Share

Pengakuan

Perpisahan terjadi karena salah satu pihak sudah tidak ingin bersama. 

***

Kandasnya cerita cintaku dengan Rizky, karena Laila membuat rasa percaya diriku hilang.

Aku bertanya tanya apakah ada yang salah dengan diriku, dalam hati aku sangat ingin bertemu Rizky untuk bertanya, meminta penjelasan, dan mengakhiri semuanya dengan lebih jelas, tapi yang terjadi adalah sepertinya Rizky tak berniat menemuiku, atau sekadar mengirim pesan permintaan maaf. 

Mungkin karena aku yang terlambat menyadari gerak gerik Rizky dan Laila, yang entah sejak kapan sudah saling menyukai. 

Saat Rizky tidak mengabariku seharian, aku tak pernah menaruh curiga, ataupun saat Laila dan Rizky dan Laila pulang bersama setelah menghabiskan waktu hingga larut malam dirumahku.

Perihal penyebab perpisahan ini, aku masih terus menyalahkan diri sendiri. Sambil berderai air mata, aku menemukan sebuah kalimat yang kemudian menguras air mataku lebih banyak.

Perihal pisah, saat itu, aku tak pernah ingin benar-benar pergi. 

Ingatlah, bahwa berpisah bukan pilihanku. Kau yang  memaksaku melakukannya. Mengabaikan pesan-pesan, menolak temu, lalu perlahan pergi. 

Jika saat ini aku begitu kuat untuk tidak kembali, itu karena aku selalu mengingat luka yang kau tinggalkan. Pedih, perih, berdarah. 

Kehilangan Rizky menyakitkan, ditambah kehilangan Laila yang telah ku percaya seumur hidupku

Terkadang kita harus berpura-pura baik baik saja, hingga kita benar benar akan baik baik saja. Begitulah seharusnya kita hidup. 

Masih mencintai dan harus melepaskan adalah hal terberat yang harus ku lakukan. Tapi, tidak ada pilihan lain. Karena pilihan bertahan hanya akan membuat luka menjadi lebih dalam.

Aku memastikan semua pesanan ibu telah kubeli sebelum meninggalkan pasar. Matahari baru saja keluar dari persembunyian malam bersinar dengan terangnya. Langit terlihat biru dan tak sedikit pun terlihat awan. Tanganku sedikit perih memikul hasil belanja. Hari ini adalah hari ulang tahun ibu. Ibu selalu memasak makanan lebih banyak karena teman-temanku, Laila dan Rizky biasanya akan datang ke rumah. Ibu sangat senang jika masakannya habis dilahap. Begitulah ibu menikmati hari ulang tahun dimasa tuanya.

“Din, Rizky sama Laila gak lupa hari ulang tahun ibu kan?” Tanya ibu tiba-tiba. 

            “Gak lupa, Bu. Sebentar lagi Laila datang” Jawabku yakin.

“Tapi Din, kira-kira kapan Rizky akan melamar kamu?” Lanjutnya lagi.

“Ibu, Diana baru saja wisuda. Masih ingin cari kerja, Ibu nanya nikah terus.” Balasku sedikit ketus pada ibu.

“Gini Din, kakakmu belum pernah mengenalkan pacarnya pada ibu. Ibu ingin sekali menimang cucu dimasa tua ini” Ibu kelihatan bersungguh-sungguh dengan ucapannya sambil menata piring yang baru saja dicuci.

“Bu, kalo misalnya aku gak nikah sama Rizky, gapapa kan?” Dengan suara sedikit bergetar aku berbicara dan berusaha sebisa mungkin tidak menatap ibu dan serius dengan tugasku membersihkan kulkas.

“Ya gapapa, kalo emang gak jodoh. Tapi  emang ada masalah sama Rizky?” Tanya ibu lagi.

Iya bu. Aku sama Rizky udah…”

Baru saja aku akan bercerita pada ibu, suara Laila terdengar di teras.

“Selamat ulang tahun, ibuuu….!” Serunya.

“Laila, ibu tungguin dari tadi” kamu bantuin goreng kerupuk yaa? Ibu mau gantiin taplak meja dulu. Pesan ibu pada Laila.

Laila pun segera melaksanakan perintah ibu. Laila memang sudah dianggap seperti anak ibu. Ibu sangat bersemangat menyiapkan makan malam untuk hari ulang tahunnya sendiri.

Di dapur, Laila membahas tentang sebuah iklan lowongan pekerjaan yang dibacanya pagi ini. Aku sendiri menanggapi seaadanya. Lagi pula aku tak ingin melamar pekerjaan di tempat yang sama dengan Laila. Ingin rasanya pergi bekerja ditempat yang jauh, tapi aku mengurungkan niatku karena tidak tega meninggalkan ibu sendirian di kota ini.

 Setelah menyelesaikan tugas memasak, membersihkan rumah, kami bertiga mandi dan berganti pakaian. Beberapa tetangga diundang ibu untuk berdoa bersama, mengucap syukur atas penambahan usianya mulai berdatangan. Aku baru saja akan masuk ke kamar dan melihat Laila duduk di kasurku. Terlihat cantik dengan balutan baju putihnya.

“Din, aku pengen ngomong.” Katanya tiba-tiba   

“Laila, ini hari ulang tahun ibu. Kalo ada yang ingin kamu sampaikan dan sekiranya itu merusak mood dan juga acara ini, aku mohon kamu menundanya setidaknya sampai besok” Jawabku ketus.

“Maaf, Din.” Mata Laila berkaca-kaca.

“Aku belum bisa maafin kamu, Laila.” Jawabku

“Din..aku memang sangat menyukai Rizky, tapi Rizky tak pernah benar-benar mencintaiku” Jelasnya.

“Tak Pernah? Laila, sejak kapan kalian punya hubungan? Apakah pantas seorang sahabat yang sudah dianggap saudara merebut pacar sahabatnya?” Suaraku bergetar.

Tangisku terhenti mendengar suara ibu yang menyuruh kami keluar untuk bersalaman dengan beberapa tamu yang datang. Mataku sembab. Tiba-tiba aku melihat seorang yang tak ingin aku lihat hadir disana. Ikut menyapa ibu dan memberikan ucapan selamat ulang tahun.

Aku berlari masuk ke kamar dan mulai menangis. Hari ini aku tak bisa lagi berpura-pura. Aku benar-benar telah terlalu lama menahan beban sendirian.

Malam kian larut. Rumah kembali sepi. Setelah memastikan bahwa semua tamu telah pulang, aku keluar kamar untuk memastikan ibu benar-benar sudah tidur.

“Din, kamu kenapa? “ Tanya ibu tiba-tiba

“Ibu,..” Aku memeluk ibu erat.

“Selamat ulang tahun ibu” Diana lelah bu. Jawabku.

“Mata kamu kenapa?” Tanya ibu yang ku balsa dengan tangis.

Malam itu, aku bercerita pada ibu tentang pengkhianatan yang kualami. Tentang Rizky dan Laila. Di luar dugaanku, Ibu tak tampak kaget sama sekali. Seperti telah mengetahui semua hal ini sebelumnya. Ibu memelukku dan aku bisa menangis sepuasnya dalam pelukan ibu.

Tak peduli betapa beratnya harimu diluar sana, betapa berantakan cerita hidupmu, ketika kau bisa menikmati pelukan ibu, kamu akan baik-baik saja.

 Ya, sekarang aku akan baik-baik saja. Dalam hening, ku yakinkan diri bahwa semua akan baik baik saja.

***

Ketika pagi tiba, hal pertama yang harus kita lakukan adalah bersyukur untuk kesempatan baru. Apapun yang terjadi hari kemarin, jadikan pelajaran untuk melangkah lebih berhati - hati hari ini. Selama masih ada Tuhan, kita selalu memiliki harapan untuk masa depan yang lebih baik. 

Hari hari perkabungan panjang akhirnya kulewati juga. Hari ulang tahun ibu yang penuh drama, hari wisuda yang entah harus kulewati dengan senyum atau tangis.


Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status