Share

4. Pengakuan yang Tiba-tiba

Sena memandang ke arah jendela. Mengabaikan tatapan lelaki yang memesan minuman atas nama Man-Seok. Sena merasa sangat gegabah karena meminta tumpangan kepada laki-laki yang tidak dikenalinya. Dirinya merasa gusar saat melihat jam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya sudah memasuki pukul 11.45 malam.

“Anda tidak menanyakan kemana tujuan saya?” Sena bertanya sambil melirik laki-laki itu sekilas.

“Aku menunggumu untuk mengatakannya.” Sena yang mendengar jawaban dari laki-laki itu menghela napasnya pelan.

“Baiklah, tolong antarkan saya ke kantor polisi di daerah Seocho.”

“Kau tinggal di Seocho? Untuk apa kau ke kantor polisi di sana?” tanya laki-laki itu penasaran. Daerah Seocho sangat popular dijadikan tempat tinggal bagi kalangan menengah atau kelas atas di Seoul. Untuk Sena yang berpenghasilan pas-pasan, sangat mustahil baginya untuk memiliki tempat tinggal di sana.

“Tidak, kebetulan kakak saya tinggal di sana. Dia menelepon saya untuk menjemputnya di kantor polisi,” jawab Sena berusaha tenang. Meskipun dia tidak tahu apa yang telah terjadi pada Se-Jun, dia berharap tidak ada masalah genting.

“Jadi kau memiliki kakak. Kenapa kau tidak tinggal bersamanya?” tanya laki-laki itu lagi. Sena memberikan senyum palsu.

“Itu masalah privasi kakak saya dan saya. Mengapa anda repot-repot bertanya?” jawab Sena. Itu jawaban teraman yang dapat dia katakan.

“Aku hanya penasaran saja. Hmm, omong-omong kau tidak ada niat untuk menanyaiku?” laki-laki itu memandang Sena dengan intens sebelum dia menepikan mobilnya.

“M-mengapa anda tiba-tiba berhenti?” tanya Sena yang mulai panik dengan keadaan sekarang. Dia bersiap-siap untuk memukul laki-laki itu jika terjadi sesuatu dengan tiba-tiba.

“Jangan berpikiran yang aneh-aneh. Aku tidak fokus  menyetir karena ada yang ingin aku katakan kepadamu,” kata laki-laki itu seraya menatap Sena dengan dekat. Dia mendekatkan wajahnya dengan wajah Sena. Sena reflek memundurkan badannya. Dia melepaskan seatbelt dan mendekatkan dirinya dengan pintu.

“A-apa yang ingin anda katakan?” tanya Sena yang memalingkan wajahnya.

“Jika tidak ada yang ingin anda sampaikan, saya akan turun dan mencari taksi. Ini sudah larut malam, saya tidak ingin membuat kakak saya menunggu lama.”

“Baiklah, nona blazer hitam. Kau kan yang kemarin tertidur di bus?” Sena memandang laki-laki itu dengan tatapan bingung. Dia tidak melihat wajah laki-laki kemarin yang tidak sengaja Sena bersandar.

“S-sepertinya anda salah orang,” jawab Sena diakhiri dengan kekehan. Dia tidak mau menjawab jujur. Bagaimana jika laki-laki itu marah dan memukuli Sena karena telah lancang bersandar di bahunya.

“Aku tidak setua itu untuk melupakan wajah orang yang bersandar di bahuku berbelas-belas menit.” Sena menelan ludahnya. Dia menundukkan kepalanya. Jika memungkinkan detik ini juga dia ingin keluar dari mobil ini.

“Aku sangat yakin kau perempuan itu. Mengapa kau tidak berani menjawab dengan jujur, huh?” laki-laki mengeluarkan sesuatu dari kantung celana kainnya. Mata Sena terbelalak setelah melihat apa yang dikeluarkan laki-laki itu. Sticky note biru yang berisi permintaan maaf Sena karena telah bersandar di bahu laki-laki tanpa izin.

“Dari reaksimu, bisa aku lihat bahwa kau perempuan kemarin,” ucapnya sambil menyeringai tipis.

“A-apa yang anda inginkan? Mengapa anda seperti ini? Padahal saya kemarin sudah meminta maaf?” Sena merasa kesal. Dia tidak tahu maksud dan tujuan laki-laki itu seperti ini.

“Aku hanya penasaran denganmu. Jujur, aku tidak menguntitmu ataupun ingin berbuat mesum! Aku bahkan tidak menyangka akan bertemu denganmu di kafe itu,” jawab laki-laki itu. Sena bisa melihat kejujuran dari wajahnya.

“Begitu penasarannya anda sampai anda menunggu saya selesai bekerja? Anda tidak memiliki pekerjaan lain, apa?” Sena menatap tajam laki-laki itu. Dia tidak mengerti laki-laki itu berniat apa terhadap dirinya.

Seketika kepala laki-laki itu tertunduk. Sena mengernyitkan dahinya, bingung dengan reaksi aneh yang tiba-tiba dialami laki-laki itu.

“K-kau tidak tahu bagaimana kacaunya hatiku saat kau menyandarkan kepalamu di bahuku,” ucapnya dengan nada yang lembut. Sena membesarkan matanya.

“Apa maksudnya? Saya tidak mengerti maksud anda,” balas Sena. Dia sungguh tidak paham dengan perkataan laki-laki itu.

Masih menundukkan kepalanya, laki-laki itu menutup sebagian wajahnya dengan tangannya yang besar. “S-sepertinya aku menyukaimu. Aku ingin memastikan perasaanku, makanya aku menunggumu selesai bekerja.” Sena menganga, tidak percaya dengan apa yang didengarnya barusan.

Masih dalam keadaan tidak percaya, laki-laki itu melanjutkan perkataannya. “Jangan terlalu formal denganku. Kau bisa memanggil namaku.”

“Nama anda?” Sena semakin bingung dengan situasi yang dihadapinya sekarang.

“Iya namaku.”

“Man-Seok?” kata Sena dengan wajah penuh ekspresi. Sena pernah memiliki tetangga yang mempunyai nama yang sama seperti itu.

“Bukan, itu bukan nama asliku,” jawab lelaki itu sambil tertawa.

“Lalu siapa nama anda?”

“Namaku Min-Woo, Kang Min-Woo.” Mata bulat nan besar Sena terbuka. Sena mengangguk pelan.

“Ah, nama anda Min-Woo.”

“Jangan formal kepadaku. Kau tidak ingin memberi tahu namamu siapa?”

“Namaku Sena, Choi Sena,” jawab Sena sambil tersenyum. Tanpa dia duga, Min-Woo mengulurkan tangan kanannya. Sena memandang sebentar dan menerima uluran tersebut.

“Apa tidak masalah saya berkata informal kepada anda?” Sena tidak mau asal bicara di hadapan orang asing. Terlebih lagi bisa saja laki-laki itu lebih tua dibandingkan dirinya.

“Tidak masalah, aku lebih menyukainya jika kau berbicara santai kepadaku.” Sena mengangguk pelan mendengarnya. Dia merasa sangat tidak nyaman dengan keadaannya sekarang.

“Ah, kau pasti sudah cemas karena takut membuat kakakmu menunggu lama, ya? Maafkan aku.” Min-Woo menginjak pedal gas. Sena sedikit terkesiap karena mobil melaju dengan kencang.

“T-tidak masalah, kakakku pasti memakluminya.” Masih dalam keadaan yang tidak nyaman, Sena kembali memasang sabuk pengaman.  Dia menyandar, mencari posisi ternyaman. Selama menuju distrik Seocho, Sena memandang ke arah jendela. Tanpa Sena sadari, Min-Woo dari tadi memandangnya dari samping dengan penuh arti.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status