Share

3

"Baik, kita akhiri pertemuan hari ini." Dosen itu dari tengah-tengah kelas berjalan menuju mejanya. "Ohh iya. Ibu sudah menentukan kelompok untuk tugas minggu depan."

Keadaan Kelas saat ini hening. Sebenarnya hanya mahasiswa barisan depan yang mendengarkan dosen berbicara dari awal hingga akhir, sedangkan di paling belakang hanya orang-orang yang tidur. Tentu saja Sana bagian dari barisan depan, meskipun sekarang dia duduk di bagian tengah.

"Pj kelas disini siapa?" Tanya Dosen itu. Dinda mengangkat tangan, "Saya bu."

Dosen itu berjalan ke arah kursi Dinda dan memberikan beberapa lembar kertas. "Disini sudah ada nama-nama kelompok dan tugasnya apa. Tolong bagikan pada teman-temanmu."

"Baik bu. Apa bakal di presentasikan tugasnya?" Tanya Dinda, dia duduk di kursi barisan depan. Tipikal anak rajin dan pintar.

"Benar. Masing-masing satu kelompok setiap minggu mempresentasikan hasil belajarnya." Jelas Dosen itu, membenarkan kaca matanya yang sedikit melorot.

Dinda mengangguk, lalu tersenyum. "Baik Bu."

"Terimakasih, ya." Ucap Dosen pada Dinda, lalu kembali ke kursi khusus dosen disana.

"San. Masih lama gak?" Bisik Sarah disamping telinganya. Sana balas berbisik dengan jengkel. "Lu jangan tidur terus. Kita lg dibagiin kelompok."

Sarah menguap lalu menegakkan tubuhnya. Dia melihat teman-teman di barisan depannya sedang membicarakan sesuatu, dan dosennya di depan sana sedang duduk tenang, memegang ponsel.

"Emang sekarang matkul apa?" Tanya Sarah pada Sana cukup keras. Beberapa orang disamping mereka menoleh kearah Sarah dengan pandangan tidak enak. Sana menunduk, lalu menelungkupkan wajahnya kedalam lipatan tangannya di atas meja. 

"Jangan ngomong sama gue!" Bisik Sana tajam. Sarah tertawa, " Santai aja kali."

"Nama yang di panggil. Tolong ambil kertas ini ke depan." Suara Dinda itu, mengintrupsi semua orang di kelas.

Kemudian satu persatu orang yang di panggil maju ke depan, sepertinya hanya perwakilan kelompok saja yang maju untuk mengambil kertasnya, tidak semuanya.

"Dewi Sana." Sana berdiri, lalu berjalan menuju kursi PJ nya di barisan depan. Sana merasa semua mata sedang tertuju kepadanya, dia sedikit merasa minder. 

"Ini ada nama-nama orang di kelompok lo, ya. Di kertas juga ada topik buat tugas kelompok lo." Ucap Dinda pada Sana. Dia mengangguk lalu mengambil kertas itu, kemudian kembali pergi ke kursinya.

Sarah langsung mengambil kertas di tangan Sana, padahal dia belum duduk. Sarah melihat isi kertas itu, lalu bergumam. "Gue nya gak ada. Kita gak sekelompok San." Dia memberikan Sana kembali kertas tersebut.

Sana duduk lalu melihat kertas itu, dia memiliki 6 anggota kelompok termasuk dirinya. 

"Oke semuanya. Kalian boleh memulai berdiskusi kelompok hari ini, minggu depan akan di presentasikan." Ucap Dosennya yang sudah berdiri di tengah kelas. Setelah itu semua orang sibuk mencari rekan kelompoknya begitupun juga Sana.

"Ehh?" Sana berdiri bingung, anggota kelompoknya sudah membuat lingkaran menggunakan kursi mereka dan berdiskusi. "Eh, Sana. Kayaknya lo gak muat deh. Lo tau kan disini kecil banget jaraknya, sedangkan lo..." orang itu menatap rendah Sana dari atas kebawah. "Pokoknya disini udah sempit."

Sana tertawa terpaksa, dia mengepalkan tangannya erat. " iya gak papa. Gue duduk dibelakang kalian aja." 

"Maaf, ya San." Ucap yang lain.

Sana mengangguk sambil tersenyum pahit. Lalu dia duduk di kursinya yang dia bawa, dibelakang mereka yang berposisi melingkar.

Ini berawal dari Setelah Sana menyebutkan nama kelompoknya siapa saja, anggota kelompoknya langsung berkumpul, kemudian Sana berjalan ketempat berkumpul kelompoknya, setelah itu kejadiannya seperti tadi. Dia menghela nafas diam-diam.

Kemudian diskusi kelompoknya pun dilanjutkan, banyak yang mereka obrolkan. Sana dibelakang mereka hanya diam sambil melihat jam terus-menerus, berharap sisa waktu 15 menit yang dimiliki, terlewat dengan cepat.

Ketika menatap ke sembarang arah, dia tak sengaja melihat Sarah, Sana sedikit iri melihatnya, kelompok Sarah  solid dan terlihat sangat kompak. Sarah itu orang yang gampang disukai oleh orang lain, sehingga mudar berbaur. Apalagi ditunjang dengan wajahnya yang cantik khas campuran, sayangnya dia hanya memiliki mantan satu karena kebanyakan yang menembak Sarah adalah perempuan. Sedangkan kebanyakan laki-laki minder mendekatinya karena takut kalah saing kerennya.

***

Saat terakhir pembagian tugas, Sana mengajukan diri sebagai pembuat makalah setelah melihat mereka membuat-buat alasan agar tidak mengerjakan makalah. Setelah keluar kelas, Sana bernafas lega. Rasanya seperti beban hidupnya terangkat semua dari pundaknya. 

Dia dan Sarah sekarang sedang berjalan menuju kantin Umum di kampusnya, mereka memutuskan kesana karena kantin disana lebih besar dan banyak pilihan. Yang banyak mau bukan Sana sebenarnya, tapi orang yang berjalan di sebelahnya.

Sarah dan Sana sampai di depan kantin. "Lo cari kursi ya!" Ucap Sarah yang berjalan lebih dulu di depannya, Sana ingin berucap. Tapi Sarah lebih dulu tahu maksudnya. "Ayam gorengkan, oke nanti gua beliin."

Sana tersenyum memberikan jempolnya. Lalu dia melihat sekelilingnya, disana ramai oleh mahasiswa kelaparan sepertinya. Ah, dia menemukan meja kosong untuk empat orang. Dia berjalan ke arah meja itu lalu mendudukinya. Sana mengeluarkan ponselnya, sembari menunggu Sarah, dia membuka aplikasi tempat dimana membaca komik online.

"Makanan udah datang." Ucap Sarah meriah, Sana mendongak, kok dia merasa aneh dengan sikap orang di depannya ini, tidak seperti biasanya. Dia menatap curiga, tapi tetap mengambil ayam goreng yang di pesannya, ada tiga potong ayam goreng dan satu nasi sedangkan Sarah membeli Baso jumbo.

"Gak gua apa-apain kok makanannya." Jelas Sarah. Sana tambah curiga, dia mengkerutkan alisnya. "Beneran! Coba lo liat makannya. Gak ada apa-apakan!" Ucap Sarah lagi, membela diri.

"Ohh." Respon Sana, setelah itu dia memulai makan. Selama makan mereka hening, tidak ada yang bicara sedikitpun. Sana kembali melanjutkan menscrol Ponselnya untuk membaca komik online sembari makan.

Ketika makanan mereka tinggal sedikit, Sarah berbicara. "Apa mau gua habisin mereka itu?" 

Sana mendongak, sedikit terkejut tapi dia berpura-pura tidak mengerti. Dia menaruh ponselnya ke atas meja. "Habisin siapa?"

"Jangan pura-pura gak tau. Lo di kelas tadi gak nyaman kan sama mereka. Gak di ajakin sama sekali lagi." Jawab Sarah dengan suara rendah. 

Sana mendongakkan kepala keatas menatap langit, lalu menarik nafasnya kencang. Dia suka merasa terharu sampai menangis, kalau ada orang yang mengetahui kesedihannya. Karena itu dia selalu diam ketika menghadapi masalah.

"Gak usah, gak papa. Biar gua aja yang nyelesaian." Ucap Sana setelah tenang dan menurunkan kepalanya. Dia mengambil tisu yang disodorkan Sarah, untuk mengelap hidung dan sedikit air mata yang keluar di matanya.

Kemudian Sana tertawa kecil. "Udah lanjut makan aja." Tapi tidak dengan Sarah. Dia menatap Sana serius. Tapi Sana tetap melanjutkan makannya, dan tidak menggubris tatapan yang diberikan padanya.

Akhirnya mereka selesai makan. Setelah mereka menghabiskan minum, mereka beranjak dari kursi. "Abis ini mau kemana?" Tanya Sarah.

"Ke perpus. Gua mau baca." Jawab Sana. Dia juga bertanya. "Kalau lo mau kemana?"

"Club gua ngadain kumpulan dadakan." 

Sana mengangguk. "Yaudah bareng aja keluar kantinnya." Sarah pun juga mengangguki. 

Mereka berjalan beriringan menuju pintu keluar kantin. Sana menoleh ketika mendengar seseorang yang memanggilnya. Itu kakak tingkatnya, kak Firdaus. Sana dan Sarah pun berhenti.

"Iya, Ada apa ya kak?" Tanya Sana pada Firdaus, si ketua Jurnalistik.

"San gue gak ganggu kan?" Sana menggelengkan kepala, padahal dia sedikit berat hati menjawabnya. "Ini Formulir pendaftaran Jurnalis, nanti bagiin di kelas lo, ya. Takut ada lagi yang mau masuk Jurnalis di kelas lo." Ucap Kating itu, memberikan kertas formulirnya.

"Oke siap kak, nanti gue bagiin. Kalau udah, dikasih ke lo nya dimana?" Balas Sana bertanya. Dia menerima formulir itu. Sebenarnya dia malas.

"Makasih. Lo langsung aja anter ke kelas gue, di fakultas ekonomi kelas Bisnis. Lebih detailnya nanti gue chat aja ya." Ucap Kating yang namanya Kak Firdaus, sambil memberikannya tanda jempol oke.

"Siap kak. Gua dul ... " belum sempat Sana melanjutkan ucapannya, matanya mengintip sedikit dan terbelalak. 

Dari samping kanannya tiba-tiba ada seseorang yang merangkulnya dan memotong pembicaraan. "Eh , Lo yang waktu itu di ruang Jurnaliskan? Kita belum kenalan nih." Ucap Kak Fikar yang baru datang itu, menatap Sana Sambil menunjuknya.

Fikar menoleh pada Firdaus, lalu menyapanya. "Eh, Firda." Firdaus hanya diam saja, tidak meladeni anak itu.

Sarah yang berada disamping kiri Sana, membentuk huruf Woo di mulutnya tanpa bersuara. Berani banget ni orang, tapi kalau Sana pasti bakal selow aja sih, Batinnya.

Perkiraan Sarah meleset, "Arrgghhh." Suara teriakan itu menggema di seluruh kantin, karena tangan laki-laki itu di pelintir kemudian tubuhnya di banting ke lantai oleh Sana. Sarah menahan nafas melihatnya. 

Dia melihat Sana menatap tajam senior itu dan menggumamkan kata-kata yang hanya bisa di dengar oleh Sarah dan 2 senior, di depannya dan yang terkapar dilantai. "Jangan Sok kenal lo!!"

Firdaus yang mencoba mencerna apa yang sebenarnya terjadi, terdiam di tempat.

Sana menoleh menatap lelaki itu sebentar, sebelum pergi berlalu dari kantin dengan cepat. Sarah tersadar dari rasa tercengangnya karna mendengar ringisan dari korban.

 "To ... longin gue."

Firdaus juga tersadar, dia menatap temannya itu dengan kasihan. Saat ingin membantu, dia menoleh karena merasa pundaknya disentuh ringan. "Mau gua bantuin gak kak. Takutnya lo gak kuat." Tawar Sarah tersenyum ramah.

Firdaus tercengang mendengar itu. "Hah?" 

Sarah mengambil satu tangan Firdaus lalu mengusapnya menggunakan dua ibu jarinya dengan penuh perasaan. "Tangan lo yang indah, dan rapuh ini, bakal iritasi kalau harus ngangkat gorilla itu." Ucap Sarah tersenyum lembut.

"Dia Cowok!"

"Eh?" Sarah dan Fajar sama-sama diam. Semuanya tiba-tiba hening.

"Beneran Cowok." Ucap Fikar lagi. Dia akhirnya berusaha duduk sendiri, karena orang-orang di depannya sibuk dengan dunianya. Padahal saat ini mereka menjadi pusat perhatian, tapi apa tidak ada yang berniat menolongnya?

Sarah melepas tangan itu, lalu menggaruk belakang lehernya yang tak gatal sambil tertawa garing. "Kayaknya gua ada urusan mendadak. Dah!" Dia langsung berlari darisana secepat mungkin.

"Pfftt ... " 

Secara mengejutkan wajah Firdaus sudah di depan wajah Fikar,  matanya menatap tajam, lalu berbisik. "Gua bunuh kalau ketawa!" Tawa Fikar tertahan di tenggorokan. Dia terdiam dilantai.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status