Share

Bosku Galak
Bosku Galak
Penulis: Fiska Aimma

Bab Satu. Tetangga Tak Diundang

"Tarii! Gaji kamu saya potong karena kamu gak ngucapin selamat pagi sama saya! Sekarang, keluar!" 

Alamakjang! Salah apa lagi aku? Timbang nggak ngucap 'selamat pagi' aja gaji dipotong 100 ribu. Emangnya aku pegawai mini market yang setiap ada pelanggan lewat harus bilang, 'Selamat pagi, Kak!' 

'Selamat siang, Kak!' atau 'Selamat malam, Kak!' terus aja begitu sampai ada yang baper terus minta dinikahin.

Bruk!

Aku menjatuhkan diri ke atas kursi kerjaku dengan kesal sampai si Igo rekan kerja satu divisi berbalik kepo. Kalau dipikir-pikir dari beratus-ratus orang di kantor hanya dia deh yang peduli sama kepedihan seorang Mentari Senja yang menyinari bumi ini. 

"Kenapa lagi, Tar? Lu kena semprot lagi, ya?" Igo menatapku penasaran. 

"Hu um. Heran gue, itu Bos kenapa galak banget sama gue? Semua aja disalahin ke gue, capek ... fiuh!" keluhku sambil mengacak rambut yang udah kayak kena angin ribut. 

"Ya udah sabar aja, sabar! Namanya juga orang kaya. Oh iya, makan siang lu mau ke mana? Gimana kalau lu ik--"

"Tariii! Laporan bulanan mana? Ngobrol terus! Kamu tahu gak gaji kamu itu dibayar 500 RUPIAH per menit sekarang cepat serahkan!" Belum sempat si Igo menyelesaikan kalimatnya, lagi-lagi Bos gila itu berteriak.

"Iya, Pak! Bentar! Go, ngobrolnya nanti lagi, ya? Bye ...," Dengan sangat terpaksa aku harus bangkit lagi dari kursi lalu bergegas menuju ke ruangan Pak Leo.  

Ya Allah Ya Tuhanku, bunuh Bos sendiri dosa nggak, sih? Ngobrol semenit aja dia hitung. ASTAGA. 

(***)

Penderitaanku terus berlanjut. Semenjak Pak Leo menggantikan ayahnya di perusahaan, semua kondisi otak dan batinku menjadi kacau. Tidurku tak nyenyak, makan tak berselera sampai BAB tak lancar. 

Aku stres. Benar-benar setres.  Anehnya, hanya aku yang dia usik, perasaan ke yang lain nggak sampai segitunya. Emang sih galak juga tapi enggak sampai ganggu tengah malam kayak begini. 

Sekretaris bukan tapi kok aku kayaknya berasa paling sibuk ngurusin keperluan dia. Pernah aku berniat mau resign tapi nyari kerjaan di zaman sekarang susah, Coy! 

Apartemen sama biaya hidup udah mahal dan di sini gajinya termasuk gede, cukup buat nabung dan bayar hutang. Akhirnya, walau pedih aku memutuskan untuk bertahan sambil mencari pekerjaan baru. 

Kali-kali aja ada. 

"Halo, Pak?" tanyaku malas sambil menguap. Ini sudah kali kedua dia menghubungi tengah malam seperti ini, entah apa yang diinginkannya kali ini.

"Halo, Tar," jawab si bos. 

"Iya, Pak? Ada yang bisa saya bantu?"

"Ada."

"Apa Pak? Ini udah tengah malam loh, Satpam aja tidur kali Pak malam-malam begini mah, kecuali Kunti ada kali," rutukku kesal.

"Iya, maaf ganggu saya hanya sebentar kok. Saya cuman mau ngasih tahu, besok kamu datang ke ruangan saya jam 12.00 ya? Tepat! Nggak boleh kurang!"

"Buat apa Pak?"

"Pokoknya datang aja. Assalammu'alaikum!" 

Klik! Hubungan terputus, Eh, dia bilang salam? Si bos baru pengajian atau bagaimana? Ah, udahlah entar aja dipikirannya. 

Setelah menyimpan ponsel, aku kembali menarik selimut dan melupakan percakapan singkat dengan si Bos tadi. Dia bilang apa juga aku lupa. 

(***)

GAWAT! Aku telat setengah jam dari waktu yang diminta Pak Leo. 

Aku berlari panik menuju ruangan Pak Leo sebelum tuh orang mendatangkan nuklir yang akan membumi-hanguskan rumah kontrakanku. Gara-gara ngerumpi tentang perselingkuhan di kantor, aku sampai lupa harus datang ke ruangan Pak Leo. 

Tok. Tok. Tok. 

Aku mengetuk pintu dengan dada yang sangat berdebar. Kupastikan sepulang dari sini kemungkinan harus menulis surat wasiat karena siapa pun tahu Pak Leo tidak mentoleransi kesiangan. Terakhir anak QC sempat ada yang disuruh hormat menghadap matahari gara-gara telat masuk kantor dua menit.

Lah, apa kabar aku? 

"Masuk!" Terdengar sahutan dari dalam. Suaranya jelas-jelas teramat dalam.

Aku menelan ludah sambil membuka pintu. "Siang Pak, Maaf saya tel--"

"Tutup lagi! Terus kamu minta maaf dari luar!"

"Hah?" Mataku mengerjap atas perintah Pak Leo yang tak kumengerti. Tapi, demi menyelamatkan sisa gaji aku menurut. 

"Pak Leo! Maafkan saya karena datang telat ya, Pak!" teriakku dari luar. Sebenarnya aku malu melakukan ini karena Bu Sonya sampai tertawa gara-gara melihatku. 

Bu Sonya itu sekretaris Pak Leo, dia baik hanya sedikit cerewet.

"Ulangi!" perintah Pak Leo lagi membuatku mengelus dada yang rata. 

Ampuuuun! Ingin rasanya aku mengambil pisau dapur dan menodongkannya pada Pak Leo. Kenapa sih harus kayak gini? Aku kan bukan anak TK. 

"Pak Leo! Saya minta maaf, saya janji nggak akan telat lagi!"

Cklek!

Bersamaan dengan selesainya teriakanku, akhirnya pintu terbuka. Tampaklah wajah tampan Pak Leo yang berhati iblis itu. Dia menatapku lama dari ujung kaki sampai ujung kepala. 

"Kamu sudah makan?" tanyanya meresahkan.

"Iya udah Pak." 

"Ya udah.  Kalau gitu kamu bisa kerja lagi, silahkan!" perintahnya sambil kembali menutup pintu. 

"Tapi Pak saya ...."

Brak!

Tiba-tiba pintu ruangan Pak Leo terbanting keras tepat di depan mukaku. Aku yang syok hanya bisa bengong bak orang bego. 

Apa? Jadi aku disuruh ke sini? Cuman buat diginiin? Astaghfirullah, subhanallah Allahu Akbar!

Sianida mana? Sianida? Besok-besok kuracun juga dia. 

(***)

"Mbak aku mau beli obat migren ada?" tanyaku pada penjaga apotek. Sore ini kepalaku mendadak keleyengan, setelah dihukum sama si Bos penyakit rutinku kambuh. 

Kata orang, jika kita memendam kekesalan kepada orang dan tidak keluar bisa jadi itulah pemicu migren dan sakit kepala. Yang pasti stress.

"Beli obat migren buat siapa?" Seseorang menyapaku yang sedang memegang kepala sebelah kiri. 

"Buat guelah emang buat siapa lagi," jawabku tanpa melihat orang usil yang bertanya itu. Paling dia pelanggan apotek juga, 

"Oh, enggak sekalian beli sianida buat bosnya?"

"Maunya sih gitu." 

Eh, bentar! Kok, dia tahu kalau aku sudah berniat membeli sianida?

Aku sontak menolehkan kepala ke arah samping dan kutemukan Pak Leo sedang memainkan ponsel sambil menunduk dengan wajah datarnya. 

"Astaghfirullah! Pak Leo ngapain di sini?" 

Hampir saja aku kejang-kejang melihat siapa yang ada di apotek sekitar tempat tinggalku tersebut. Seingatku rumah dia di perumahan elit di sana, kenapa dia ada di sini? Why?

Pak Leo mengangkat kepalanya seraya menyeringai. "Oh, kayaknya kamu belum tahu ya? Baiklah dengar ini baik-baik, karena dekat dari kantor saya putuskan pindah ke sini tepat di samping apartemen kamu. Kenapa ada masalah?" 

Setelah mendengar kabar buruk itu, seketika mataku membelalak, hidung kembang kempis dan jantungku koprol. 

Maaaamaaah! kiamat sudah dekat!

Komen (5)
goodnovel comment avatar
Iya Iyes
tari lucu bngt
goodnovel comment avatar
Bintang ponsel
seru sukak gue cerita novel bginian dri benci ke bucin hihihi
goodnovel comment avatar
Nurjanah
seru semoga aza gk pake koin
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status