Share

Bab 2

INFERTIL 2

Vina turun ke ruang makan, setelah usai membersihkan diri dan berdandan sewajarnya. Mertuanya ini orang berada punya banyak ART, jadi Vina tak perlu bangun pagi untuk bantu-bantu di dapur.

Kalau Abra nggak kaya, mana mungkin mamanya memaksa Vina menerima pinangan pria 32 tahun itu. Untung ganteng, jadi Vina nggak merasa terpaksa, seneng malah.

"Hai sayang ... Gimana, nyenyak tidurnya?" sapa Maya, mama mertua Vina.

"Iya Ma, nyenyak banget, sampai kesiangan bangunnya," jawab Vina tak bersemangat.

Maya menatap Vina heran. "Kok lesu gitu, Vin? Kecapekan ya semalam?" Maya mengangkat dua alisnya, menggoda menantu barunya itu.

"Mama apaan sih? Belum Ma, segelnya masih utuh." Maya terlihat menghela nafas mendengar jawaban Vina.

"Hah? Jadi kalian belum .... " Maya menautkan kedua jarinya, yang dibalas anggukan oleh Vina. "Mungkin Abra kecapekan, Vin. Tapi mama yakin malam ini dia bakal bikin kamu minta ampun," ujar Maya antusias.

'Benar juga kata Mama, mungkin aku harus sabar menunggu sampai nanti malam,' gumam Vina dalam hati.

"Oh ya, Ma? Mas Abra mana? Kok nggak kelihatan?" Vina menoleh ke kanan kiri, mencari keberadaan sang suami.

Pasalnya saat Vina bangun Abra sudah tidak ada di sisinya, Vina pikir laki-laki itu turun makan duluan.

"Ada sedikit urusan katanya, paling siang nanti sudah pulang," jelas Maya sambil menuang nasi ke piringnya. "Ayo makan, Vin! Makan yang banyak biar kamu sehat, dan cepet ngasih cucu Mama."

"I-iya Ma," jawab Vina sedikit terbata. Hatinya jadi galau, memikirkan sikap aneh Abra. Mereka baru sehari menikah, masa-masa pengantin baru yang kata orang 'indah' ini, kenapa dilewatkan oleh Abra? Justru memilih mengurusi urusan lain?

Jangan-jangan Abra menemui si Antony itu? Entah siapa dia? Laki-laki atau perempuan? Yang jelas menurut Vina, tak sepantasnya Abra meninggalkan dirinya yang masih terlelap, tanpa berpamitan.

Apa Antony marah, tidak terima Abra menikahi Vina? Hingga membuat Abra kalang kabut, dan buru-buru menemuinya? Pikiran-pikiran negatif itu memenuhi otak Vina sekarang.

"Vin!" Panggilan mertuanya membuat Vina tersadar dari lamunannya. "Eh, iya Ma, ada apa?"

"Disuruh makan kok malah melamun. Kamu itu mikir apa? Nggak nyaman dengan permintaan mama yang minta cucu?" tanya Maya lembut.

"Enggak Ma?" sahut Vina cepat.

"Ya sudah, cepet makan! Kamu nggak usah overthinking gitu, mama sabar kok menunggu cucu dari kalian. Ya meski lebih cepat lebih baik, tapi kamu jangan terlalu kepikiran, nanti malah stress." Vina hanya mengangguk pelan, lalu mengisi piringnya dengan nasi dan lauk pauk.

"Mah, boleh tanya nggak?" tanya Vina takut-takut. Maklum dia belum terlalu dekat dengan mertuanya ini, tapi sebelumnya wanita 60 tahun itu pernah berpesan, agar Vina tidak merasa sungkan, dan menganggap dia seperti ibunya sendiri. Hal itu yang membuat Vina memberanikan diri untuk bertanya tentang suaminya.

Maya yang tengah menikmati sarapannya itu, berhenti mengunyah lalu menatap Vina heran. "Tanya apa?"

"Mas Abra punya mantan, nggak?" tanya Vina ragu.

Maya melanjutkan mengunyah makanannya, lalu menenggak air putih yang tersaji di depannya. "Kenapa tiba-tiba kamu nanya begitu? Memang Abra kenapa?" Maya menatap Vina penuh selidik.

Pertanyaan Maya membuat jantung Vina berdegup kencang. Dia hanya ingin tahu tentang suaminya, kalau tidak bertanya pada mertuanya lalu tanya sama siapa? Hanya Maya orang dekat Abra yang dia kenal.

"Ingin tahu aja, Ma. Biar Vina bisa belajar menjadi istri yang baik untuk Mas Abra. Berusaha menjadi wanita yang diidamkan Mas Abra," ucap Vina pelan, mencoba meyakinkan mertuanya. Padahal dalam hatinya dia ingin menguak rahasia dibalik sikap Abra yang menurutnya penuh misteri.

"Hm!" Maya berdehem sebentar. "Beberapa tahun yang lalu, tepatnya kapan Mama lupa. Abra pernah mengenalkan teman wanitanya, namanya Lia. Dia cantik tapi lebih cantik kamu, kok." Ucapan Maya membuat senyum Vina merekah seketika. Setidaknya dia punya poin plus, lebih cantik dari mantan pacar Abra.

"Waktu itu Abra baru kerja, sementara Lia masih kuliah. Hubungan mereka berjalan 2 tahun kalau nggak salah. Waktu itu mama pikir, Lia lah yang bakal berjodoh dengan Abra, tapi takdir berkata lain. Abra mengalami kecelakaan, entah apa sebabnya pacar itu justru meninggalkan Abra dan tak lama menikah kemudian dengan orang lain. Sejak itu Abra tak pernah lagi mendekati wanita, sampai kemudian dia mau Mama jodohkan dengan kamu.

Kamu tahu nggak Vin, Abra kasihan banget waktu itu. Sudah sakit, ditinggal pacar nikah. Kok ada wanita yang tega gitu ya? Padahal Abra kecelakaan karena mengantar dia dan keluarganya menghadiri acara di kota sebelah. Tapi Mama seneng, akhirnya Abra mau membuka hati dan menerima kamu sebagai istri," tutur Maya panjang lebar.

Apa Mas Abra masih sangat mencintai pacarnya itu? Hingga menolak menyentuhnya tadi malam? Pikiran itu melintas dalam kepala Vina. Tapi Maya bilang dia lebih cantik, kenapa Abra tidak bisa melupakan mantan pacarnya itu? Tapi cinta kan tak memandang rupa? Pusing kepala Vina memikirkan segala tentang Abra.

"Melamun lagi? Sudah lah kamu nggak usah mikir yang aneh-aneh, yang penting Abra sekarang sudah menjadi suamimu. Tugasmu sekarang membuat dia bahagia, dan merasa beruntung memiliki kamu. Ayo makan!"

Vina tak lagi bertanya, setelah mendengar penjelasan mertuanya. Dia fokus pada makanannya, sampai kemudian terlintas dalam kepalanya untuk bertanya tentang Antony. Vina yakin, mama mertuanya ini tahu siapa si Antony ini.

Tak ingin didera rasa penasaran Vina pun memberanikan untuk bertanya. "Kalau Antony, mama kenal?" Maya menatap Vina. "Ya kenal lah, dia itu sahabat Abra sejak SMA. Pas resepsi pernikahan kalian dia juga datang, kan? Memang Abra nggak mengenalkan kalian?" Vina hanya mengggeleng pelan.

Seingatnya dia, tamunya semalam hanya menyalami dan mengucapkan selamat, tanpa ada yang menyebutkan nama. Yang mana Antoni jelas Vina sama sekali tidak tahu.

"Dia itu dokter, sudah spesialis lho. Yang kayak dokter Boyke itu, lho. Apa namanya?" lanjut Maya kemudian.

"Seksolog?" sahut Vina.

"Iya kayaknya. Eh, kenapa tiba-tiba kamu nanya tentang Antoni?" Maya mengerutkan kening sambil menatap heran Vina.

"Penasaran aja, Ma. Dia itu laki-laki atau perempuan?" Itu yang sebenarnya ingin Vina tahu, apa gender si Antoni itu.

Maya tergelak mendengar pertanyaan menantunya, dari namanya saja sudah jelas nama laki-laki. "Laki-laki, Vin. Abra mana punya temen perempuan? Kalau punya, dia pasti nyari istri sendiri, bukan minta mama nyariin." Vina manggut-manggut mendengar jawaban Maya.

Sekarang yang jadi pertanyaan Vina, si Antoni ini laki-laki sejati, atau laki-laki tulang lunak. Masalahnya Chat dari Antoni semalam sangat mengganggu pikirannya.

"Mah, Antoni itu normal nggak, ya?" tanya Vina ragu-ragu, takut kalau mertuanya ini salah tangkap apa maksud Vina.

Maya terkekeh mendengar pertanyaan Vina, jadi menantunya ini curiga Antoni punya "hubungan spesial" dengan Abra?

"Antoni sudah menikah, punya sepasang anak kembar yang lucu-lucu. Istrinya juga cantik sekali, jadi kamu nggak usah khawatir kalau Antoni dan Abra belok bersama. Mereka sama-sama normal. Antoni dan Abra dekat, karena waktu kecelakaan itu, Antoni yang menjadi dokternya, waktu itu dia masih dokter umum."

Plong, itu yang hati Vina rasa. Tapi yang masih menjadi pertanyaannya, apa maksud chat Antoni semalam? Mencurigakan sekali.

Bersambung ....

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status