"Ia, Mama. Izinkan kami pulang sekarang." Darma menjawab dengan sopan. "Tidak bisakah kita berbincang-bincang lebih lama lagi?" Pertanyaan mertua, sungguh risau hati Darma tak tega untuk meninggalkan seketika. "Sudah malam, Ma. Kami ada acara berdua di luar. Takut nanti keburu malam. Bagaimana, boleh kami pulang sekarang?" "Tapi …?" Jawaban wanita berparas cantik itu terputus. "Mohon maaf sekali, Mama. Lain kali kami ke mari lagi." Tapi, Nama inginnya sekarang, Sayang! Masih rindu dengan kamu, menantuku. Bahkan pijatan dari tanganmu saja masih tanggung ini, belum selesai." Puri Berlian pun mengarahkan tangan kiri ke punggungnya. Memberikan isyarat kepada sang menantu, agar menolong memijit pindah dan punggung kembali. "Ma …! Kasian Darma yang capek dari kantor. Masak CEO di perusahaan besar dihormati, di patuhi di luaran sana, Mana suruh untuk jadi tukang pijit, sih …!" "Pelankan suaramu, Intan!" Wanita putih berok coklat itu melotot cantik kepada anaknya. "Mama, ngeselin …!"
"Hahahaha! Sungguh cantik istriku saat ketakutan begini." Darma tetap saja melajukan mobil dengan kecepatan tinggi. Tangan Intan secepat kilat, mencubit paha Darma. Melotot mata indah milik pria bertubuh tinggi menahan rasa sakit, akibat cubitan spontan itu, Darma memperlambat laju kendaraan. "Auuhhhh!" Darma mengusap-usap pahanya dengan tangan kirinya. "Rasakan, enak sekali cubitan kepitingku bukan?" Senyum puas terlihat di wajah Intan. Baginya, bisa membuat suami yang suka iseng kesakitan, merupakan keasyikan tersendiri. "Tega sekali kau, Intan! Pasti merah pahaku. Tunggu pembalasanku di rumah. Akan kubuat merah-merah pahamu juga." Kedipan nakal mata Darma, diiringi senyum menggoda membuat Intan melongo, kaget dengan ucapan suami yang mulai nakal. "Siapa takut. Cuma merah sedikit juga, no problem. Asal tidak dengan cara kekerasan atau penganiayaan." Senyum Intan melebar, membalas senyuman Ceo Permata Grup yang lagi naik daun. Setelah tiba di rumah. Intan berjalan menuju kamar
"Siapa bilang? Jatahku akan selalu ada. Tidak ada satu orang pun yang mampu merenggut milikku!" Tangan Ceo memegang pinggang ramping Intan. Ditepis seketika saat tangan lembut itu menyentuh tubuhnya. "Berani sekali kau Intan!" Kata-kata kasar mulai keluar dari mulut sang Ceo. Tatapan hendak memangsa pun terlihat jelas di kedua pelupuk mata suaminya. "Ini bukan masalah berani atau tidak. Akan tetapi mood yang berbicara. Pokoknya rusak semua selera yang kumiliki. Jangan ganggu malam ini, ingin tidur saja sampai pagi." Intan berusaha naik ke ranjang. Menarik selimut putih yang tebal untuk menutup tubuhnya. Darma tertawa melihat kelakuan Intan yang kekanak-kanakan. Tidak mengerti hasrat suami yang sudah beberapa hari tidak mendapat jatah. "Ingat pesan ibundamu. Yuk, kita buat cucu untuk dia. Apa salahnya bercinta sebelum tidur, hah." Darma melepaskan selimut yang dikenakan Intan. Mata wanita itu sontak melotot. "Jangan ganggu aku …!" Intan berteriak keras sekali. Darma tidak perduli.
"Maaf, Bos. Ganggu malam-malam begini." Suara lembut seorang wanita dari gawai Darma. Intan menarik napas panjang. Ada kecemburuan di sana, meski hanya terlihat dari sorot matanya. "Adakah hal yang penting, sehingga tengah malam begini menggangu waktu istirahatku." "Ada hal penting, Bos. Kebocoran data perusahaan kita. Sepertinya di dalam perusahaan ada penyusup dari musuh." "Seberapa bahayakah penyusup itu, sehingga tidak bisa ditunda sampai besok pagi saja?" Darma memijit pelipisnya yang tidak ada rasa sakit. "Baiklah, selamat istirahat. Setidak aku sudah memberitahu, agar Bos besok mengambil tindakan yang tepat." "Adakah hal lain yang penting?" Ceo menunggu jawaban Julaika yang lambat menjawab. "Segera istirahat, Bos. Jaga kesehatan dan besok bisa bekerja dengan maksimal." Suara Julaika perlahan tapi pasti dan diakhiri dengan sopan. Intan hanya mengamati Darma dari ranjang. Tidak bertanya sesuatu pun, hanya bola mata memancar aura kecemburuan. "Tidurlah, bukankah sekarang
"Siang, Jaka. Adakah Ceo di ruangannya?" Intan terus melangkah menuju ruang kerja Darma. Jaka langsung mengikuti dari belakang."Biar saya antar Nyonya Muda ke ruangan Ceo." Wanita berparas cantik mengangguk, keduanya berjalan beriringan.Darma sudah melihat kedatangan Intan melalui pesan singkat yang dikirim Jaka. Cepat-cepat menyuruh Cantika dan Julaika agar kembali ke ruangan kerja mereka."Cepat kalian kembali, Intan datang sekarang. Aku tidak ingin ada salah sangka dari dia." Darma menatap kedua asisten pribadi secara bergantian."Wajarkan kami di sini, Bos. Bukankah kami ini asisten pribadimu, setiap waktu melayani dan membantu keperluanmu, Bos." Julaika meyakinkan atasannya dengan santai."Kalian tidak takut dia cemburu dan membahayakan pekerjaan kalian?""Tentu saja tidak, Bos. Lagian kita hanya sebatas atasan dan bawahan. Tidak ada alasan baginya untuk cemburu.""Sudahkah, aku ingin berdua dengan istriku, kalian ke–" Belum selesai Darma mengeluarkan kata-kata, handle pintu su
Ogah …!" Intan berjalan cepat menuju pintu lift. Bergegas turun dari lift ke parkir berjalan cepat untuk memasuki mobilnya. Baru saja membuka pintu depan mobil, tangannya dipegang Ceo, "Biar aku yang setir, kita pulang bareng." Wanita berparas cantik itu mengambil napas panjang, malas bertengkar. Mempersilakan Darma mengambil alih duduk di setir. "Bagaimana dengan mobilmu?" Intan berkata dengan tatapan mata jauh ke depan, tanpa menoleh ke samping. "Aman terkendali, usah risau. Ada Jaka yang akan mengantarkan ke rumah." Suasana sore sangat ramai, waktu pulang kantor memang bersamaan dengan perusahaan lain. Darma melajukan kendaraan dengan kecepatan di bawah rata-rata. "Tumben hari ini macet." Darma memancing pembicaraan dengan wanita yang sedang ngambek di sampingnya. Tidak ada jawaban sepatah kata pun dari bibir Intan. Akhirnya Darma bersiul dan bernyanyi perlahan. "Bagus juga suaramu, Darma." Intan akhirnya berbicara juga, menatap Suaminya yang kegeeran dan senyum sendiri kar
"Apakah sakit kakimu, Intan!" Darma bergegas mendekati istrinya.Kaki putih intan terkena pecahan gelas, darah segar mengalir perlahan. Pelayanan restoran yang melihat hal tersebut, langsung membersihkan tanpa diperintah."Maaf, Tuan Nyonya, biar saya bersihkan." Cekatan benar pekerjaan pelayanan wanita restoran itu, sebentar saja, sudah bersih seperti sedia kala.Julaika yang merasa bersalah, langsung meminta maaf pada Intan, dicium tangan dan memohon ampun atas salah dan khilaf.Intan kesal, karena kecerobohan asisten pribadi suaminya, hingga kaki mulus miliknya berdarah."Maafkan saya Nyonya Muda, Julaika siap menerima hukuman." Sang asisten pribadi bohay menundukkan wajahnya tanpa bergeser sedikit pun."Ya sudah. Aku maafkan." Jawaban singkat Intan berikan. Akan tetapi wajahnya masih terlihat kecewa dan kesal."Oke, Cantika dan Julaika, kami pulang sekarang, Intan sudah tidak apa-apa ini, hanya luka kecil saja." Darma mencairkan suasana ketegangan antara asisten dan istrinya. Ceo
"Apa, mau marah-marah tidak tentu lagi? Tidak terima kalau dikatakan bahwa tidurnya saat senja adalah tidur orang gila." Darma mendekatkan tubuh gagahnya mendekati Intan. Aroma khas sampo yang dipakai Ceo sangat harum, Intan sampai memejamkan mata, menikmati wangi yang ia suka. "Tidak marah, cuma kata-kata yang keluar itu menyakitkan hatiku." "Sudahlah, maaf bila semua perkataan tadi menyakitimu." Kecupan hangat mendarat di kening Intan. Berlalu pergi keluar kamar. Intan hanya menatap tanpa kata kepergian suami. Bersiap-siap mengenakan pakaian yang pantas untuk berkunjunglah ke rumah mertua. Damar kembali ke kamar, lantas menggenakan pakaian santai, tidak butuh waktu lama baginya bersiap-siap. "Mari, kita ke rumah Mama sekarang." "Ia, tapi kita tidak menginap di sana ya? Aku ingin istirahat di rumah kita saja." "Tidak boleh pilih kasih Intan. Dirimu Menginap di rumah mamamu selama dua hari, sekarang tidak mau menginap di rumah mertua?" Darma mendekati Intan, wanita berparas c