Share

CINTA BERGANTI
CINTA BERGANTI
Penulis: lilybeth_25

Cinta Pertama

Sejatinya, cerita cinta selalu indah jika tidak tentang pergi, khianat dan luka.  Ketika kamu terlalu cinta, kamu rela meminum racun dengan penuh sukacita.

Minum racun bukan tentang mengambil segelas cairan pembunuh serangga. Meminum racun dengan penuh sukacita adalah melakukan segala sesuatu, mempertaruhkan segala sesuatu untuk cinta yang salah. Kita semua pernah salah, tapi kesalahan yang paling di sesali adalah melakukan segala hal terbaik demi nama cinta, untuk seseorang yang tak pantas menerimanya.

Saat semua baik baik saja, kadang kita lupa bersyukur dan menganggapnya biasa. Syukurilah hari yang cerah, Makanan, Kehidupan, dan kebersamaan dengan orang yang kita cintai. Jangan menyesalinya kemudian hari saat semuanya berubah. 

***

Jalan Sudirman, 56

“Kemana kita? Pulang?” tanya Rizky tak sabar tapi tetap fokus dengan tugas menyetirnya.

“Iya, Pulang, banyak tugas nih.”

“Gak mau makan dulu?” Rizky mencoba menkonfirmasi.

“Boleh juga.” balas ku tenang.

“Do I have to cry for you” – Nick Carter

Lagu penuh luka yang entah mengapa mengalun menemani perjalanan sore itu.

Entah mengapa lagu tersebut lebih cocok didengarkan pasangan yang sedang patah hati, sendirian dengan setumpuk tisu, menghabiskan malam dengan air mata dan mengawali hari dengan mata sembab. Aku memasang wajah bingung, mengapa kita berlagak seperti sedang patah padahal hati kita sedang utuh dan tak tergores? Ataukah ini melegakan hati?

Apapun alasannya aku membenci lagu patah hati yang menguras emosi untuk mencerna apa yang ingin disampaikan oleh penyair, namun mengapa begitu banyak lagu seperti ini menggema diseluruh dunia? Serapuh itukah dunia?

Aku mengambil sepucuk koran lusuh yang tergeletak seperti meminta dirinya dikasihani olehku. Dari tanggalnya, usia surat kabar ini tak setua tampilan lusuhnya.

“ End Human Slavery” mataku terhenti di halaman kedua koran lusuh ini.

Sejenak aku membaca tajuk, lalu tertidur. Dalam mimpi ku masih belum menemukan jawaban mengapa membaca adalah obat tidur terbaik bagi para idealis penganut aliran “anti sembarang obat” seperti aku.

“Din, sampe nih.” kalimat Rizky membuyarkan mimpi ku yang baru mulai kurilis.

“eh dimana nih? “ tanyaku sambil mengucak mata.

“SATE KAMBING MBAK NUR” tulisan yang seharusnya bisa ku baca dari jarak 500 meter jika saja ku tak tertidur.

Aku menyusul Rizky yang telah terlebih dahulu masuk. Tak seperti warung sate lainnya, aku dan Rizky sepakat bahwa Mbak Nur tak pernah mengecewakan kami soal rasa.

“Eh ada mbak Dina.” sapa Mbak Nur ramah seperti biasanya yang kubalas dengan senyum sambil mataku berkeliling mencari Rizky yang ternyata telah dengan sopan duduk di sudut ruangan sambil tersenyum kegirangan melihatku mencarinya. Aku memang sedikit lebih dikenal oleh Mbak Nur karena keseringanku menumpuk sate dalam perut setiap pulang kuliah.

Sekarang aku telah berada tepat di depan Rizky. Mataku tak lagi berkeliling mencarinya, karena dia tetap ada disini. Di depanku.

Pemandangan seperti ini sudah ku nikmati hampir setiap hari, dan hari ini masih sama.

***

Saat bersama Sahabat, kita menjadi segalanya. Seolah bisa menaklukan dunia, bahkan kita bisa menjadi apapun yang kita. Persahabatan adalah hal yang indah. Bagi siapapun itu, milikilah paling tidak, seorang sahabat untuk berbagi

Dengan kedua tangan memeluk revisi skripsi, aku melangkah kaki dengan berat. Mataku tiba tiba menemukan seeorang yang kucari sejak tadi.

Ya, aku mencari sahabatku, Laila untuk menemaniku bertemu Pak Jafar sore ini.

“Lailaaaaaaa.” seruku tak sabar memanggil seseorang berambut panjang diujung jalan.

“Din, kayak orang kesurupan aja gak malu ya sama umur.” Celetuk Laila tanpa belas kasihan melihatku berlari dengan beban berat.

“Abis kamunya budeg sih.” Jawabku ketus

Spontan aku membagi barang bawaanku ke tangan Laila tanpa menunggu persetujuan.

“Laila Kamila, wanita tercantik yang pernahku kenal. Makasih yaa, berat nih. Aku membagi separuh barang bawaanku ke tangan Laila tanpa menunggu persetujuannya. Sekalian temani aku ketemu pak Jafar yaa?. “

“Maaf Din, aku lapar banget bisa tahun depan aja? “ sebuah pertanyaan aneh yang ku balas dengan tatapan memelas.

“Kalo ada maunya aja, lemah tak berdaya gini.” Laila masih melanjutkan ceramahnya padaku yang tak peduli selain dia bisa menemaniku bertemu pak Jafar pembimbing skripsi ku yang sibuk itu.

Mata pak Jafar naik turun, sesekali kumis tebalnya ikut bergerak, mengangguk, menggeleng tanpa suara membaca naskah skripsiku yang telah ku revisi tiga kalinya. Ekspresi itu membuatku tak kaget saat pena bertinta merah di tangannya bergerak membuat bulatan bulatan kecil pada kertas skripsi yang kucetak dengan penuh rasa hormat.

“Pemilihan kalimatmu jelek dan tidak ilmiah.” protesnya kemudian.

“Tapi, bapak yakin kamu bisa perbaiki, tapi ini juga bisa fatal.” Lanjutnya sambil melingkari kesalahan pengetikan kata “sampai”  yang ku ketik dengan kata “samapai” .

“oh iya pak, typo..hehehe” kata ku berusaha tenang dan berusaha santai.

“Bapak hanya tidak ingin membuang waktu dengan membaca tulisan sampah.” Lanjut beliau yang kali ini tak bisa ku balas dengan “hehehe” namun dengan wajah tak berdaya. Aku membatin, jika ada yang berani mengambil foto ekspresi jelekku sekarang didepan pak Jafar, ku pastikan dia akan kuhantui seumur hidupku sebelum dia menghapus foto tersebut.

Kamu cantik juga saat bego.” a picture received. Tak sabar ku membuka foto dengan keterangan foto yang telah membuatku menahan geram.

Berhasil. Laila seperti bisa membaca pikiranku yang tak ingin di potret saat itu.

Laila, sahabatku akan ku hantui seumur hidupku. 

Memiliki sahabat adalah memiliki harta yang tak ternilai. Mereka yang tak memilikinya adalah orang paling malang dan menderita. 

Sepanjang perjalanan hidupku yang hampir seperempat abad, aku tak pernah terlalu mempercayai pertemanan. Tapi, pertemuanku dengan Laila, membuatku sejenak melupakan bullian dan cerita pertemanan menyeramkan yang ku miliki di masa kecil.

Persahabatan dengan Laila dimulai pada saat masuk kuliah, aku begitu kebingungan saat mencari gedung loket pendaftaran dan tidak begitu nyaman harus bertanya pada orang lain yang sibuk. Laila kemudian menghampiriku, dengan ramah bertanya apakah aku sedang mencari loket pendaftaran mahasiswa baru. Merasa senasib, kami berdua kemudian menghampiri loket demi loket, dan tiga puluh menit kemudian akhirnya tiba pada loket yang memang dikhususkan untuk kami. 

Mendapatkan seorang teman, di antara ribuan pendaftar adalah hadiah yang sangat berharga.

Sejak saat itu dan sederet perjalanan  kami di bangku kuliah, membuat aku dan Laila semakin akrab adan dekat. Menjalani hari hari kuliah yang menguras tenaga, waktu dan uang, aku merasa sanggup menjalani semuanya bersama Laila. 

Hingga pada usiaku yang ke sembilan belas, aku berkenalan dengan Rizky, pacarku sekarang. Hal ini tidak luput dari peran Laila, tempat aku meminta saran, dan bahkan seringkali tempatku menangis mencurahkan segala perasaan.

Rizky Andika, pacarku berkuliah pada fakultas yang berbeda dan berstatus senior. Pria yang baik, berlaku manis dan setia mendampingiku mengerjakan tugas kuliah. 

Sebagai seorang mahasiswa tingkat akhir, hidupku sempurna tanpa drama percintaan berarti. Aku memiliki sahabat yang ku percaya, dan memiliki seorang kekasih yang penuh cinta.

***

Kita percaya bahwa satu kebaikan yang ditabur hari ini akan menghasilkan seribu kebaikan di hari esok, dengan cara dan jalan yang berbeda. 

Pagi-pagi sekali aku telah berada di kampus, karena hari ini aku akan ujian skripsi. Setelah banyak drama revisi, hari-hari berhadapan dengan Pak Jafar telah hampir berakhir. Aku sibuk mempersiapkan diri, sesekali merapikan rambut yang memang sudah rapih sejak tadi. Aku hanya tinggal menunggu giliran untuk masuk. Hari ini aku dan sembilan teman menjalani ujian akhir, mempertanggungjawabkan apa yang kami tulis dalam skripsi kami. Tim sukses kami adalah teman-teman yang juga mempersipkan konsumsi sehingga kami benar-benar fokus pada ujian. Sebentar lagi, setelah ujian selesai ruangan ini akan dipenuhi bunga dan juga makanan. Selayaknya kami merayakan apa yang telah diperjuangkan selama ini. 

Tim suksesku adalah Laila dan tentu saja Rizky. Dua orang yang benar-benar istimewa dengan ucapan terima kasih istimewa dalam skripsiku. Sejak tadi, Laila telah disini memberiku semangat, bukan sekedar semangat, beberapa tips diberikan kepadaku, karena Laila telah menjalani ujiannya beberapa hari lalu. Rizky sendiri sedang di luar, mengobrol dengan beberapa temanku.

Saat yang menegangkan pun tiba, aku masuk ke ruangan ujian. Di sana, terlihat lima dosenku sudah menunggu. Mereka adalah dosen pembimbing dan juga penguji hari ini. Aku menarik nafas panjang mencoba mempraktekan teori anti gugup dari Laila beberapa menit yang lalu. Aku memperlihatkan senyum terbaik sebelum akhirnya dipersilahkan memaparkan apa yang telah kupersiapkan. Sesi pertanyaan pun tiba, semuanya kujawab dengan lancar dan meyakinkan, dan akhirnya ujian telah hampir benar-benar selesai hingga salah seorang penguji menanyakan hal diluar dugaanku, beliau meminta maaf lalu meneruskan kalimat dengan bertanya: “Seberapa besar keyakinanmu akan menikah dengan Rizky? Mengapa kau menuliskannya dengan sangat istimewa disini?”. Aku terdiam sejenak, tersenyum kecut. Dalam hatiku menyesalkan permintaan maaf beliau tadi adalah karena akan bertanya sesuatu yang membuatku kini terdiam. Pengujiku tersenyum, dan dengan tiba-tiba aku menjawab :”Aku sangat ingin  bersama Rizky, Pak. Menuliskan namanya dengan ucapan terima kasih yang istimewa adalah hal yang perlu ku lakukan, sebagai seorang yang layak berterimakasih”. Jawabanku terhenti dan ujian dinyatakan selesai. Aku menyalami kelima dosenku dan melangkah keluar ruangan. Di sana, Laila menyambutku dengan penuh sukacita. Walaupun aku belum tau nilai ujianku, tapi ini benar-benar melegakan. Sejenak aku duduk dan berdoa, berterimakasih pada Sang Sumber Hikmat atas kelancaran ujianku. Dan tentu saja, atas kebahagiaanku hari ini.

 Ya, aku sedang bahagia. 

***

Tepatnya kita tidak pernah benar benar bisa paham arti kehilangan, jika kita belum pernah kehilangan. 

Pukul 14.00 tepat seluruh peserta ujian hari ini telah berkumpul kembali untuk mendengarkan hasil ujian. Aku dinyatakan lulus dengan nilai ujian A. Hatiku benar-benar bahagia. Hari seperti ini akhirnya hadir juga dalam hidupku. Empat tahun perjuangan dan drama ini telah hampir selesai.

Aku pulang ke rumah diantar oleh Rizky dan Laila. Ibu telah menungguku dengan perasaan cemas. Namun karena melihat wajah kami bertiga yang tak bisa menyembunyikan perasaan gembira. Ibu pun langsung memelukku dan mengucapkan selamat atas kebehasilanku. Kami menikmati makan malam masakan ibu, setelah itu Rizky dan Laila bergegas pulang. 

Hari yang melelahkan dan membahagiakan. Besok aku akan mengurus segala keperluan administrasi untuk wisuda. Setelah melakukan ritual sebelum tidur yaitu menggosok gigi, memebersihkan wajah, membaca buku dan mematikan lampu, sebuah pesan dari sebuah nomor tak kukenal masuk : 

“Din, selamat yaatas ujiannya hari ini. Semoga berkah dan semoga bahagia selalu”. Gantinya membalas pesan tersebut aku membatin ”selalu bahagia?” apakah kebahagiaan ku ini akan berakhir?  Tidak. Apapun itu, aku harus terus bahagia. Seperti hari ini.

Sebelum akhirnya semuanya berubah dan menjadi Tak Lagi Sama.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Felicia Aileen
nice opening cant wait to read the next chapter.. boleh kasih tau akun sosmed ga ya soalnya pengen aku share ke sosmed trs tag akun author :)
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status