“Iiih, Dek Mei udah pacaran ya?”
“Kakak!!!” Dengan buru-buru, Meisie menempelkan ponselnya ke dada. Ia menoleh pada kakaknya dan langsung cemberut. “Kakak ngintip ya?”
“Dikit,” jawab Ilana seraya tersenyum jahil. Anak kedua di keluarga Tanaka itu menaik-turunkan alisnya, menggoda Meisie yang kini wajahnya sudah semerah kepiting rebus. “Siapa sih yang chat terus sama kamu sejak kita turun dari pesawat? Kenalin dooong.”
“Temen sekelas doang kok.” Meisie memilih memasukkan ponselnya ke dalam tas, sebelum Ilana dengan kejahilannya akan mengambil ponselnya untuk melihat dengan siapa ia bertukar pesan seharian ini.
“Cewek?”
Meisie kembali merengut. Ia bisa dikatakan jarang berbohong. Jad
“Aku akan tidur sama laki-laki mana pun yang pertama kali datang ke sini.” Ucapan penuh tekad itu diucapkan oleh Padma Hardjaja sebelum menenggak minumannya dengan barbar. Selain perempuan seksi yang ingin bersenang-senang, biasanya di klub juga sering ditemukan perempuan patah hati seperti Padma. Sudah sebulan ia berusaha baik-baik saja setelah mengetahui kekasihnya memilih menikah dengan seorang janda kaya, tapi sampai saat ini lukanya benar-benar masih menganga. Ternyata Papa benar, batin Padma dengan setengah hati. Galih hanya mau uang, makanya dia pacaran denganku. Saat isi botolnya sudah habis tak bersisa, Padma pun memanggil bartender. “Satu botol lagi, please.” Sang bartender sudah ingin menolak karena Padma terlihat sudah sangat mabuk, tapi melihat tatapan tajam yang masih bisa diberikan Padma, bartender itu mengurungkan niatnya dan memberikan apa yang Padma pinta. Di sisi lain The Clouds yang merupakan klub malam paling ramai dikunjungi itu, ada ruangan VIP di lantai d
“Ternyata aku udah gila! Bisa-bisanya aku tidur sama laki-laki yang nggak kukenal!”“Kenapa, Sayang?”Wajah Padma langsung pucat pasi saat sang ayah sudah ada di depan kamarnya yang terbuka. “Ng-nggak, Pa.”“Dari tadi kamu ngomong sendiri aja soalnya.” Sang ayah kini bersandar di kosen pintu kamar Padma yang tadi lupa ia tutup usai dari lantai satu. “Kamu semalam dari mana? Kok baru pulang tadi pagi?”Padma menggigit bibirnya. Ayahnya memang bukan orang yang sangat ketat dan menerapkan jam malam. Tapi setiap tindakannya pasti diminta alasan yang rasional dan logis.“Dari klub,” jawab Padma dengan jujur. “Terus ketiduran di tempat temen.”“Perempuan atau laki-laki?”“Perempuan,” jawab Padma dengan tenang. Padahal hatinya sudah ketar-ketir karena sepertinya baru kali ini ia berbohong.“Oh, oke….” Ayahnya mengangguk paham, Padma hampir tak pernah berbohong padanya, jadi ia percaya saja. “Kamu hari ini nggak ada rencana ke mana-mana kan? Kita diundang keluarga Tanaka untuk makan malam di
“Kalau kamu nggak mau terima perjodohan ini, buang bisnis klub malam kamu dan ambil alih Sadira Group! Kalau kamu menikah dengan Padma, Padma yang akan bergabung dengan perusahaan kita dan kamu akan bebas dari tanggung jawab itu. Pilihannya ada di tangan kamu, Badai.”Ketika kembali mengingat apa yang dikatakan ayahnya, Badai langsung merasa pusing dan menggeram kesal.Usai keluarga Hardjaja pulang dari rumahnya setelah mendengar penolakan dari Padma dan dirinya, sang ayah mengajaknya bicara empat mata dan menjabarkan semua alasan logis yang harusnya bisa membuat Badai menyetujui perjodohan itu.Di kalangan mereka, pernikahan bisnis adalah hal yang biasa. Tapi bukan berarti Badai tertarik untuk mengikuti jejak banyak orang.“Pak Badai, ada yang cari Bapak.” Teguran salah seorang pegawai The Clouds di depan ruangannya membuat Badai tersentak kaget. “Namanya Bu Padma.”“Oh.” Badai mengangguk. “Antar dia ke sini dan tanyakan dia mau minum apa.”Pegawai tersebut mengiakan dan segera beran
“Padma, ada Badai di bawah.”Padma yang baru saja membuka pintu kamarnya untuk sang ibu langsung menatap perempuan paruh baya tersebut dengan tak percaya. “Badai?”“Iya, pacar kamu.” Walaupun sudah ratusan kali dibilang kalau ia dan Badai masih di tahaop ‘pendekatan’, bagi sang ibu tetap saja lebih mudah menyebut Badai sebagai pacar Padma. “Buruan gih, ganti baju yang sopan dikit buat ketemu Badai.”Padma menunduk untuk menatap pakaian yang ia kenakan—celana pendek lima senti di atas lutut dan kaos universitasnya yang sudah lusuh tapi nyaman untuk dipakai.Hari ini adalah hari Jumat dan ia baru saja pulang dari kantor, berharap bisa me time dengan nonton Netflix sampai malam.“Ketemu Badai doang kan? Begini ajalah.” Padma berdecak pelan. Baru juga lima hari yang lalu mereka memberi tahu para orangtua mengenai keputusan mereka, tapi Badai sudah gencar datang ke rumahnya ‘selayaknya’ calon suami sungguhan.“Padma….”“Ma, dia kan calon suami aku….” Padma rasanya mau muntah saat mengataka
Badai langsung bersiul begitu melihat penampilan Padma di Sabtu pagi yang cerah tersebut.“Wow, seksi banget.”“Ucapan kamu lebih seperti pelecehan dibanding pujian.” Padma mendelik tajam pada Badai yang hari ini berpenampilan kasual dengan kaos bertuliskan VLTN dan celana jeans hitam.Sedangkan Padma hari itu mengenakan skinny jeans 7/8 dan kaos Polo yang ia tutupi dengan kardigan.“Padahal itu pujian lho,” kilah Badai sambil memainkan kunci mobil di tangannya. “Orangtuamu mana? Aku mau pamit bawa anak gadisnya dulu.”“Mereka lagi pergi ke Bali hari ini, kamu nggak usah repot-repot mau pamit sama mereka.” Padma berjalan mendahului Badai dan berhenti di samping pintu mobil Badai.Badai berlari kecil menyusul Padma dan dengan gaya sok gentleman, ia membukakan pintu mobilnya untuk Padma dan setelah memastikan Padma sudah duduk dengan nyaman, ia menutup pintu mobilnya dan beralih ke sisi pengemudi.“Mau ke mana kita?” tanya Badai sambil memasang seatbelt-nya.“Senayan.”“Kamu mau ke Sena
“Mainan Padma? Badai, ini kamu kan?”Saat kebisingan sudah hilang dari sekitarnya, barulah Badai sadar siapa yang bicara dengannya barusan.Refaldy Hardjaja.Badai masih sibuk mengarang alasan di otaknya ketika Padma yang tadi belum mengenakan penutup telinganya dengan sempurna, masih bisa mendengar apa yang diteriakkan Badai.Perempuan itu meminta maaf pada pelatihnya untuk menunda sebentar latihan mereka.“My phone.” Padma mengulurkan tangannya pada Badai, meminta ponselnya dari Badai.Setelah Badai menyerahkannya, Padma langsung bicara pada sang ayah begitu melihat caller ID yang tertera.“Halo, Pa. Maaf, tadi itu Badai. Kayaknya dia jadi agak-agak mengkhawatirkan karena tanpa sarapan udah kuajak ke lapangan tembak.”Badai mendengus mendengar alasan karangan Padma. Perempuan itu menjawab pertanyaan sang ayah dengan singkat dan tersenyum saat mendengar pesan-pesan terakhir dari sang ayah.“Udah teleponnya?” Badai terkejut saat Padma kembali menyerahkan ponselnya. “Aku belum minta ma
“Gandeng tanganku.”Permintaan Badai membuat Padma langsung menoleh dan menatap lelaki itu dengan tak percaya. “Buat apa?”“Biar kamu nggak nyasar,” jawab Badai dengan asal. “Ya buat gandengan ajalah. Aku mau gandeng kamu dan hal ini juga nggak dilarang di perjanjian kita.”Dengan enggan, Padma menggandeng lengan Badai. Mereka berjalan memasuki ballroom hotel di mana acara Sadira Group tengah digelar. Malam ini mereka datang sebagai pasangan atas permintaan Badai, tentu saja.Sekaligus penampilan perdana mereka di publik sebagai pasangan. Awalnya Padma tak terlalu setuju, tapi setelah ia pikir-pikir lagi, akhirnya ia mengiakan ajakan Badai.“Supaya orang-orang perusahaanmu bisa mengenal aku, calon jajaran d
“You’re so sexy.”“I’m sexy and I know it.”Jawaban Padma yang mengutip dari lirik sebuah lagu tersebut membuat Badai langsung terkekeh pelan. Padahal kakeknya yang merupakan generasi kedua pemilik Sadira Group tengah memberi sambutannya di podium.Padma pun menoleh pada Badai. “Apa hal yang membuat kamu bilang aku seksi?”“Waktu kamu bikin Galih dan Mbak Irina melongo karena jawabanmu.” Badai mengedikkan bahunya. “Kamu lumayan keren.”“Sebenarnya aku lebih suka dibilang pintar daripada seksi. Tapi ya… terima kasih atas pujiannya.” Perempuan itu mengangkat tangannya dan memperlihatkan jemari yang terpasang cincin berlian dari Badai. “Dan terima kasih atas cinc