ckk ... memang ya susah kalau dibodohi sama cewek nggak bener yang sok lugu. Dia tuh kupu-kupu malam, paham nggak kamu, Tin!" omel mamanya yang membuat Martin enggan berbicara lebih banyak lagi mengenai Cherry. Semua salah di mata mamanya kalau sudah berhubungan dengan gadis yang dicintainya itu.

"Oke, sudah malam di sini, Ma. Teleponnya udahan dulu ya. Salam buat Kak Dira dan papa di rumah. Martin tutup ya teleponnya!" pamit Martin kalem sebelum mengakhiri panggilan lintas benua tersebut.

Martin merasa bahwa dia harus mencari tahu sendiri kabar Cherry yang sudah tidak bisa lagi dia hubungi selama berbulan-bulan. Emailnya selalu terkirim ke alamat surel gadis itu, mungkin ada puluhan jumlahnya. Namun, hasilnya nihil tanpa satupun balasan. Dia pun bingung dengan situasi ini.

Maka dia mencoba menghubungi Rihanna, sahabat Cherry semasa SMA dulu. Dia coba menelepon gadis itu sekalipun sudah agak larut malam.

"Halo, Hanna. Ini Martin, masih ingat 'kan sama teman SMA kamu dulu?" ujar Martin dengan hati-hati.

"Ohh ... ingat dong. Tumbenan nih kok telepon aku malam-malam?" jawab Rihanna dengan hati berbunga-bunga kegeeran.

Namun, Martin tidak peka karena fokusnya adalah untuk mencari informasi tentang Cherry. Dia pun berkata, "Han, kamu ada ketemu sama Cherry nggak belakangan ini?"

"Enggaklah, aku kuliah di Jakarta sekarang ... ngekost. Emang kalian apa sudah putus gitu? Kamu diblokir ya sama Cherry?" jawab Rihanna sok tahu. Dia dulu juga diam-diam ngefans dengan pemuda pacar sahabatnya itu. Siapa yang bisa menolak pesona pemuda jago basket dan sekaligus menjabat sebagai ketua OSIS tersebut?

Martin pun tertawa kering mendengar komentar Rihanna. "Diblokir ya? Aneh banget sih? Jadi gini, aku 'kan sekarang sekolah di Perth. Malam sebelum aku berangkat tuh, dia udah nggak balas pesanku. Kutungguin sampai besoknya, nada sambung teleponnya nggak aktif juga!" ujar pemuda itu kebingungan. Dia menggaruk-garuk kepalanya jengah.

"Ya kali aja dia nggak suka LDR-an gitu. Bisa jadi si Cherry sudah pindah ke lain hati, Tin. Sudahlah, nggak usah terlalu dipikirin!" bujuk Rihanna mencoba untuk mencari celah masuk ke hati pemuda yang dia sukai itu. Kemudian dia mencoba mengalihkan pembicaraan agar tidak terkesan garing.

Terpaksa Martin melayani percakapan bersama sahabat pacarnya itu. Dia pun sebelum mengakhiri obrolan mereka berpesan atau lebih tepatnya meminta tolong, "Rihanna, kabarin aku ya kalau pas kamu mudik ke Bandung terus ketemu sama Cherry. Tanyain ke dia, kenapa nggak balas emailku dan nomornya nggak aktif lagi. Please, I need your help, Ri!"

"Emm ... boleh, besok weekend aku ada rencana pulang ke rumah di Bandung kok. Ntar coba kusamperin ya ke rumahnya!" jawab Rihanna mencoba memberi harapan palsu kepada Martin. Dia memiliki rencana lainnya mengenai hubungannya dengan pemuda tampan itu.

"Wah ... seneng dengarnya. Aku utang budi nih sama kamu, Hann. Thanks before ya. Ehh kita udahan dulu ya teleponnya, bye!" ujar Martin sebelum mematikan panggilan ponselnya. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status