"Roda Pasti Berputar"Part 8(Pov Lastri)"Las, aku mau bicara penting sama kamu," "Bicara apa, Bang? Kayaknya serius banget?" Jawabku penasaran. Dia malah mengelap keringat yang mengalir di dahinya. Kenapa Bang Arman sampai gugup seperti itu ya?"Mau ngomong apa, Bang? Kok kayaknya kamu gugup banget? Ada apa?" Tanyaku lagi, penasaran dengan sikap Bang Arman yang tak biasanya."Aku pengen kenalin kamu, ke orang tua aku sebagai orang punya atau anak dari keturunan orang kaya," aku mengernyitkan dahi. Bingung dengan ucapan Bang Arman."Maksudnya gimana sih? Aku nggak ngerti!" "Aku bakal kenalin kamu, sama orang tua baru kamu. Mereka adalah teman aku, dan kebetulan mau diajak kerja sama, dan ikutin rencana aku," jelasnya. Dan aku semakin bingung."Terus, Ayah aku gimana? Ayah aku masih hidup, dan dia yang bakal jadi wali nikahku," Bang Arman mengusap wajahnya dengan kasar, lalu menghembuskan nafas gusar."Kamu tetap mau nikah sama aku kan, Las? Dan kita akan hidup bahagia sama anak-an
"Roda Pasti Berputar"Part 9 (Pov Lastri 3)Sudah seminggu sejak kepergian ayah. Kini aku sedang menyiapkan berkas-berkas surat rumah yang nantinya akan kujual. Biar saja Nining, dia bisa mengontrak dengan uangnya sendiri. Karena dia juga bekerja."Kak, apa benar rumah ini mau dijual? Terus aku tinggal dimana?" Tegur Nining, saat aku sedang sibuk membereskan surat-surat rumah."Iya, benar. Memang kenapa? Masalah untuk kamu?" "Bukan gitu kak, ini peninggalan satu-satunya dari ayah dan ibu. Sayang kalau harus dijual, Kak," selorohnya lagi. Aku mencebikkan bibir, saat mendengar ucapannya. "Terus kalau nggak dijual, kamu yang bakal tempati dan menguasai rumah ini, begitu? Enak banget kamu! Aku tetap bakal jual, dan nanti aku bakal kasih kamu separuh uangnya, untuk kamu sewa rumah di tempat lain," mata Nining membulat. Seperti tak terima dengan keputusanku."Tapi, Kak?" "Nggak ada tapi-tapian! Ini sudah keputusan aku, sebagai anak tertua disini. Dan kamu nggak punya hak ngatur-ngatur ak
"Roda Pasti Berputar"Part 10Pov LastriSetelah berdebat sebentar dengan Nining. Aku pun langsung masuk ke dalam rumah Bu Salamah, karena Bang Arman juga sudah menunggu di dalam. Bisa marah dia, kalau tahu aku lama-lama mengobrol dengan Nining.Entah kenapa, Bang Arman sangat membenci Nining. Mungkin karena adikku itu orang miskin."Eh, Lastri. Dari mana? Kok, lama sekali di luarnya?" Tegur Bu Salamah, saat aku sudah masuk ke dalam rumahnya."Oh, enggak Bu. Tadi saya cuma dari luar sebentar. Ada urusan sedikit," Jawabku asal."Oh, yaudah. Duduk dulu ya? Saya ke belakang dulu, mau nyuruh Inah untuk buatin minum. Si Arman juga lagi di belakang sama Bapak, lagi ngobrol. Kalau anak-anak ada di ruang bermain," jelasnya."Oke, Bu. Nanti saya nyusul aja ke belakang. Udah, Ibu siap-siap aja dulu, takut tamu pada datang." Bu Salamah pun mengangguk, dan segera ke menuju ke belakang. Mungkin masih menyiapkan yang lainnya.Setelah Bu Salamah pergi, aku pun langsung beranjak dari tempat duduk, da
"Roda Pasti Berputar" Part 11 "Aku kangen kamu. Kapan kamu nemuin aku lagi? Udah hampir sebulan, kamu nggak pernah mengunjungi aku, dan kasih hak aku." Sayup-sayup terdengar suara perempuan yang sangat aku kenal. Dia adalah Echa. Tapi dia sedang berbicara dengan siapa? Echa kini sedang berada di teras belakang. Segera kulangkahkan kaki, untuk melihat siapa sosok yang sedang berbicara dengan Echa. Prraanngg!!! Tak sengaja, aku malah menyenggol vas bunganya Bu Salamah. Ya ampun! Kenapa harus kesenggol sih? "Lastri? Kamu kenapa ada disini?" Kini Echa yang malah menghampiriku. "Ada apa ini? Ya ampun, kenapa vas bunga ini pecah?" Bu Salamah ikut menghampiri, dan dia sangat terkejut melihat vas bunganya yang pecah dan kini tinggal serpihan di lantai. "Ma-maaf, Bu. Tadi saya lagi jalan dan nggak sengaja tersenggol tangan saya. Tenang saja Bu, nanti akan saya ganti vas bunganya," jelasku pada Bu Salamah. Si*l! Awalnya mau lihat dengan siapa dia berbicara, malah jadi aku yang seperti
"Roda Pasti Berputar"Part 12Setelah pertemuan dengan Mbak Lila. Entah kenapa hati ini seperti diberi angin segar oleh Allah yang maha kuasa. Allah memang adil, dia kirimkan orang baik padaku, meski hanya berstatus orang lain, dan bukan bergelar saudara.Hidup memang terkadang gitu. Saudara sendiri bisa seperti orang lain, tapi orang lain bisa jadi seperti saudara. "Hati-hati ya, Mas? Semoga rezeki kamu banyak. Dan dagangan kita hari ini habis semua. Aamiin," ucapku memberikan semangat pada Mas Adnan."Aamiin. Iya Dek, makasih ya udah doain aku, udah setia dampingi hari-hariku yang kadang pahit dan jarang manis," aku tergelak dengan ucapannya. Mas Adnan memang kadang suka melucu. Katanya biar hidup nggak terlalu tegang, dan kami selalu tetap ikhlas dalam menjalani semua ketentuanNYA. "Hahaha. Yaudah Mas, pokoknya hati-hati ya? Aku selalu ngedoain suami aku, selalu ngedoain anak-anak dan juga keluarga kecil kita." Ucapku sambil mencium tangannya. Mas Adnan juga mencium keningku, lal
"Roda Pasti Berputar"Part 13"Permisi, Bu. Kami ingin memberitahu kalau Pak Adnan harus segera dibawa ke rumah sakit besar. Karena beliau harus menjalani serangkaian tes. Dan juga ada kemungkinan luka di dalam kepalanya." Aku langsung shock, saat mendengar penuturan suster.Astaghfirullah, Ya Allah. Cobaan apalagi ini? Sabarkan hati ini Ya Allah.***Kini, kami semua telah sampai di rumah sakit besar yang ada di pusat kota. Bapak tadi masih menemaniku. Tapi selama di perjalanan dia hanya diam saja, tak mengeluarkan sepatah katapun. Oleh karena itu, aku pun jadi merasa canggung.Mas Adnan sudah dipindahkan ke ruang tindakan. Kini kami sedang menunggu Dokter datang untuk memeriksa. "Pak, saya mau beli minuman dulu ya? Terima kasih sudah berbaik hati mau membantu suami saya," ucapku pada Lelaki paruh baya itu."Sama-sama. Kamu disini saja menjaga Adnan, biar saya saja yang membeli minuman di luar." Lelaki tua itu langsung beranjak dari tempat duduknya dan berlalu pergi. Padahal aku b
"Roda Pasti Berputar"Part 14"Adnan? Ini Ayah, Nak." Bapak tersebut berjalan pelan, kedua tangannya direntangkan dan ingin memeluk Mas Adnan. Tapi, entah kenapa Mas Adnan langsung membuang muka. Seperti orang yang tak suka.Mas Adnan diam tak bergeming, sedangkan Bapak tadi menghapus jejak air matanya, yang kini mengalir semakin deras.Jadi benar, kalau Bapak ini adalah Ayahnya Mas Adnan yang telah meninggalkannya sejak dia kecil."Mas. Ini Ayah kamu?" Tanyaku sambil menghampiri Mas Adnan yang masih diam tak bergeming."Ayah, Mila sama Mili kangen sama Ayah. Ayah cepat sembuh ya? Biar kita bisa main lagi bareng-bareng lagi." Tiba-tiba Mili memecah ketegangan yang ada di antara Mas Adnan dan Ayahnya.Mas Adnan langsung menoleh ke arah kedua putrinya, mengangguk, kemudian merentangkan tangan dan memeluk mereka berdua.Sedangkan aku dan Ayahnya Mas Adnan, memperhatikan mereka bertiga yang kini sedang meluapkan rasa rindu."Mila sama Mili duduk di sofa dulu ya? kakek ini, mau bicara dulu
RODA PASTI BERPUTARPart 15[Kurang ajar kamu ya! Mulai berani kamu sekarang! Apa maksud kamu, tadi kamu bilang mau mencari tahu tentang kematian ayah? Kamu menuduh aku yang ngebunuh gitu? Durhaka kamu! Menuduh kakak kamu sendiri!] Cercanya diseberang sana "Loh? Siapa yang menuduh kakak? Ada nggak, dari ucapan aku tadi yang menuduh Kakak? Di bagian mananya? Coba sebutkan! Aku cuma bilang kalau kakak jangan terlalu sombong. Allah sangat membenci orang yang sombong. Oh iya, padahal kita itu saudaraan, tapi malah seperti orang lain, bahkan seperti musuh. Karena apa? Karena uang kan? Semua karena materi yang menjadi tembok untuk kita berdua. Hanya karena aku miskin, kakak segitunya membenci aku? Kenapa?" Sahutku dengan tegas. Kini aku tak mau lagi diinjak-injak oleh Kak Lastri, walau dia adalah Kakakku sendiri.[Aku nggak pernah ya anggap kamu saudara aku! Camkan itu! Jijik tau nggak, saudaraan sama orang susah, nanti pasti ketularan susahnya! Iihh ...! Awas ya kamu, sekali lagi seenakny