Pasangan pengantin baru itu keluar dari kamar dan berbaur dengan keluarga besar dari keduanya untuk sekedar mengobrol sejenak dan melepas rindu karena sudah lama tidak berjumpa.
Almira mengobrol dengan kedua kakaknya yang sedang berbincang - bincang dengan keluarga kecil mereka.
"Bagaimana Mira? Apakah setelah menikah ini kamu ikut serta dengan Putra suamimu atau masih disini tinggal bersama ayah dan ibu?" kata Deni bertanya pada adiknya itu.
"Aku ikut dengan Putra kak, kan tugas istri mendampingi suami kemanapun dia pergi!" jawab adiknya.
"Kakak mendukung niat baik kamu itu Mira! Seorang istri memang harus selalu ikut bersama suaminya, kemanapun suaminya bertugas. Contohnya kakak, sejak kami menikah kakak sudah ikut bersama suami kakak" kata kak Nova menambahkan.
Almira yang mendengar perkataan dari kedua kakak kandungnya itu menganggukkan kepala, tanda mengerti betapa pentingnya berada di samping suami dan mendampingi suami dimanapun suami berada.
Malam pun tiba, sebagian keluarga sudah pulang ke rumah masing - masing. Ayah dan ibu serta adik Almira yaitu Meri sudah sejak tadi meninggalkan hotel. Begitupun kedua orang tua dari Putra suaminya itu, mereka juga telah pulang ke rumah mereka dan diantar oleh kak Deni tadi sore.
Setelah mengantar mertua dari adiknya itu, kedua kakak Almira berpamitan kepada kedua pasangan pengantin baru itu. Mereka pulang ke tempat asalnya masing - masing karena harus kembali bekerja setelah menghadiri pesta pernikahan adik mereka, Almira.
"Kakak pulang dulu ya, jaga diri baik - baik, nikmatilah malam pertama kalian" goda kak Nova sambil tersenyum.
Almira dan Putra hanya tersipu malu mendengar godaan dari kakaknya itu.
"Terima kasih ya kak sudah datang dan menghadiri pesta pernikahan kami" ucap keduanya tulus.
Setelah berpamitan dan mengemasi barang - barang mereka ke mobil, berangkatlah kedua keluarga kecil itu pulang kembali ke tempat asal mereka masing - masing.
Tinggalah hanya pengantin baru saja yang menginap di hotel dan yang akan menikmati malam pertama mereka di kamar pengantin di hotel sebagai hadiah dari pihak managemen hotel kepada kedua mempelai.
Saat keduanya berada di dalam kamar, perasaan keduanya bercampur aduk, bahagia, gembira, sedih, dan malu menjadi satu. Degup jantung di dada mereka masing - masing kian tak menentu.
Putra menatap sang istri tercinta, lalu dengan penuh kelembutan menarik tubuh istrinya ke dalam pelukkannya.
"Kamu bahagia sayang? Aku bahagia sekali karena akhirnya impian kita untuk bersanding berdua di pelaminan, dan menjadi suami istri telah terwujud." bisik lelaki itu di telinga istrinya.
Almira memeluk tubuh lelaki yang selalu setia kepadanya itu dan selalu dirindukan setiap hari dengan erat. Seolah takkan terlepas lagi.
"Aku bahagia sayang. Tak dapat kulukiskan dengan kata - kata. Kini engkau telah menjadi Imamku, dan aku akan berusaha menjadi istri yang soleha untuk Imam yang soleh" ucapnya sambil sedikit terisak.
Kemudian keduanya bergantian mandi untuk membersihkan tubuh mereka lalu berdoa kepada Sang Pencipta agar diberi keturunan anak yang soleh dan soleha.
Malam pun semakin larut, dan udara yang bertiup semakin dingin. Namun di sebuah kamar yang indah dan berhiaskan bunga - bunga nan harum semerbak itu semakin hangat dan bergelora oleh kedua insan yang sedang memadu cinta. Segala rasa tercurah oleh hasrat yang selama ini tertahan dan terpendam. Seisi alam seolah menjadi saksi bersatunya dua insan dan dua hati yang saling mencintai. Mereka berdua hanyut dalam lautan gelora cinta yang membara, kadang timbul, kadang tenggelam terbawa gelombang yang akhirnya menghempaskan keduanya dalam kenikmatan yang tiada tara.
Rembulan dan bintang pun tersenyum, seolah menjadi saksi dari cinta mereka berdua yang suci dan abadi.
*********
Pagi telah datang, menghantarkan sang bulan kembali ke peraduannya. Dari balik jendela kamar hotel, terlihat sinar mentari pagi dengan lembut menyapa seisi alam yang baru terbuai dari mimpi - mimpi indahnya.
Almira terbangun, dan tampak sedikit kaget karena dirinya tertidur di pelukan suaminya. Perlahan ingatannya kembali pada kejadian semalam. Dan diapun tersenyum melihat suaminya tertidur pulas karena kelelahan dan tenaga yang terkuras habis karena telah menjadi suami seutuhnya bagi Almira.
"Bangun sayang, mandi yuk! Kita sholat Subuh berjamaah!" bisiknya pada sang suami tercinta.
Putra yang terbangun akibat bisikkan lembut dari sang istri, kembali menarik tubuh almira kembali dalam pelukkannya.
"Kenapa paginya begitu cepat? Aku kan masih ingin memelukmu sayang?" gumam Putra pada istrinya.
Almira yang mendengar itu hanya tersenyum dan berkata, "kan masih banyak waktu, sekarang bangun, mandi, lalu kita sholat Subuh berjamaah!"
Putra pun bangun dan menurut apa yang diminta istrinya itu. Kemudian mereka berdua sholat berjamaah dengan khusyu' dan berdoa karena telah diberi kebahagian menjadi sepasang suami istri.
Sekembalinya dari hotel keduanya tidak bisa berlama - lama untuk tinggal di rumah orang tua Almira. Putra sang suami harus kembali bekerja setelah masa cutinya habis.
Keduanya berpamitan kepada ayah dan ibu keduanya. Baik dari Putra maupun Almira. Kesedihan bergayut di wajah kedua oran tua mereka masing - masing. Karena anak mereka hendak berpisah dari mereka guna mengikuti suami tercinta yang bertugas ke luar kota.
"Ayah dan ibu jangan khawatir, Mira akan baik - baik saja. Karena sudah ada yang menjaga Mira sekarang" ucapnya tenang.
Merekapun berangkat menuju tempat yang baru bagi Almira guna menjalani hidup baru sebagai pasangan suami.
********
Mereka kemudian tinggal dan cepat beradaptasi di tempat yang baru. Suaminya telah menyiapkan sebuah rumah mungil yang sederhana namun indah dan cantik untuk mereka tinggal. Hari - harinya disibukkan oleh perannya yang baru menjadi seorang istri. Mengurus rumah, memasak, mengurus segala keperluan suami dilakukan sendiri oleh Almira tanpa adanya Asisten Rumah Tangga. Dia sudah terbiasa mengerjakan segala sesuatunya sendiri.
Hari demi hari telah dijalani oleh pasangan suami istri itu dengan kebahagiaan. Dan tibalah kabar bahagia itu, Almira mengandung buah cinta mereka berdua. Betapa bahagianya Putra mendengar kabar istrinya tengah hamil anak mereka.
Mereka berdua sujud syukur kepada Allah SWT yang telah memberi mereka anugerah yang tiada terkira. Dengan kehadiran sang calon bayi yang hendak lahir nanti.
Almira pun tidak mengalami morning sicknes, atau mual dan muntah yang dialami oleh ibu - ibu yang sedang hamil. Semuanya baik - baik saja hingga tibalah masa kelahiran sang bayi.
Almira melahirkan seorang bayi laki - laki yang tampan seperti ayahnya. Putra yang mendampingi istrinya saat proses melahirkan itu menangis bahagia menyaksikan putra pertama mereka lahir dengan selamat dan normal seperti bayi laki - laki pada umumnya.
Mereka memberi nama bayinya itu yaitu Muhammad Bilal Syahputra, yang artinya kelak sang anak bersifat dan berjiwa pemimpin seperti Nabi Muhammad SAW.
Mereka berdua telah berperan sebagai ayah dan ibu yang baru dan sangat menikmatinya.
Kabar bahagia itu pun mereka bagikan kepada kedua orang tua mereka yang ada di kampung. Kedua orang tua dari Putra dan Almira bahagia sekali mendengar kabar kelahiran cucu mereka. Dan bahagia bahwa mereka telah menjadi nenek dan kakek dari cucu mereka yang bernama Bilal.
Bilal tumbuh menjadi bayi yang tampan dan menggemaskan. Setiap pagi sebelum berangkat kerja, Papanya selalu menggendong dan mengajak jalan Anak kesayangannya itu berkeliling komplek menikmati udara pagi. Sementara mama sang anakknya menyiapkan sarapan pagi untuk suami tercinta.
Namun kebahagiaan keduanya tak berlangsung lama, dan harus terenggut secara paksa. Putra sang suami tercinta, sang ayah dari anak mereka Bilal, harus pergi untuk selama - lamanya karena penyakit yang dideritanya. Penyakit maag kronis yang sudah sejak lama dideritanya, namun tak pernah dirasakan oleh Putra.
Bahagia karena mendapat Imam bagi dirinya, bahagia mendapat kasih sayang dari suami tercinta dan bahagia karena diberi buah cinta yang tampan dan sehat. Mengapa harus terenggut dan musnah, berganti duka nestapa yang dirasa membelenggu jiwa Almira.
Sebelumnya, suaminya memang pernah mengeluh kepada Almira tentang sakitnya itu. Dan pernah juga Almira menemani sang suami berobat ke rumah sakit. Namun karena dirasa sudah sembuh, maka Putra tidak terlalu rutin untuk memeriksa kondisi kesehatannya lagi. Penyebabnya adalah, kesibukkan pekerjaan di kantor yang menyita waktu suaminya untuk memeriksakan penyakitnya itu.Kejadiannya begitu cepat. Pagi itu seperti biasanya sang istri sedang mempersiapkan sarapan pagi untuk mereka. Bilal kebetulan belum bangun dari tidurnya karena tadi malam sang bayi agak rewel dan menangis terus menerus.Entah kenapa sang suami belum juga bangun. Hal ini membuat Almira bertanya - tanya kenapa, tak seperti biasanya ayah dari anaknya itu belum terlihat batang hidungnya."Papanya Bilal kok belum bangun ya? Biasanya pagi - pagi sudah bangun dan sudah siap untuk berangkat kerja." ucap Almira tampak cemas.Almira bergegas menuju ke kamar tidur, bermaksud untuk membangunkan
Acara Tahlilan malam pertama atas meninggalnya almarhum suami Almira itu digelar sesudah sholat Maghrib.Tamu - tamu berdatangan ke rumah Almira untuk ikut serta mendoakan agar almarhum Putra diterima di sisinya dan diberi ampunan atas segala dosa - dosanya.Semasa hidupnya, almarhum dikenal sebagai orang yang baik dan ramah pada tetangga dan para sahabatnya. Maka tak heran para petakziah itu pun rela datang dan duduk berdesak - desakkan di ruang tamu.Almira dan Bilal duduk bersama dengan para petakziah itu. Wajah ibu dari Bilal itu pucat dan terlihat tidak bersemangat. Sedang Bilal yang bingung dan belum mengerti apa yang sedang terjadi digendong dan dijaga oleh neneknya, yaitu ibu Almira.Setelah acara selesai, dan tamu - tamu sudah berpamitan untuk pulang ke rumah masing - masing, keluarga besar pun berkumpul dan menanyakan pada Almira mengenai rencana selanjutnya. Apakah dia akan ikut pulang kembali ke kamp
Almira bangun di waktu Subuh yang terasa begitu dingin, akibat hujan yang mengguyur deras sekali tadi malam. Ditariknya selimut penutup tubuhnya, dan dipandangnya wajah buah hatinya yang masih tertidur dengan nyenyak. Wajah tanpa dosa, wajah yang akan menemaninya untuk berjuang di tengah kerasnya kehidupan.Bilal bin Putra, hari ini akan pulang bersama ibunya untuk kembali meneruskan hidup. Disini sepertinya tak ada lagi tempat bagi mereka berdua. Semua orang gelisah, resah, akan keberadaannya."Mengapa hanya karena aku cantik?" Sehingga semua orang takut akan kehadiranku. Bukankah itu sesuatu yang tidak harus dihindari. Namun hatinya telah bertekad bulat untuk kembali pulang ke kampung halamannya."Mama akan merawat dan membesarkanmu sayang, kamu akan menjadi kebanggaan mama kelak. Mama akan melakukan apapun demi kamu. Tidurlah yang nyenyak sayang?" Mama tidak akan membangunkanmu!" ucap perempuan itu penuh rasa sayang.Pagi itu
Hari demi hari pun berlalu. Tak terasa sudah tiga bulan lebih ia berada di kampung halamannya sejak kepulangannya waktu itu.Bilal telah tumbuh menjadi anak yang pintar dan tentunya berwajah tampan. Ia mewarisi ketampanan dari ayahnya dan juga kepintaran dari ibunya. Dan dia sudah pandai berjalan sekarang, hingga Mamanya selalu kerepotan menjaga anak itu.Bilal menjadi hiburan dan kesayangan seisi rumah, karena ocehan dan celotehannya yang selalu mengundang tawa dan menghibur mereka.Sementara Almira yang selalu menyibukkan diri dengan mengasuh dan merawat anaknya itu belum terfikir untuk mencari seorang pengganti dari almarhum suaminya yaitu Putra. Ia merasa masih terlalu cepat untuk memikirkan hal itu.Hingga suatu hari perempuan itu secara tidak sengaja berjumpa dengan Firman yang kala itu bermaksud untuk sarapan pagi di warung milik orang tuanya itu."Selamat pagi, saya mau sarap
Suasana di pagi hari itu sangat cerah sekali, angin berhembus sepoi - sepoi. Burung - burung berkicau riang seakan menyambut pagi yang indah. Mentari yang merah lembut menyapa kulit seorang perempuan muda nan cantik.Dialah Almira. Saat ini ia sedang berjalan - jalan pagi bersama anak laki - laki satu - satunya yaitu Bilal. Ia memang sengaja menuruti perkataan ayahnya kemarin, agar tidak berdiam diri di rumah saja. Karenanya pagi ini ia dan anaknya mencoba menikmati pagi itu dengan perasaan yang riang gembira serts ceria. Sesekali ia mengibaskan rambutnya yang panjang terurai itu sambil mendorong kereta roda dua yang dinaiki oleh Bilal. Sementara bocah itu tertawa gembira sambil berceloteh ala balita yang riang gembira."Sudah yuk sayang mainnya, saatnya kita pulang sekarang. Bilal kan mau sarapan pagi dulu, iya kan sayang?" ucap perempuan itu pada jagoan kecilnya.Yang disapa hanya tertawa berderai sambil memamerka
"Aku tidak pantas mas untuk menjadi pilihanmu, karena masih banyak gadis - gadis di luar sana yang lebih pantas untukmu!" Almira menahan tangisnya yang tersendat di tenggorokan, sedangkan Firman memandang wajah perempuan yang telah mengisi hatinya itu dengan tatapan penuh harap. "Aku hanya ingin dirimu lah yang akan mendampingi hidupku kelak Almira! Entah, aku juga tidak mengerti akan perasaanku ini. Yang aku tahu, hanya dirimu yang telah memberi arti dan semangat hidup bagi jiwaku yang kosong selama ini!" Semua berawal dari suatu sore, ketika Almira sedang mengajak Bilal berjalan - jalan di taman bermain anak - anak yang ada di dekat rumah kedua orang tuanya. Taman yang asri dan cantik, yang memang sengaja dibuat oleh Pemerintah Kota setempat untuk warga yang ingin berekreasi dan sekedar menghilangkan beban karena rutinitas pekerjaan. Di pintu gerbang nampak tertulis "Taman Rekreasi Keluarga
"Aku berangkat dulu Almira, jaga diri kamu baik - baik. Jaga Bilal, dia sudah banyak kemajuan dan kepintaran. Aku pergi hanya dua bulan saja. Aku mohon setelah itu akan mendapat kabar yang baik darimu!"ucap lelaki itu pagi harinya pada Almira. Ia sengaja menemui perempuan itu di warung sambil sekalian pamit untuk berangkat menjalankan tugas di Halmahera. "Insya Allah akan aku pikirkan lagi mas, semoga kabar dariku nanti merupakan kabar baik untuk kita semua. Mas Firman hati - hati juga disana ya mas?" ucap perempuan itu sambil menahan isaknya yang hampir terlepas. Entah mengapa ia merasa sedih sekali melepas kepergian lelaki itu. Mungkinkah lelaki itu telah mendapat tempat tersendiri di hatinya. Sedangkan Bilal yang baru selesai disuapin makan itu hanya tersenyum sambil tangannya hendak meraih jemari tangan Firman. Dengan lembut lelaki itu meraih Bilal dari pelukan mamanya. Dan se
"Aku harus yakin dengan pilihanku, kalau tidak aku akan menyesal. Putra adalah masa lalu, sedangkan Firman adalah masa depan. Ya Allah berilah hamba jalan keluar tuk memilih dan menjawab iya atau tidak!" batin perempuan itu. Malam itu tak seperti biasanya. Almira gelisah sekali, bukan karena suhu udara yang memang panas sekali, namun ia,gelisah memikirkan waktu kepulangan Firman yang tinggal lima hari lagi. Itu artinya siap atau tidak, ia harus segera memberi jawaban kepada Firman atas permintaan lelaki itu untuk menjadi istrinya. Secara sadar dan tidak ia sepertinya melihat Putra suaminya itu. Laki - laki itu berdiri di tepi tempat tidurnya mengenakan baju berwarna putih sambil tersenyum kepadanya dan menganggukkan kepalanya. Entah apa maksudnya. "Putra...!" Almira menyebut nama suaminya itu. "Kaukah itu sayang? Aku kangen sekali padamu sayang?"