Bab 14 : Cemburu (Bagian 2)
Tuan, kenapa kau buat aku begini ...?
***
Suara ketukan pintu utama terdengar oleh Katherine yang sedang berkaca di ruang tengah rumahnya. Bibirnya langsung tertarik ke atas. Kemudian ia bergegas dengan riang menuju ke depan.
"Terima kasih, Sayef," ucap Rasyad sembari melangkah masuk ke dalam rumah Jasmine. Seorang budak lelaki tua yang membukakan pintu rumah itu.
Sayef pun tersenyum. "Sama-sama, Tuan," sahutnya.
"Tolong bawa kudaku ke halaman belakang, ya!" perintah Rasyad kepada sang budak lelaki.
"Baik, Tuan," jawabnya. Kemudian Sayef berjalan menuju arah dalam rumah, hendak memberitahu akan kedatangan Rasyad kepada majikannya, lalu ia berpapasan dengan Katherine di pintu antara ruang tengah dengan ruang tamu.
"Tuan Rasy—" Omongan Sayef terpotong karena Katherine sama sekali tak menghiraukannya, terus saja melenggang menuju ke pintu depan. Sayef ha
Bab 15 : Terungkap Sesampainya di depan rumah, Rasyad langsung pergi lagi menuju masjid untuk salat zuhur setelah menurunkan Zara. Gadis itu pun masuk ke dalam rumah. Setelah mengganti pakaian rumah, Zara menuju ke kamar Benazir. Terlihat wanita tua itu sedang berkemas pakaian. Memasukkan beberapa pasang pakaian Nyonya Marie juga pakaiannya sendiri ke dalam sebuah kantung kain. "Kau juga ikut ke Andusia, ya, Benazir?" tanya Zara sembari mendudukkan bokongnya di atas ranjang tak jauh dari Benazir. "Hu'um. Aku disuruh ikut," jawab wanita paruh baya itu. "Berapa lama perjalanan ke Andusia?" "Sekitar lima hari perjalanan dengan kereta kuda." "Apa perjalanan ke arah sana aman saja?" "Tidak juga, terkadang ada saja para irhabi yang menyerang hendak merampas harta para musafir." Zara mengernyitkan dahi. "Tapi jangan khawatir, Tuan Rasyad sudah membayar beberapa orang untuk m
Bab 16 : Terungkap (Bagian 2)Sreeek! Sreeek!Mata Zara seketika membulat ketika Rasyad merobek beberapa lembar gambar kakaknya, juga gambar beberapa budak, gambar Razi, dan kuda."Tu-tuan, ke-kenapa kau lakukan itu?" Zara berusaha merebut buku itu. Matanya kini dipenuhi kaca-kaca."Jangan menggambar makhluk hidup lagi," seru Rasyad dengan tatapannya yang datar."Kau boleh menggambar apa saja, istanamu, kamarmu, taman, atau pemandangan alam di Konstin. Asal jangan menggambar makhluk bernyawa. Paham?" tegas Rasyad."Ta-tapi kenapa, Tuan?" Zara menghapus air matanya yang hendak luruh."Gambar itu bisa menarik jin ke dalamnya. Nanti pun malaikat tak mau singgah di rumahku," ujar Rasyad menjelaskan.Dahi Zara mengernyit."Jangan pasang wajah seperti itu. Dengarkan saja aku. Aku bukan hendak membatasi kesenanganmu. Hanya saja itu terlarang. Hemm." Kemudian Rasyad m
Bab 17 : HirabahAngin malam berembus kencang membuat arraya bertuliskan kalimat tauhid yang terpancang di sudut-sudut benteng gerbang Kota Barkah berkibaran. Cahaya purnama cukup terang menyelimuti suasana di malam ini. Tampak seseorang menunggangi kudanya dengan sangat terburu-buru ke arah pintu gerbang. Debu-debu dari tanah berpasir pun beterbangan terkena entakan keras tapak hewan mamalia itu."Ada seorang penunggang kuda ke arah sini!" teriak penjaga yang bertugas mengawasi dari atas menara.Beberapa penjaga gerbang pun segera bersiap sedia, siaga menyambut siapa yang datang. Penunggang kuda itu pun menuruni kudanya setelah sampai di hadapan para penjaga. Ia tampak terengah-engah berbicara kepada para petugas Klkesultanan.Setelah orang itu menjelaskan sesuatu, para penjaga pun membagi kelompoknya. Sebagian masih berjaga di tempat, yang lainnya pergi entah ke mana. Mereka tampak sangat tergesa-gesa. Sepertinya kabar ya
Bab 18 : Hirabah (Bagian 2)"Terjadi hirabah di sekitar Bukit Radu, keluarga Anda korbannya. Katanya beberapa terluka karena senjata tajam," jawab salah seorang petugas.Marie, Jasmine, Henry dan Benazir ternyata sedang dalam perjalanan pulang. Namun, tak menyangka rombongan mereka dicegat oleh para irhabi setelah beberapa orang pengawal berhasil terkecoh."Ap-apa?!" Mata Rasyad terbelalak, ia sangat terkejut dengan berita ini. "Bagaimana dengan keadaan mereka? Ibuku?" cecar sang panglima cemas."Kami sudah mengerahkan puluhan pasukan kesultanan menuju ke sana barusan. Masih belum tahu keadaan masing-masing korban hirabah ini. Semoga saja tidak parah dan bisa segera diselamatkan. Kereta kuda mereka juga sudah menuju ke arah Barkah," jelas sang petugas.Rasyad kemudian melesat menuju ke dalam kamar. Zara masih tampak terdiam di atas ranjang. Netra mereka bersirobok. Rasyad lalu mengambil sehelai kain sorban dari dalam
Bab 19 : Hirabah (Bagian 3)"Bagaimana kelanjutan penyelidikan kasus hirabah kemarin?" tanya Rasyad kepada salah seorang petugas kesultanan."Alhamdulillaah mereka semua sudah ditahan. Jumlah mereka ada dua belas orang. Tiga di antara mereka tewas. Sebenarnya empat, yang satu tewas berhadapan dengan pengawal bayaran Anda hari itu," jawab sang petugas menjelaskan."Alhamdulillaah. Berapa lama mereka direhab?" lanjut sang panglima dengan rahang mengeras. Ia sangat geram dengan para pelaku karena begitu sadis dan kejam kepada wanita. Ia teringat bagaimana luka parah yang diperoleh sang ibu juga bibinya."Sekitar dua pekan kita rehab mereka, setelah itu baru eksekusi, Tuan.""Hemm. Jangan lupa hubungi saya jika ada perkembangan, Akhi," ucap Rasyad sembari menekan pangkal hidungnya. Tiga hari ini ia tak dapat istirahat dengan benar karena ikut memburu para irhabi yang menyebabkan kematian ibu dan bibinya.***
Bab 20 : Pertemuan dengan Razi"Ini barangnya, Henry," ujar Tuan Rasyad sembari menurunkan karung dan kantung berisi kain sutra juga perhiasan bersama Hamri.Tuan Henry dan kulinya pun kemudian memasukkan barang-barang itu ke dalam tokonya satu per satu."Terima kasih, Sepupu," ucap Tuan Henry kepada Tuan Rasyad sembari melirikku. Hhhgg, genitnya muncul lagi. Menyebalkan!"Ya, sama-sama," jawab Tuanku. "Aku pergi dulu, ya," lanjut Tuan Rasyad seraya meraih pergelangan tanganku. Desiran itu kembali datang dengan sentuhannya."Hamri, kau pulang duluan," perintah Tuan Rasyad sambil telapak tangan kanannya menepuk pundak Hamri."Baik, Tuan," jawab Hamri, kemudian ia berlalu membawa kereta kami."Aku mau cari buah dulu. Kau mau sesuatu?" Tuan menatapku. Astaga, manik birunya itu sungguh indah."Emm, akuu tak mau apa-apa, Tuan," jawabku lirih."Kau ini, aku mau memb
Bab 21 : TerbongkarAh, cuaca lumayan panas hari ini. Pakaian jadi cepat kering. Aku sedang melipat pakaian yang baru saja diangkat."Putri, eh! Bibi ...?"Deg!Tiba-tiba terdengar suara bocah kecil. Aku ... aku kenal suara itu!"Razi!" Aku terpekik, lalu langsung menghambur memeluk keponakan kesayanganku.Bulir bening menyeruak dan seketika bercucuran tanpa dapat tertahan."Sayaaang, bibi sangat merindukanmu, Naak .... " Kupeluk dan kuciumi Raziku.Bocah itu juga balas memelukku. "Bibi ke mana saja ...?" Razi ikut menangis.Hatiku membuncah penuh dengan kebahagiaan. Terima kasih, Tuan ... dalam hatiku sangat bersyukur atas kebaikan Tuan Rasyad. Kebaikannya bagaikan Dewa ... aku sangat berhutang budi dengannya."Maafkan bibi, Nak." Aku mengusap air mata yang mengalir di pipi bocah yang kini terlihat sangat kurus itu. "Razi, jangan pa
Bab 22 : Keresahan"Sudah, tak perlu dipotong," seru sang panglima sembari meraih apel yang dipegang gadisnya. Sengaja ia menyentuh jemari sang budak cantik beberapa jenak, menyebabkan sengatan yang merampat seperti kilat ke relung hati Zara, lalu sang pria pun memakan buah itu sambil terus menatap tajam ke arah Zara yang kini mulai terlihat pucat dan gemetar.***Gadis cantik yang kini tampak pias itu hanya tertunduk di atas ranjang besar sang tuan tampan. Sang pria kembali menanggalkan pakaian di hadapannya. Jantung sang gadis jelita seolah akan pecah di rongga dada ketika sang panglima tampan semakin mendekat dan mulai mencumbui bingkai wajahnya. Gelenyar-gelenyar aneh kembali menyerang bertubi-tubi mengiring sentuhan lembut tuannya. Gadis itu tak sanggup lagi menolak kali ini. Tak mungkin ia menjilat kembali apa yang sudah ia lontarkan dari lidahnya sendiri."Aku suka aroma tubuhmu, Shaki." Suara itu terdengar parau. Sang pan