***
Bagaimana seseorang memandang kekuasaan menjadi menarik ketika Marco menggandeng tangan Isa memasuki ruangan luas ini.
Marco merasa ia menjadi lelaki paling berkuasa di ruangan ini.
Tepat, dia, Marco Fox, Sang Pengawal Pribadi Tuan Putri. Lelaki terpilih itu. Lelaki yang mengamit jemari sang Tuan Putri untuk mengantarnya menuju singgasananya.
Malam ini Isa mengenakan setelan bodysuit berbahan sintetis kulit berwarna hitam yang mencetak tubuh ranumnya. Atasan yang membalut tubuhnya hanya waistcoat dengan belahan dada yang sangat rendah. Perhiasan choker berlian menghiasi lehernya yang jenjang. Dengan heels yang cukup tinggi, Isa nampak nyaman dengan pakaian yang dipilihnya.
Tesh mengirimkan gaun yang diantar anak bua
***Hampir menuju petang, akhirnya Marco bisa mengusir pulang adik bungsunya keluar dari rumah. Zayden kadang suka lupa diri kalau Marco dan Isa memiliki ruang privatnya sendiri.Ketika Isa memutuskan untuk mandi, Marco menyiapkan kejutan yang sudah disiapkannya semalaman.Untuk mengalihkan perhatian Isa sementara, Marco menyiapkan bath tub yang sudah dipenuhi air hangat dan aroma coklat kesukaan gadisnya. Rencana petang ini hampir batal karena Zayden menolak beranjak dan terlihat masih betah dirumahnya. Sia*lan!Marco tidak lupa menyetel sederet playlist agar Isa nyaman menikmati waktunya didalam. Bahkan, ia sempat mengunci kamar mandi dari luar saking paniknya kalau-kalau Isa menyelesaikan sesi berendamnya dan kel
PS: Part ini full dari sudut pandang Isa saat Marco menyatakan cinta. Extra Part untuk menjelaskan mengapa Isa alergi dengan tiga kata ajaib dan menolak pernyataan cinta Marco.***Seharian ini, Marco terlihat aneh. Ketika Isa menangkap pandangannya, Marco lalu akan mengalihkan tatapannya ke arah lain. Bergurau dengan adiknya. Meski tidak lucu. Tapi, itulah yang menarik dari Marco. Kau akan ikut tertawa dengannya.Pasti ada yang sedang disembunyikan lelaki di hadapannya! Jika Isa bertanya langsung, tentu Marco akan mengelak. Lagipula, kalau ada sesuatu yang penting ia akan langsung menjelaskan padanya tanpa perlu diminta."Kapan kau akan pulang, Zayden?" Marco mengangkat alisnya.Ini adalah pertanyaan ketiganya dalam dua jam
Kategori cerita: Adult Romance, Action. Cerita ini mengandung: ⦁ Adegan dewasa, umpatan, seksualitas dan hal lain untuk segmentasi 21+ keatas. Bijaklah memilih bacaan dan resiko ditanggung sendiri. ⦁ Cerita murni fiksi dan imajinasi penulis. ⦁ Dilarang plagiat, cerita ini dilindungi Undang-Undang. ⦁ Bijaklah dalam memilah bacaan. Terimakasih. *** Lalu lintas Houston pada akhir minggu sudah pasti padat merayap. Tinggal di kota besar dan dikenal sebagai salah satu kota terbesar di Amerika menjadi tantangan tersendiri. Isa Reyes, gadis dua puluh lima tahun yang cekatan itu, terburu-buru keluar dari salah sa
*** Isa merasa strateginya akan berhasil dengan lancar. Ia sudah menyusun skenario untuk mengelabui Jett dan dua pengawal lain. Tok! Tok! Tok! Sepatu hak tingginya menderap lantai bandara dengan percaya diri. Andaikata, mitra kerjanya tahu bahwa sesungguhnya ia adalah satu-satunya pewaris Kartel Rivera. Sebagian besar dari mereka mungkin akan memutus kontrak dan tidak menggunakan jasa fotografinya di masa depan. Lagipula orang tua mana yang sudi membiarkan anak balitanya dipotret oleh orang dengan latar belakang keluarga seperti Isa? Alasan ini pula yang membuat Isa merahasiakan jati diri dan nama keluarga Ayahnya. Sejak kedua orang tuanya meninggal karena kecelakaan, Isa hanya mengenakan
*** Tok! Tok! Pintu kamar Isa diketuk pelan. "Isa?" Tesh memanggilnya dari balik pintu. "Madre." "Kau sudah bangun?" Isa mengangguk. "Ya." Mata Isa tertuju pada perempuan pertengahan empat puluhan yang dia panggil Madre. Ibu. Panggilan hormatnya untuk Teresa Rivera. Pemimpin kartel narkoba terbesar di sepanjang pantai Amerika bagian selatan. Tesh bergerak mendekati Isa yang berusaha duduk dan mengerjapkan matanya.
*** Marco mengakhiri rapatnya dengan Teresa setengah jam lalu. Sambil berjalan mengelilingi rumah dan setiap sudutnya, Marco kembali mengingat pertemuannya dengan Isa kemarin sore di Bandara. Tidak cukup mulus, tapi baiknya kini Tuan Putri akan mengingat siapa dirinya. Cara perkenalan yang sangat bukan mencerminkan dirinya. Marco tidak pernah seantusias itu untuk menaklukan seorang gadis. Apalagi itu adalah keponakan tunggal Teresa Rivera. Sang pewaris tunggal kartel Rivera. Kalau dirinya sudah cukup berbahaya, maka Isa Reyes Rivera adalah bahaya itu sendiri. Tapi, apalah artinya hidup kalau kau tidak melibatkan dirimu dalam suatu bahaya, Bung! Begitu percakapan Marco dengan dirinya sendiri. *** Sama seperti pertemuan mereka pagi ini, Marco bisa merasakan tatapan
*** Marco sudah menggulung lengan kemejanya. Setelan jasnya basah kuyup gara-gara gadis manja itu. Ia menghabiskan sepanjang hari di ruang kerja menilik hasil rekaman CCTV ketika tiga pengawal Isa diserang habis-habisan. Apa serangan pertama ini hanya sebuah peringatan pada keluarga Rivera? Belum ada setengah hari keduanya saling mencakar. Suara Isa kembali memecah keheningan di sepanjang lorong menuju ruang kerja Marco. "Marco, dimana kau?" teriak Isa dari ujung lorong. Marco meletakkan berkas yang sedari tadi dipelajarinya. Ia harus menyiapkan amunisi sebelum kembali bertarung dengan gadis manis itu. "Tunjukkan batang hidungmu! Dasar brengsek!" Umpatan Isa diakhiri dengan ketukan keras di pintu. Brukk! Brukkk! Bruukkk! "Marco!" Marco menunggu dua detik setelah teriakan
*** Marco memutuskan merebahkan kepalanya di punggung sofa sambil menghitung sisa waktu sebelum Teresa memburunya. Berkata hal sebaliknya hanya akan menjadi bumerang. Tidak ada kesempatan untuknya membela diri. Tok! Tok! Siapa lagi yang mengetuk ruang kerjanya. "Masuk." Marco duduk dan mengalihkan pandangnya ke arah pintu. Seketika sosok adik bungsunya masuk ruang kerjanya. "Hei, kak! Aku langsung menuju kesini begitu misi terakhir kita di Vermont tutup buku!" Zayden Fox menyapa dengan wajah antusias. Ada yang aneh dengan adiknya, Marco mencurigai sesuatu. Mengapa wajahnya terlihat sangat antusias? Padahal penerbangan Vermont menuju Dallas cukup menyita waktu. "Bagaimana perjalananmu?" Marco bertanya pada adiknya dengan kepeningan yang sedang dirasakannya akibat genc