Bukan Ervan saja yang berekspresi terkejut seperti itu, Agas juga menampilkan keterkejutan yang sama di wajahnya. Sama sekali tidak mengira kalau adiknya akan mengatakan hal itu."Apa maksud lo apa sih, Nad?" tanya Ervan merasa heran."Seperti yang tadi gue bilang. Ayo kita pacaran aja," jawab Nadia tanpa merasa kalau dirinya melakukan hal salah.Ervan mengerutkan dahi sambil memijatnya karena pusing dengan kelakuan Nadia. Sementara Agas juga sama tidak tahannya seperti Ervan dengan tingkah Nadia."Nadia, jangan becanda deh," ujar Agas menegur adiknya itu.Namun Nadia sama sekali tidak peduli dan tampak sangat percaya diri. "Bukannya lo bilang terganggu sama cewek itu? Solusinya lo tunjukin ke dia kalau lo udah punya cewek dengan begitu dia gak bakal gangguin lo lagi."Ervan memandang Nadia dengan cengo. Tidak habis pikir pada Nadia yang mengusulkan ide seperti itu.Tapi setelah dipikir-pikir lagi, Ervan merasa ide Nadia cukup bagus juga. Ketika menyadari pikirannya itu, Ervan buru-bu
Satria tersentak ketika mendengar seseorang berteriak padanya dan refleks menoleh ke sumber suara, lalu mendapati seorang wanita sedang memandangnya dengan berkacak pinggang."Mbak Risa?" ujar Satria dengan kaget.Perempuan di hadapannya sekarang, tidak lain merupakan kakak sepupu Satria dari pihak ayah. Namanya Risa Nadira, yang dua tahun lebih tua darinya."Siapa dia, Satria?" tanya Risa dengan wajah serius. "Kenapa kamu bisa berurusan sama orang tidak waras seperti dia?!"Pupil mata Satria sedikit melebar. Dia tidak menyangka kakak sepupu tahu soal Nara. Padahal Satria tidak pernah menceritakan kepada siapapun soal Nara. Bahkan pada kedua orang tuanya sendiri.Jadi tidak heran kalau sekarang Satria merasa bingung kenapa kakak sepupunya bisa tahu. Satria memijat dahinya yang terasa pusing. Baru saja dia akan menberikan tanggapan, tiba-tiba Nara berteriak pada Risa dengan mata melotot. "Gue enggak gila! Lo aja yang gila!"Risa yang diteriaki gila oleh orang yang dianggapnya gila, ten
Satria tidak langsung pulang dulu. Dia menunggu kondisi Nara tenang. Baru dia berani meninggalkannya.Satria kembali ke rumah sesuai perintah ibunya. Saat memasuki rumahnya, dia melihat ibunya sedang duduk di ruang tamu bersama dengan Risa. Melihat kehadiran sepupunya, Satria memiliki firasat kalau Risa telah mengadu pada ibunya."Duduk dulu, Satria," kata ibunya.Tanpa bicara, Satria menurutinya dan duduk di hadapan ibunya. Meskipun dia punya tebakan apa yang ingin dibicarakan oleh sang ibu, Satria tetap tenang dan membiarkan ibunya bicara lebih dulu. Kehadiran Risa tidak Satria pedulikan, bahkan dia pun tidak melirik ke arah sepupunya seolah menganggap Risa tidak ada."Kata Risa, kamu punya hubungan dengan perempuan asing yang sedang terganggu kejiwaannya?" tanya ibunya Satria langsung ke pokok pembicaraan.Tanpa mengelak, Satria mengangguk membenarkan. Satria melirik ibunya untuk melihat ekspresinya. Ternyata tidak semarah yang dia kira. Ibunya tampak tenang dan tidak meledak-mele
Satria langsung pamit pada ibunya kemudian kembali ke rumah sakit. Sepanjang jalan Satria tidak bisa berhenti merasa khawatir dan berharap kalau tidak akan terjadi apa-apa pada Nara.Setelah sampai di rumah sakit, Satria diberitahu kalau Nara telah ditemukan di rooftop rumah sakit. Satria akhirnya bisa bernapas lega."Gimana kondisi Nara, suster?" tanya Satria pada seorang suster yang sedang mengganti infus Nara ketika Satria tiba di ruang rawat Nara."Sudah stabil, Mas."Satria berbincang-bincang sebentar sebentar dengan suster itu sebelum akhirnya ditinggal berdua dengan Nara karena suster itu kembali melanjutkan pekerjaannya."Cepat sembuh, Nara," gumam Satria sambil menatap wajah tertidur Nara.~~~"Jadi ...?" Agas bertanya dengan muka takjub. "Lo pacaran sama adek gue?"Ervan sedikit grogi melihat tatapan dari Agas. Dengan suara terbata-bata, dia membalasnya, "Cuma pura-pura.""Pura-pura?" kata Agas dengan alis bertautan. "Maksudnya lo mau main-main sama adek gue?"Ervan langsung
Teriakan Nara membangunkan Satria dari tidurnya. Dia pikir teriakan itu hanya berasal dari mimpinya. Nyatanya bukan.Apa yang membuat Nara berteriak bukan karena mengalami mimpi buruk melainkan karena kehadiran seorang perempuan yang sangat Satria kenal.Mantan pacar Satria yang sempat disebut oleh Risa, yaitu Riska."Kenapa lo ada di sini, Riska?" tanya Satria dengan bingung.Riska yang sedang memegang bantal sontak menoleh ke arah Satria yang telah terbangun. Untuk sesaat dia tidak bisa mengatakan apapun."Gue ...." Riska tampak sangat gugup dan tidak berani bicara.Sementara itu Nara tidak mempedulikan suasana hati Riska sama sekali. Dia dengan langsung memarahi Satria sebagai pelampiasan kekesalannya pada Riska."Dasar pembohong! Bukannya sebelumnya kamu sudah janji gak akan bawa orang jahat lagi kesini?" ujar Nara dengan tatapan menuduh pada Satria."Kemarin sudah gak ke sini, sekarang kamu bawa orang jahat lain?"Kali ini Riska yang terkejut. "Orang jahat apa?! Gue bukan orang ja
"Agas ...." Dua orang yang ada di hadapannya tampak panik setelah dipergoki oleh Agas sedang berciuman."Ini ... Gue ... Eh, itu ...." Ervan mencoba menjelaskan tapi karena terlalu panik, dia tidak bisa mengatakannya dengan jelas.Sementara ekspresi Agas sudah dingin sejak tadi. Mungkin ini pula yang membuat Ervan kehilangan ketenangannya. Sedangkan Nadia sama sekali tidak merasa ada yang salah dengan apa yang baru saja dia lakukan. "Biasa aja kali kak. Kayak gak pernah ciuman aja," celetuk Nadia dengan santai.Wajah Agas jadi semakin gelap mendengar ucapan Nadia yang terkesan tidak peduli. Tanpa kata, dia membawa putranya pergi karena merasa tidak perlu berbicara lebih lanjut padanya.Namun Ervan justru menjadi panik karenanya. Dia mengabaikan Nadia dan berjalan mengejar Agas."Tunggu dulu, Gas. Gue bisa jelasin ...."Sementara Bima yang sedang digendong oleh ayahnya tampak bingung dengan suasana aneh yang sedang terjadi. Dengan penuh minat, dia menatap bolak-balik antara ayahnya d
Satria buru-buru berlari melewati koridor rumah sakit karena ingin segera sampai. Akhirnya dia tiba di ruang rawat Nara. "Bagaimana keadaan Nara, Dok?" Satria langsung bertanya pada dokter yang ternyata masih ada di ruangan Nara. "Oh sudah datang rupanya," kata dokter itu mengenali Satria karena memang sudah sering bertemu di rumah sakit ini. "Keadaannya sudah membaik. Hanya perlu hati-hati merawatnya karena pasien mematahkan tulang rusuknya saat terjatuh." "Saya akan merawatnya dengan baik, Dok." Dokter itu tidak berlama-lama di ruangan Nara karena masih memiliki banyak pasien yang harus diperiksa. Meninggalkan Satria berdua dengan Nara yang masih belum sadarkan diri. "Jangan buat saya khawatir, Nara," kata Satria dengan suara pelan dan lirih. Untungnya Nara pulih dengan baik. Meski kesehatan mentalnya bermasalah. Satria tetap merawatnya dengan tulus meskipun mereka tidak memiliki hubungan apa-apa. Sementara itu di tempat lain, hubungan yang dijalin oleh Ervan dengan Nadia ber
Amarah Agas menggebu-gebu. Tanpa mempedulikan lagi kalau wanita di hadapannya ini adalah ibu dari anaknya, Agas mendorong Riri ke samping lalu menendang pintu kamar mandinya sampai roboh.Riri yang terdorong, tidaklah terluka tapi tentu saja dia merasa kaget dengan reaksi Agas yang keras. Hal itu membuat Riri semakin merasa benci pada Agas dan wanita yang dicintai Agas."Segitunya kamu sama aku, gak pernah memberi aku kesempatan sama sekali. Bagaimana aku tidak membencimu dan wanita itu karena ini," ujar Riri pada suami yang telah melenggang pergi. "Kamu akan membayar penghinaan, Agas!"Sementara itu, Agas berjalan dengan langkah cepat yang panjang menuju mobil yang sebelumnya telah dia masukkan ke garasi.Tanpa kata, Agas mengeluarkan kembali SUV Hitam miliknya untuk pergi dari rumahnya sendiri. Dia perlu waktu untuk menenangkan diri lebih dulu.~~~"Makan ya, satu suap aja," bujuk Satria yang saat ini sedang berusaha membuat Nara makan.Namun sayangnya Nara tidak menanggapinya dan h