Share

Bab Lima. Soon Ruqyah

Aku sangat salut sama guru TK. Bagaimana mungkin mereka bertahan sama banyak anak? Apalagi kalau bentukan anaknya macam si Doy sama Dio. Aku yakin nih, kalau ada pengasuh punya penyakit anemia otomatis sembuh, soalnya mengurus kedua bocah ini sama saja melakukan kegiatan yang menyebabkan darah naik seketika.

"Tante, pacarnya Om Leo, ya?" Di tengah jajan sore kami di salah satu kafe, tiba-tiba si Doy nyeletuk sambil memakan burgernya. 

"Pacar? Aku pacarnya Om kalian?"  Aku mengerjapkan mata merasa tak percaya dengan yang diucapkan Dio. 

Moodku yang sudah jongkok berganti  tiarap. Apa wajahku setua itu hingga bisa dianggap pantas berpacaran dengan pria yang seumur abangku tersebut?

Padahal aku sudah maskeran pakai bengkoang, tomat sampai lumpur hitam. Biar apa? Biar mukaku kelihatan unyu-unyu dan bisa dijual terpisah. Dahlah. 

"Iya. Tante.  Soalnya, kalau bukan pacar apa dong? Pembantu?" Dio terkekeh puas telah meledekku. 

Baiklah, sekarang aku tahu sepertinya keluarga Pak Leo itu emang terdidik nyebelin dari sejak bocah ibaratnya 'like uncle like nephew'. Padahal tadinya aku sempat kagum dan kasian sama kedua anak ini. Eh, ternyata sama saja dengan pamannya, pantas sih soalnya Pak Leo yang ngurus. 

Berdasarkan info dari hasil ghibahan anak kantor, kedua orang tua si kembar meninggal dalam kecelakaan sehingga mau tak mau Pak Leo yang bertanggung jawab mengurusnya. 

Syukurlah. Setidaknya, dua anak ini bukan anak rahasia macam di cerita novel. Kasian yang jadi istri Pak Leo pasti beban batin. Prihatin aku tuh. 

"Ya bukan pembantu juga Yo, udah mending kamu makan aja burgernya sambil nunggu Om kamu. Oh, ya kalian sebenarnya sekolah nggak, sih?" Aku mengalihkan pembicaraan ke hal lain, agar mereka tak menyinggung bahasan yang terlalu dewasa. 

"Sekolah."

"Di mana?"

"Di rumah. Home schooling."

"Home schooling? Wah keren, terus belajarnya seru, gak?"

"Ih, Tante kepo ya? Kasian deh nanya-nanya terus  ...," ujar Dio dan Doy mentertawakanku. 

Ya Tuhan! Ingin kutenggelamkan saja kedua anak ini. Setengah hari ini mereka benar-benar telah membuatku pusing.

Bayangkan saja, selain celetukan-celetukan mereka yang menyayat hati, kedua kembar ini juga berhasil mengerjaiku dengan bermain ke sana-ke mari sampai aku rasanya sedang lari maraton di siang bolong. Sejujurnya sejak tadi, aku sudah berusaha sekuat tenaga menekan kebencianku pada anak kecil dengan bersikap sok malaikat tapi mereka tetap saja minta disikat. 

"Tan!" Karena melihat aku terdiam gregetan atas godaan mereka. Si Doy memanggil lagi. 

"Hem?" sahutku malas. Tampaknya soft drink lebih enak dibanding lihat muka si kembar, sebelum  migrenku kambuh.

"Tante mau nikah ya sama Om Leo?"

UHUK! Aku terbatuk. Pertanyaan anak tujuh tahun ini sangat membuat batinku syok sampai spontan aku mengetuk meja bilang, 'Amit-amit.'

"Enggak kata siapa?"

"Kata ...." Doy bersikap sok rahasia, dia sengaja mengulur waktu sambil menggoyangkan kepalanya membuat rasa penasaranku membuncah. 

"Kata ...." Bagaikan orang bego, aku malah mengikuti gerakan Doy. 

"Kata ... hantu! Hahahaha ...," tawa si Doy lagi-lagi pecah. Sumpah ya, kalau bukan anak orang enak kali kalau dibikin rendang. 

"Wah kayaknya ada yang lagi pada seneng nih. Saya sempet khawatir kamu gak bisa jaga mereka Tar." Tiba-tiba ketika mereka sedang asik bercanda, seseorang datang menyela. Aku kontan menoleh dan diam-diam bersyukur akhirnya pawangnya datang. 

"Seneng?" Mulutku hampir saja mengeluarkan naga api gara-gara si bos terlalu husnudzon. Jelas-jelas di sini aku yang terdzolimi. 

"Iya seneng. Itu buktinya si kembar mau makan loh, biasanya mereka susah, makasih ya Tar," kata Pak Leo seraya duduk di kursi kosong yang berhadapan denganku. Dia menyapa keponakannya yang mendadak kalem. "Hey, kalian! Gimana enak makannya. Seru sama Tante?"

"Seru Om ...." sahut mereka mencurigakan. 

"Alhamdullilah  deh kalau seru." Aku berbasa-basi, meski tahu si kembar hanya berlaga manis. "Oh ya Pak karena Bapak udah balik ke sini, saya ijin pamit, ya? Kan tugas saya udah selesai," sambungku to the point. Berlama-lama bersama keluarga ini, aku takut sawan terus pingsan tanpa terasa.

"Eh, mau ke mana?" cegah Pak Leo saat aku hendak beranjak mengambil tas yang ada di atas meja. 

"Pulang Pak."

"Kata siapa kamu boleh pulang? Temani saya belanja." 

Mendengar ultimatumnya yang dadakan, sontak aja tas yang kupegang terjatuh ke tanah. 

WHAT THE HELL? Pak Leo gila! Tadi dia jadiin aku baby sitter sekarang jadi babu. Besok apa lagi?

AAAA! Aku marah. 

(***)

Inhale ... Exhale ....

Aku terus mengamalkan pernapasan ala yoga selama berada di samping monster paling menyeramkan di muka bumi. Siapa lagi kalau bukan  Bapak Direktur Leonad Muhammad yang gesreknya terkenal di dunia fana sampai dunia ghaib. Saking kesalnya, aku pernah berharap malam-malam buta dia diculik Alien terus dibawa ke planet Pluto biar jauh dari Bumi. 

Arrrh! Kenapa sih, dia? Ada masalah apa sebenarnya dengan otak si bos? Kenapa dia selalu menggangguku? Aku yakin dulunya pasti dia kebanyakan makan mecin sehingga permintaan maafku sengaja dia manfaatkan. Tidak cukup menjadi baby sitter sekarang dia minta aku menemaninya belanja. Untungnya nggak sama si kembar, coba kalau mereka ikut juga makin pening kepalaku. 

"Muka kamu yang jutek itu bisa buat orang nyangka kalau kita suami-istri yang lagi bertengkar loh," ujar Pak Leo tanpa melihat ke arahku. 

"Masa? Bukannya anak dan bapaknya ya, Pak?" sahutku asal.

"Enak aja, saya masih terlalu muda ya buat jadi bapak kamu. Ayo, maju!" suruhnya seraya memintaku untuk mendorong trolli sampai ke depan kasir. 

Aku menghela napas lega. Akhirnya setelah berbelanja satu jam lebih dan berada dalam bayang-bayang horor Pak Leo sebentar lagi aku akan terbebas. Gegas aku mengeluarkan berbagai macam sayuran dan barang rumah tangga yang aku pilih sesuai intruksi Pak leo untuk dihitung oleh Mbak kasir. 

Sebenarnya aku heran, si bos kan single, ya? Kok, belanjaannya kayak emak-emak lagi kalap diskonan?

Tak berapa lama, akhirnya perhitungan selesai. Mbak kasir pun melirik Pak Leo yang berdiri tegap di sampingku.

"Bayarnya cash atau debit, Mas?" tanya si Mbak-Mbak pada Pak Leo dengan gaya sangat ramah sampai matanya ngedip-ngedip kayak cacingan. 

Ampun deh, genit banget. Nggak heran sih, mereka terpesona karena nggak tahu dalamnya si Pak Leo yang lebih mirip siluman buaya. 

"Bayarnya debit saja Mbak," jawab Pak Leo. 

"Baik kalau begitu saya boleh pinjam kartunya, ya?" 

Pak Leo menganggukkan kepala seraya mengeluarkan kartu dari dalam dompetnya. "Ini Mbak kartunya." 

"Leo!" Tepat di saat kartu berpindah ke tangan si Mbak seorang wanita tiba-tiba menegur si bos. Sontak semua mata tertuju padanya. 

Ya ampun! Hot news nih, aku harus kirimkan video ke grup whats app kalau si bos disapa sama cewek cantik yang bodynya kayak gitar Spanyol.

"Brigitta? Kenapa kamu tahu aku di sini?" tanya Pak Leo tampak tak senang. 

"Aku tanya Joni Leo! Aku nyari kamu Leo! Kita harus bicara!"

"Gitta! Tidak ada yang harus dibicarakan."

"Please Leo!" Mohon si cewek terlihat berkaca-kaca hingga muka Pak Leo menegang. 

"Ya, sudah! Ayo, di luar!" Lelaki itu memundurkan langkah untuk keluar dari barisan seperti tak nyaman harus mengobrol di tengah antrian, alhasil akulah yang harus membawa barang belanjaan yang beratnya na'udzubillah.

Nasib jadi kacung. Sekarang, aku hanya perlu menunggu sambil menguping pembicaraan kedua manusia yang berjarak dua meter di depanku.

"Leo! Aku gak ingin pernikahan kita batal, dia bukan siapa-siapa aku Leo ... dia hanya mantan suami."

Apaan? Si bos pacaran sama janda? Oh No! Bad news yang jadi good news nih. Siap-siap gosip-gosip! Ini sih ghibahan live, no buffering! Aku langsung mengirimkan chat ke grup sambil tersenyum. 

[Gaes gue punya info tentang si bos. Pokoknya hot.] 

[APA? SERIUS? BURUAN BILANG ATAU GUE SANTET!]  Yayuk.

[Ih pinisirin!] Evi.

[Tari buru apa?] Joana. 

Aku tersenyum puas melihat kekepoan member grup chat khusus para cewek di divisiku. Mereka paling heboh kalau masih gosip si bos yang terkenal ganteng tapi berhati iblis itu. 

[Iye, nanti. sabar gue mau ngumpulin bukti dulu.] 

Kukirim chatan terakhir dengan jiwa yang berapi-api. Sudah lama aku tidak sesemangat ini. Aku kembali menajamkan pendengaran sambil menyiapkan alat rekam. 

"Mantan suami? Kamu berbohong sama saya Git! Kamu bilang kamu belum menikah! Dasar penipu! Lebih baik kamu sekarang berhenti ngejar saya! Saya udah gak punya rasa lagi sama kamu!" 

Ya Allah si  bos bengis ini bisa ditipu janda juga? Ingin rasanya aku tertawa tapi takut disangka orang gila. 

"Kamu bohong Leo! Kamu masih sayang sama aku, kan? Tolong Leo, jangan begini!" Brigitta meraih tangan Pak Leo tapi langsung ditepis lelaki gagah itu. 

Brigitta menangis sampai mukanya basah dan maskaranya berantakan. Kasian. Kenapa drama konyol ini harus terjadi di depanku? 

"Pergi Gitta! Saya udah gak bisa kembali sama kamu lagi, saya sudah dijodohkan." Nada suara Pak Leo tetiba berubah tenang tidak emosi seperti sebelumnya. 

"Siapa perempuan yang tega ngerebut kamu dari aku Leo? Siapa? Siapa wanita yang dijodohkan dengan kamu itu?"

"Kamu mau tahu dia siapa?"

Wah! Bakal seru nih, ternyata si bos bakal bilang calon istrinya sama si mantan. Mantap!

"Iya. Tentu saja! Aku ingin tahu apa dia lebih baik dari aku?!"

"Oh jelas. Dia lebih baik dari kamu. Karena jodoh saya adalah dia!" Tiba-tiba di saat aku sedang asyik merekam percakapan mereka dengan ponsel, telunjuk Pak Leo mengarah padaku. Sontak aku melotot dengan mulut menganga. 

Syok. 

APA KATANYA? AKU JODOHNYA?

Sekarang aku makin stress mendengar ucapan Pak Leo. Seringai Pak Leo membuatku seperti dimasukan ke lubang neraka. 

"Sayang. Kenalin ini mantanku."

Mamaaah! Bosku butuh diruqyah!

Comments (4)
goodnovel comment avatar
inggrid LARUSITA Nganjuk
tuh ikut kena kn ...
goodnovel comment avatar
Ila Al - Khalifi
mantap makin kesini ceritanya
goodnovel comment avatar
miss calla
Omegoddd… ngakak so hard hahahahaha
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status