"Lo bikin orang-orang khawatir," ucap Dante, matanya tak lepas menatap gadis yang tengah berbaring dengan lemas itu. Dante mengingat ucapan Asmeralda tadi siang, entah mengapa dia merasa s suatu yang kurang benar sedang terjadi. "Nggak ada yang tahu kalau Lo tinggal di sini sama gue? Kakak atau bahkan teman baik Lo? Gue ngerasa jadi orang nggak bener karena ngumpetin anak orang."Apa lagi saat ini Aurora sedang dalam mode ngambek yang tidak bisa dihubungi, Dante biasanya tidak peduli dengan urusan orang, namun karena dia menjadi sasaran bertanya teman-teman Aurora, mau tak mau dia harus peduli.Jika kali ini Aurora benar-benar sakit karenanya, karena bir yang dia minum, Dante mempunyai tanggungjawab besar untuk hal ini.Aurora baru bangun, nyawanya masih entah separuh entah seperempat, yang jelas dia belum sadar sepenuhnya, namun Aurora bisa menangkap maksud dari perkataan yang Dante ucapkan."Nggak ada lah, gila kali, bisa diseret balik kalo sampe mereka tau, mereka juga nggak akan t
“Susah banget sih! Bisa stress lama-lama! Baru sembuh meriang bukannya diajak healing malah dicekoki latihan soal!”2 hari sudah berlalu. Aurora sudah sepenuhnya sehat kembali setelah seseorang menusukkan jarum infus yang paling dia benci seumur hidup ke nadi dan bahkan menghabiskan 2 kantong vitamin dengan bantuan Tuan Pacar.Aurora bahkan tidak sadar kapan tepatnya dokter datang memeriksa dan memasangkan infus di tangannya, sadar-sadar Dante sudah tertidur di samping kasurnya dengan buku terbuka, tak ingin mengganggu maka Aurora kembali tidur, dan Dante membangunkannya pagi-pagi untuk sarapan.Punggung tangan Aurora masih diperban bekas infus, namun di antara jemarinya yang sedikit gemuk imut itu malah ada bolpoin dan otaknya dipaksa berpikir saat seharusnya tidak.Memiliki pacar seorang Dante Andromeda memang sebuah keberuntungan, benar Aurora tidak memungkiri itu, Dante ganteng dan pintar, bisa dia gunakan untuk pamer ke kanan kiri, namun ada sisi gelap yang mau tak mau memb
-A/Nsebenere ini bisa jadi 2 chapter tapi saya malaszz bagi2injadi... happy reading - Aurora bersiap kabur dan sudah menarik Dante untuk lari tapi cowok itu malah diam seperti patung, tubuhnya tinggi tegap, tidak tergoyahkan, dibandingkan dengan Aurora tentu saja dia tidak ada apa-apanya jadi jangan mimpi untuk bisa kabur, yang diajak kabur saja tidak mau koperatif. Lain dengan Aurora yang panik Dante malah tampak tenang, seperti biasa, tak terganggu, tidak menangkap sinyal bahaya yang kemungkinan sudah mendekat dengan langkah cepat yang dihentak marah. Mampus. Aurora melepaskan tangan Dante, berhenti menariknya, sudah tidak bisa kabur lagi, sudah tidak mungkin, dia berdiri di belakang Dante dan berpura-pura santai seolah tak takut. Awalnya Ares hanya menemani Alda membeli beberapa makanan ringan untuk teman nonton di rumah, tidak tahu kalau ternyata di swalayan ini dia malah dikejutkan oleh presesi bocah tantrum yang sudah menghilang sok misterius selama beberapa hari itu. Oh
Entah sudah berapa lama sejak kali terakhir Aurora bertukar suara dengan Dante. Mungkin... Sejak malam itu, sejak saat Dante memperlihatkan gelagat aneh yang membuat perasaan Aurora menjadi tidak nyaman, sejak kata-kata Dante membuat Aurora bahagia sekaligus sesak, sejak itu Aurora lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah, menyendiri dan sedikit bicara jika tak sengaja berpapasan dengan Dante di rumah. Aurora pernah mengatakan kalau setiap detik itu berharga, apa lagi untuknya jika itu menyangkut tentang Dante. Setiap detik berharga karena Aurora sangat sadar bahwa waktu yang dia habiskan bersama Dante terbatas. Tetapi alih-alih menempeli dan meminta kencan seperti yang biasa dia lakukan Aurora justru masih betah menjaga jarak. Bukan... Tidak ada yang berubah dengan perasaan Aurora, dia juga tidak seplinplan itu. Hanya saja, ada sesuatu yang aneh pada dirinya. Ada sesuatu yang aneh pada Aurora. Aurora merasa bingung dan takut pada rasa suka yang dia punya.
“Gue nggak mau LDR.” Aurora Jasmeen tidak pernah setegas ini seumur hidupnya, meski terbilang sering bertindak nekat tapi semua hal yang Aurora lakukan selalu berdampingan dengan sikap lada-lede tak jelas, tentu saja, hari ini adalah pengecualian. Tertolong oleh satu kotak makaron warna warni dan es krim manusia salju sundae apalah itu, emosi Aurora yang semula ngalor ngidul seketika turun menjadi gelombang yang stabil. Lupakan tentang overthinking, lupakan tentang kegugupan, lupakan tentang kisruh rumah tangga, LDR? Huh, Memangnya itu masalah besar? Bukannya cuma perlu dibicarakan dan semuanya akan selesai? Angin bertiup tak begitu kencang, tidak dingin namun mendung sudah terlihat di langit. Agaknya tak lama lagi hujan akan datang, sudah seperti ini mereka tidak bisa berada di luar terlalu lama. Dante Andromeda mengamati cewek di depannya sambil menyimpan senyum yang sudah hampir tampak di wajah, perubahan suasana hati Aurora sungguh luar biasa, masih segar Dante ingat Aur
-- Aurora balas dendam kencan membabi buta. Sepertinya Aurora benar-benar serius ketika dia bilang bahwa dia tidak ingin pulang dan ingin pacaran, Dante tidak menolaknya, cowok itu cuma tersenyum kecil dan mengangguk menyetujui permintaan pacarnya itu. Tidak heran, mereka berada di sekolah yang sama, sesekali berpapasan meski tidak pernah punya kesempatan mengobrol, mereka tinggal di rumah yang sama meski kadang Aurora pulang untuk bertemu kakaknya di akhir pekan, tapi selama kurang lebih tiga minggu ini agaknya kurang komunikasi di antara mereka sudah berlebihan. Melihat itu sangat wajar untuk membalas dendam semua waktu yang terbuang sia-sia dengan berkegiatan tanpa lihat jam. Langit sudah menggelap karena hujan turun, masih cukup sore dan belum terlalu malam, tapi jika dihitung sejak mereka keluar bersama, sudah memakan waktu setengah hari lebih, kencan setengah hari tidak memuaskan Aurora begitu saja, meski sebenarnya lumayan lama tapi Aurora merasa belum cukup. Bukan cuma
--"Ayo pacaran!"Siang itu. Di taman belakang sekolah, seorang gadis berseragam putih abu-abu memberanikan diri untuk bertanya. Tidak, bukan hanya sekedar bertanya. Lebih tepatnya ia mengajak, atau mungkin normalnya itu menawarkan sebuah kesepakatan dalam hubungan.Sebagai salah satu dari banyaknya remahan rengginang yang mengagumi sosok paling berbahaya pesonanya di seantero sekolah ini, Aurora tentu bisa dibilang nekat.Laki-laki yang sedari tadi fokus membaca buku di tangan pun mendongak, kerut di dahinya tak dapat disembunyikan, menandakan kalau ia terganggu. Mengedar pandangan ke sekeliling taman, memastikan kalau gadis berponi depan yang terlihat pucat ini benar-benar bicara padanya. Setelah yakin kalau ia yang ditembak laki-laki itu pun menghembuskan napas pelan.Oke. Bukan itu yang penting. Aurora lebih memfokuskan mata untuk tidak menyia-nyiakan bagaimana indahnya paras sang rupawan, laki-laki itu dengan matanya yang tajam memancarkan sorot penilaian tanpa repot-repot menyor
Beberapa bulan sebelumnya...--"Panggilan kepada siswi 11-MIPA3, Aurora Jasmeen, untuk segera datang ke ruang BK."Siang itu harusnya menjadi siang yang indah.Harusnya...Kalau saja suara itu tidak terdengar, kalau saja suara dari pengeras yang ada di tiap kelas itu tak berbunyi dan menyebut nama sang protagonis, pasti dunia akan lebih damai.Kalau saj—Wait wait wait!Protagonis?Who?Suasana kelas yang sepi karena ada pada masa istirahat seketika kian jadi sepi.Seorang gadis yang tengah menenggelamkan muka ke atas meja itu sontak mendongak. Rambutnya sedikit berantakan, wajah imut lengkap dengan poni depan itu terlihat datar sekali.Barusaja bangun tidur.Apa dunia ini tidak punya simpati? Kenapa langsung mengirim petaka pada anak gadis yang baru bersua mimpi?"Yang namanya Orora Melati mana orangnya?"Aurora melirik sedikit ke arah kanan, tepatnya pada siswi berseragam yang mempunyai wajah kebarat-baratan. Asmeralda sudah sejak orok menyandang gelar sebagai sahabat Aurora. Tapi