"Roda Pasti Berputar"
Part 2
Seketika jantung ini berdetak lebih kencang, melihat Kak Lastri turun dari mobil mewahnya bersama dengan ponakan-ponakanku yang lucu, beserta suami Kak Lastri yaitu Bang Arman.
Suami Kak Lastri memang pengusaha terkenal di daerah sini, Kak Lastri juga seorang sosialita yang terkenal, terkadang sambil berteman, dia juga sambil menjualkan perhiasan-perhiasan mahal. Tapi, entah turunan sifat dari mana, sehingga Kak Lastri terkenal dengan sifatnya sangat sombong dan juga angkuh. Karena dulu Ayah dan Ibu kami tak seperti Kak Lastri. Bahkan mereka berdua terkenal sangat baik di lingkungannya.
"Kak Lastri?" Panggilku pada saudaraku satu-satunya itu. Karena semenjak ayah dan Ibu pergi meninggalkan dunia yang fana ini. Kami hanya tinggal berdua saja. Dan semenjak Kak Lastri menikah, maka aku pun akhirnya tinggal dan mengontrak sendiri, lalu tak lama aku pun akhirnya menikah dengan Mas Adnan.
Kak Lastri menoleh ke arahku, wajahnya terkejut saat melihatku ada disini juga. Sedangkan Bang Arman tampak acuh saat melihatku.
Segera aku melangkahkan kaki, menuju ke arahnya. Baru kali ini aku bertemu lagi dengan kakak kandungku. Setelah kami menikah, aku dan Kak Lastri sama-sama sibuk, dan jarang sekali bertemu, kecuali saat lebaran tiba. Dan itupun hanya sebentar saja, karena Kak Lastri selalu pergi dengan keluarga suaminya.
"Loh? Nining? Ngapain kamu disini?" Tanyanya terkejut.
"Kakak apa kabar? Aku kangen sama Kakak. Aku disini tadi abis nganterin pesanan snack untuk ulang tahun anaknya Bu Salamah," ujarku menjelaskan.
"Oh gitu, yaudah kakak masuk dulu ya?" Jawabnya cuek, dan segera melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam.
"Kak! Kakak nggak mau mampir ke tempat aku? Kebetulan rumahku dekat dari sini," panggilku lagi, menawarkan Kak Lastri untuk mampir ke rumah. Karena seingatku dulu Kak Lastri terakhir saat main ke rumah pas waktu lebaran dan aku belum pindah ke rumah yang sekarang.
Kak Lastri terdiam sejenak, sedangkan Bang Arman sudah berjalan terlebih dulu bersama anak-anaknya dan masuk ke dalam rumah Bu Salamah. Bang Arman juga sama sekali tak menegurku, seolah menganggapku tak ada. Tapi, tak apalah, mungkin memang aku tak terlalu penting bagi mereka.
"Nanti-nanti aja deh, ya? Kakak lagi sibuk dan nggak ada waktu. Oh iya, kamu diundang juga di acara anaknya Bu Salamah?" Aku mengangguk. Sedangkan wajah Kak Lastri berubah pias.
"Mending kamu nggak usah datang deh. Bu Salamah itu koleganya Bang Arman, dan kakak nggak mau malu-maluin Bang Arman, dengan mempunyai adik miskin seperti kamu. Oh iya, makanya kamu sama si Adnan jangan males-malesan. Kerja yang rajin, pasti cepet kaya dan nggak akan hidup susah terus. Lagian kalian betah amat sih hidup susah terus?" tutur Kak Lastri merendahkanku serendah-rendahnya, dan ucapannya cukup menusuk ke dalam hatiku. Perih tak terkira.
Seburuk inikah, aku dimata keluargaku sendiri, Tuhan? Siapa yang ingin ada di posisi seperti saat ini? Tak pernah terbayang di benak kami untuk bermalas-malasan, sedang untuk makan saja kami susah, apalagi kalau sampai kami bermalas-malasan. Hanya dengan kemurahan-MU kami masih bisa makan nasi dengan lauk sederhana sampai saat ini.
"Tapi, anak-anak udah pada tau, kalau mereka diundang oleh Bu Salamah, Kak," Kak Lastri langsung mencebikkan bibirnya.
"Yaudah, kalian boleh datang. Tapi nggak usah tegur kakak selama disini. Bilang juga sama anak-anak kamu, jangan tegur-tegur aku dan juga anak-anak. Anggap aja kita nggak kenal selama disini." Aku pun mengangguk dengan berat hati, dan air mata yang sedari tadi kutahan akhirnya terjatuh juga. Perasaan yang semakin sedih dan semakin perih.
"Ya udah, aku pamit dulu, Kak," pamitku, sambil melangkahkan kaki, pergi dari rumah besar milik Bu Salamah. Kak Lastri tampak acuh, lalu langsung berjalan masuk ke dalam rumah Bu Salamah. Dia juga sama sekali tak menanggapi ucapanku.
Padahal Kak Lastri adalah Kakakku satu-satunya, kami hanya dua bersaudara. Seharusnya kami saling sayang menyayangi, tapi lagi-lagi harta yang menjadikan tembok pemisah antara kami berdua.
****
Waktu sudah menunjukkan hampir pukul tiga sore, sebentar lagi acara ulang tahun anaknya Bu Salamah akan segera dimulai. Anak-anak juga sudah siap untuk segera berangkat kesana.
"Mili, Mila, nanti disana ada Dino sama Echa, Ibu pesan sama kalian kalau nanti di sana nggak usah menegur mereka ya, Nak? Anggap aja kalian nggak kenal sama Dino dan Echa," Mereka berdua serentak mengerutkan keningnya.
"Memangnya kenapa, Bu? Apa kita punya salah sama Dino dan Echa? Sampai nggak boleh menegur mereka?" Tanya si sulungku Mili dengan sangat kritis.
"Nggak gitu sayang, Ibu hanya nggak mau aja kalau kalian nanti malah dimarahi oleh Bik Lastri," mereka berdua terdiam. Dan mungkin sedang mencerna ucapanku.
"Memangnya kenapa, Dek? Kok kamu sampai ngelarang anak-anak untuk menegur anak-anaknya Kak Lastri?" Kini Mas Adnan turut angkat bicara, karena bingung dengan ucapanku barusan.
Akhirnya aku menceritakan semuanya pada Mas Adnan, tentang pembicaraanku tadi bersama Kak Lastri.
"Ya Allah, kenapa kakak kamu sampai segitunya ya? Seakan-akan dia akan diatas terus? Apa dia nggak paham, bahwa roda kehidupan itu pasti berputar?" Ucap Mas Adnan dengan geram.
"Yaudahlah Mas, mau gimana lagi? Sudah sifatnya Kak Lastri yang seperti itu." Mas Adnan hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, sambil mengelus dadanya.
***
Kami berempat memasuki halaman rumah Bu Salamah yang kini sudah mulai ramai dengan para tamu yang berdatangan.
Mas Adnan memang sengaja ingin ikut, karena sepulangnya nanti, kami mau mengajak anak-anak untuk ke taman, sekaligus berjalan-jalan sore.
Saat kami sudah sampai di depan halaman rumah Bu Salamah, tampak Kak Lastri yang sedang bersenda gurau dengan seseorang, dan mungkin temannya. Aku memperhatikannya sejenak.
Lalu, kulangkahkan kaki dengan ragu untuk segera masuk ke dalam rumah Bu Salamah, sekalian memberikan kado untuk anaknya Bu Salamah. Niatku juga tak mau mengikuti acara ini sampai akhir, karena aku memang tak nyaman berada di sini.
"Bude Lastri! Dino sama Echa mana?" Tiba-tiba Mila, putriku yang berusia lima tahun menegur Kak Lastri, dan dengan panggilan 'Bude'. Seketika mata Kak Lastri langsung melotot ke arah Mila, karena panggilan Mila pada dirinya.
"Siapa, Las? Kamu kenal?" Tanya teman Kak Lastri yang sedari tadi bersamanya. Kami semua diam tak bergeming.
"Roda Pasti Berputar"Part 3Mila memang masih belum paham urusan orang dewasa, padahal aku tadi sudah berpesan pada mereka berdua untuk tidak menegur Kak Lastri dan juga anak-anaknya. Tapi mau bagaimana lagi, anak-anak lebih tahu yang mana saudaranya."Nggak kok, aku nggak kenal sama mereka. Ngapain aku kenal sama orang miskin macam mereka. Yaudah, yuk masuk kedalam. Nggak penting!" Kak Lastri segera menarik tangan temannya itu, lalu pergi meninggalkan kami.Kami semua masih terdiam di tempat, sampai akhirnya Bu Salamah datang menghampiri kami."Eh, Nining? Kok kalian masih pada disini? Ayo masuk, masuk, sebentar lagi acara akan dimulai loh," tutur Bu Salamah dengan ramah. Tak ada sifat sombong sama sekali yang ada di dalam dirinya. Walau Bu Salamah orang yang terkenal kaya raya di kampung kami. Aku berdoa pada Allah. Jika suatu saat Allah menitipkan amanah yaitu rejekinya yang besar padaku, aku hanya meminta untuk tidak diberikan rasa sombong dan riya pada diri ini. Sebab semuanya
"Roda Pasti Berputar"Part 4"Namanya juga nggak pernah makan-makanan seperti ini, ya jadi wajarlah kalau kayak orang yang udah nggak pernah makan selama setahun!" Celetuk Kak Lastri tiba-tiba sambil menghampiri kami semua.Hatiku berdenyut nyeri mendengar ucapan Kak Lastri. Mati-matian aku menahan air mata agar tidak runtuh di depan semua orang yang tengah menatap heran padaku dan kedua putriku."Mbak, nggak boleh loh bicara seperti itu. Kasihan Mbak ini, kan namanya juga anak-anak, mereka pasti mau apapun yang mereka lihat," sahut perempuan yang memakai hijab panjang tadi. Sedangkan aku masih diam menyusun serpihan hati yang sudah pecah berhamburan, karena ucapan Kak Lastri."Iya, tapi kalau mau dimakan semuanya, nanti yang lain pada nggak kebagian. Memangnya Bu Salamah nyediain makanan cuma buat orang miskin kayak dia? Norak banget! Kampungan!" Sahut Kak Lastri lagi, seolah merasa paling benar.Wajahku semakin menunduk. Menetralkan hati dan juga berusaha sekuat mungkin menahan aga
"Roda Pasti Berputar"Part 5"Ok kalau gitu! Kakak boleh hina aku sepuasnya, tapi tolong jangan hina anak-anakku. Mereka masih kecil, belum tau apa-apa. Dan Mas Adnan alhamdulillah selalu ngasih kami makan, dengan uang halal tentunya," jawabku tegas. Dan nggak mau lagi dihina terus oleh manusia tak punya hati ini. "Maksud kamu apa? HAH!" Kini Kak Lastri membentakku seenaknya, dan dengan mata yang melotot.***Saat kami sedang berdebat, tiba-tiba Bang Arman datang menghampiri kami. "Mama! Ngapain sih kamu disini? Ngeladenin benalu kaya dia ini, nggak bakalan bisa bikin hidup kamu maju. Lihat saja dia, hidupnya masih seperti ini terus sampai sekarang, nggak pernah ada perubahan. Karena apa? Karena dia malas, dan juga pemikirannya yang sempit! Makanya anak-anaknya sampai seperti orang yang rakus dan juga kelaparan saat berada ditempat bagus seperti ini," Cerocos Bang Arman seenaknya. Kami pun sama-sama menoleh ke arah Bang Arman. Seketika aku terhenyak dengan kata-kata pedas yang dilon
"Roda Pasti Berputar"Part 6Setelah beberapa menit kemudian, akhirnya Mbak Lila dan juga suami beserta anak-anaknya telah selesai menjalankan sholat Maghrib. Mereka kini sedang berjalan ke arah kami yang sedang duduk di halaman Masjid. "Nining? Kok kalian belum pulang?" Tegurnya, kemudian duduk di sebelahku. Mbak Lila benar-benar wanita yang baik dan rendah hati. Dia tak segan-segan untuk duduk di halaman masjid seperti ini. Padahal dia adalah bos atau owner dari toko kue terkenal yang kini sedang viral."Belum, Mbak. Niatnya kami mau ajak anak-anak keliling dulu, cari angin," jawabku sambil tersenyum. "Kalian semua udah pada makan? Kalau belum, kita ngobrol-ngobrol di resto depan sana yuk," aku dan Mas Adnan saling bertatapan. Seketika ada rasa tak enak di hati. Karena memang kami baru saja kenal, dan aku takut malah seperti orang yang kurang sopan."Kok diem? Ayo kita makan dulu disana. Tenang, saya yang traktir, untuk ngerayain perkenalan kita agar lebih akrab." Tuturnya lagi.
"Roda Pasti Berputar"Part 7(Pov Lastri)Aku tak pernah membayangkan untuk terlahir dari keluarga yang biasa-biasa saja. Bahkan kini aku harus mempunyai adik yang miskin. Adik benalu dan adik yang kubenci seperti Nining.Nining saudaraku satu-satunya yang kini kumiliki, sejak ayah dan ibu pergi meninggalkan dunia yang fana ini. Namun, sejak kecil aku sangat tak menyukai Nining. Dia terlahir menjadi wanita yang hatinya baik seperti ibu, dan hampir keseluruhan sifatnya lebih dominan pada Ibu. Maka dari itu, ibu sangat menyayanginya. Sehingga ibu selalu saja mendahulukan kepentingan Nining, dibandingkan dengan diriku, yang seperti anak tiri.Tak lama setelah Ibu pergi dari dunia ini. Lalu tak lama disusul oleh Ayah. Aku pun di persunting oleh lelaki kaya raya, dan juga tampan. Bang Arman namanya. Lelaki tampan yang berhasil mencuri hatiku. Serta lelaki yang berhasil mewujudkan mimpiku untuk menjadi orang kaya yang sesungguhnya. Walau sebenernya, harus dengan cara kupaksa.****Flashback
"Roda Pasti Berputar"Part 8(Pov Lastri)"Las, aku mau bicara penting sama kamu," "Bicara apa, Bang? Kayaknya serius banget?" Jawabku penasaran. Dia malah mengelap keringat yang mengalir di dahinya. Kenapa Bang Arman sampai gugup seperti itu ya?"Mau ngomong apa, Bang? Kok kayaknya kamu gugup banget? Ada apa?" Tanyaku lagi, penasaran dengan sikap Bang Arman yang tak biasanya."Aku pengen kenalin kamu, ke orang tua aku sebagai orang punya atau anak dari keturunan orang kaya," aku mengernyitkan dahi. Bingung dengan ucapan Bang Arman."Maksudnya gimana sih? Aku nggak ngerti!" "Aku bakal kenalin kamu, sama orang tua baru kamu. Mereka adalah teman aku, dan kebetulan mau diajak kerja sama, dan ikutin rencana aku," jelasnya. Dan aku semakin bingung."Terus, Ayah aku gimana? Ayah aku masih hidup, dan dia yang bakal jadi wali nikahku," Bang Arman mengusap wajahnya dengan kasar, lalu menghembuskan nafas gusar."Kamu tetap mau nikah sama aku kan, Las? Dan kita akan hidup bahagia sama anak-an
"Roda Pasti Berputar"Part 9 (Pov Lastri 3)Sudah seminggu sejak kepergian ayah. Kini aku sedang menyiapkan berkas-berkas surat rumah yang nantinya akan kujual. Biar saja Nining, dia bisa mengontrak dengan uangnya sendiri. Karena dia juga bekerja."Kak, apa benar rumah ini mau dijual? Terus aku tinggal dimana?" Tegur Nining, saat aku sedang sibuk membereskan surat-surat rumah."Iya, benar. Memang kenapa? Masalah untuk kamu?" "Bukan gitu kak, ini peninggalan satu-satunya dari ayah dan ibu. Sayang kalau harus dijual, Kak," selorohnya lagi. Aku mencebikkan bibir, saat mendengar ucapannya. "Terus kalau nggak dijual, kamu yang bakal tempati dan menguasai rumah ini, begitu? Enak banget kamu! Aku tetap bakal jual, dan nanti aku bakal kasih kamu separuh uangnya, untuk kamu sewa rumah di tempat lain," mata Nining membulat. Seperti tak terima dengan keputusanku."Tapi, Kak?" "Nggak ada tapi-tapian! Ini sudah keputusan aku, sebagai anak tertua disini. Dan kamu nggak punya hak ngatur-ngatur ak
"Roda Pasti Berputar"Part 10Pov LastriSetelah berdebat sebentar dengan Nining. Aku pun langsung masuk ke dalam rumah Bu Salamah, karena Bang Arman juga sudah menunggu di dalam. Bisa marah dia, kalau tahu aku lama-lama mengobrol dengan Nining.Entah kenapa, Bang Arman sangat membenci Nining. Mungkin karena adikku itu orang miskin."Eh, Lastri. Dari mana? Kok, lama sekali di luarnya?" Tegur Bu Salamah, saat aku sudah masuk ke dalam rumahnya."Oh, enggak Bu. Tadi saya cuma dari luar sebentar. Ada urusan sedikit," Jawabku asal."Oh, yaudah. Duduk dulu ya? Saya ke belakang dulu, mau nyuruh Inah untuk buatin minum. Si Arman juga lagi di belakang sama Bapak, lagi ngobrol. Kalau anak-anak ada di ruang bermain," jelasnya."Oke, Bu. Nanti saya nyusul aja ke belakang. Udah, Ibu siap-siap aja dulu, takut tamu pada datang." Bu Salamah pun mengangguk, dan segera ke menuju ke belakang. Mungkin masih menyiapkan yang lainnya.Setelah Bu Salamah pergi, aku pun langsung beranjak dari tempat duduk, da