Share

7

Tiba-tiba Sosok menjulang menghalangi penglihatan Sana di depannya, saat dia sedang melihat sekeliling tempat yang baru saja dia datangi, Papanya yang membawa Sana ke tempat ini.

Dia juga melihat banyak orang yang sedang melakukan gerakan-gerakan aneh di sekelilingnya.

"Anak baru!" Ucap anak yang berdiri di depannya itu, dia berdiri sembari mengangkat dagunya angkuh, sambil ke dua tangannya berkacak pinggang. Sana hanya diam menatap anak di depannya. 

"Liatkan, tadi gerakan gua. Keren kan?" Ucap anak itu, lagi. Dia mendatangi anak baru ini, karena ingin anak ini mengakui kehebatannya. Di tempat ini, tidak ada orang yang tidak memujinya.

Tapi Sana sekali lagi tidak mengatakan sepatah katapun, dia masih diam menatap anak di depannya.

Anak itu jadi salah tingkah, dan menurunkan tangannya dari pinggangnya karena orang yang dia ajak bicara hanya diam menatapnya tanpa emosi. "Lo bisu ya?" 

Tapi tidak ada jawaban sama sekali. Kemudian anak itu menarik lengan Sana, untuk berjabat tangan. "Kenalin nama gua Sarah! Gak ada yang gak kenal sama gua disini!"

Sana masih tetap diam. Tapi Sarah tidak menyerah dia masih berusaha berbicara dengan Sana. "Kalau lo jadi pengikut gua, Lo bakal jadi sekuat gua." Tawarnya, dengan nada sombong.

Lalu Sarah berlari sambil menarik Sana lebih dekat ke tempat latihan mereka, dia ingin memperlihatkan bagaimana kuat dan kerennya gerakan beladiri yang akan dipelajari oleh Sana.

"Lo bakal belajar ini. Kalau mau kuat kaya gua, lo harus berusaha keras!" Ucap Sarah sambil tertawa. Sana hanya diam menatap orang-orang yang bergerak dengan aneh itu.

"Sana!" Papanya memanggil, Sana melepaskan tangannya dari genggaman Sarah, dan berlari menuju papanya yang sedang berjalan ke arahnya. Dia langsung naik ke dalam gendongan papanya.

"Sana. ini master yang akan jadi gurumu disini." Ucap papanya, menunjuk laki-laki paruh baya di depannya, yang sedang tersenyum. "Ayo perkenal kan diri." Ucap papanya.

"Halo, nama Saya Dewi Sana. Salam kenal." Ucap Sana dengan nada datar mengikuti perintah papanya. Sarah menganga melihat Sana yang bisa berbicara.

Orang yang bernama master di depannya, tertawa. "Lucu juga,  anakmu Tegar!"

Papa Tegar tertawa canggung. "Dia emang gak terbiasa berbicara."

"Sarah! Sini!" Master di depannya, memanggil anak yang dari tadi terus mengajaknya berbicara. 

Sarah berjalan menuju kakeknya dengan kesal, dia kesal dengan anak yang di gendongan itu. Ternyata anak itu sangat sombong, karena tidak mau berbicara dengannya. 

"Kenalin ini cucu master! Kayaknya kalian seumuran. Kalian disini bisa jadi teman." Ucap Master itu, memegang kepala Sarah yang sedang berdiri disampingnya. "Ayo perkenal kan diri Sarah!"

Baru saja Sarah ingin memperkenalkan diri dengan ogah-ogah, tapi Sana berbicara lebih dulu. "Udah kenal."

"Ohh. Kalian udah kenal ternyata. Gimana cucu master?"

Sana menjawab dengan polos. "Dia berisik!" Setelah itu ke dua tangannya memeluk papanya.

Master di depannya tertawa sangat keras. Sedangkan reaksi Sarah yang syok dengan mulut menganga. Baru kali ini dia mendengar ada anak yang berani mengatainya, di depan mukanya langsung.

"Sana!" Ucap papanya memperingati. Sedangkan orang yang diperingati hanya diam dengan tatapan polos.

"Kalian pasti akan jadi teman baik!"

***

Ini sudah tiga bulan sejak Sana masuk ke dalam pelatihan beladiri ini. hari ini merupakan hari dimana seluruh murid berlatih tanding. Latih tanding ini bertujuan, untuk menilai apakah murid sudah bisa menerima ilmu pelatihan yang dia dapatkan setiap tiga bulan sekali dari tempat ini atau tidak.

Kali ini lawan Sana adalah Sarah, karena mereka seumuran, jadi mereka dipasangkan. Mereka selama tiga bulan ini tidak terlalu dekat. Meskipun setiap hari Sarah selalu mendatanginya untuk membicarakan sesuatu seperti.

 "Aku hebat ... " atau hal-hal semacam itu, tapi Sana tidak peduli.

"Mulai!"

Sarah menyeringai, kali ini dia akan mengalahkan orang di depannya dengan mudah.

"Eh ... " dia terjatuh? Dia bisa melihat tatapan Sana yang melihatnya dari atas. Dia benar-benar kalah?

Orang-orang yang bersorak membuatnya benar-benar menyadari bahwa ini adalah fakta. dia kalah dari anak yang baru 3 bulan berlatih beladiri. Sarah sangat malu, dia hanya ingin menangis saja rasanya. 

"Pertandingan udah selesai, loh." Uluran tangan itu membuat Sarah menoleh menatap Sana. Dia menepisnya! Lalu dia lari dari tengah aula sambil menutupi matanya yang berair menggunakan lengannya. Sana hanya menatap datar hal itu.

***

"Ya ya ya ... dulu gua emang cengeng." 

"Iya sih bener. Tapi Sana hebat juga ya ... baru tiga bulan, udah bisa ngalahin orang yang latihan setahun." Ucap Tika kagum.

Sana tersenyum miring. "Baru tau."

Sarah menepuk punggungnya keras. "Kita tau kok." Sana menoleh kesal, karena perih di punggungnya.

"Terus, terus kalian abis itu deket." Tanya Alia penasaran.

Sana mengangguk. "Abis kalah, besoknya dia datengin gua. Terus minta jadi temen."

"Heh ... kalau gua jadi Sana sih, gak bakal mau." Julid Alia, menatap Sarah sinis.

Sarah memukul punggung Alia, lalu tertawa. "Untung Sana bukan lo, ya."

Alia balas memukul punggung Sarah, karena punggungnya sakit dan perih. Ketika Sarah ingin membalas, Sana memegang tangannya lalu menatap Sarah menggeleng, jangan.

"Ah iya, maaf ... maaf. Gua kebawa suasana." 

"Lo bisa sih seneng deket-deket sama nih anak yang senengnya mukul." Seram Tika menatap Sarah.

"Hah! Lo mau gua pukul juga!" Kesal Sarah. Rani langsung merantangkan tangannya memisahkan mereka. "Stop! ... jangan pada berantem!"

Mereka semua menatap Rani tidak enak, jika dia sampe turun tangan berarti mereka memang sangat mengganggu.

Sarah langsung tertawa pelan. "Becanda, kok. Gua ada berita hottt banget nih." Semuanya langsung menoleh penasaran padanya. "Nungguin ya?"

"Anjir, cepet lah apaan!" Kesal Alia. Begitupun yang lain, menatap dia kesal.

"Tenang-tenang ... Sekarang Sana punya crush guyss!" Ucap Sarah dengan semangat.

Sana menutup muka malu. "Ahhh! Kenapa di omongin sih!"

Alia, Tika dan Rani kaget. Tika langsung memeluk Sana. "Ya ampun! Gua kira lo gak bakal suka sama cowok lagi. Gara-gara tipe lo lebih kurang lebih kaya kak dewa."

"Gak lah. Kak Dewa, kak Dewa. Crush gua ya beda lagi." 

"Tapi bener loh. Biasanya orang yang kebanyakan atau ngabisin waktu paling banyak sama lo, itu bisa jadi tanpa sadar jadi tipe ideal lo." Jelas Alia.

"Yang pasti, ganteng kan?" Tanya Rani semangat.

Sana menatap ke segala arah, karena salah tingkah. "Gak tau, sih." Lalu Sana menutup wajahnya menggunakan telapak tangannya, dia merasa malu sekali ngomongin Fikar. "Akkhh! ... pokoknya udah jangan ngomongin, dia lagi!"

Tika, Rani dan Alia yang Melihat itu merasa gemass.

Tapi Sarah yang lebih dulu mencubit ke dua pipi Sana gemas. "Lucu banget!!"

"Adu .. du duhhh." Ringis Sana. Dia memukul ke dua lengan Sarah, agar melepaskan ke dua lengan itu dari pipinya.

Tika memeluk Sana lebih erat lagi. "Yang terpenting, kakak lo gak bakal pusing lagi kalau mau nikah. Karena lo udah punya calon."

Sana melepaskan diri dari pelukan Tika. "Tu ... nggu! Gua baru crush doang ya. Belum sampe mau nikah!" Wajahnya sudah merah batas maksimal.

Sarah tertawa puas melihat Sana yang malu. Mereka pun memberikan banyak pertanyaan pada Sana tentang Fikar, sampai membuat Sana K.O tidak bisa berkata apa-apa.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status