Setelah mandi dan makan, Nara mengajakku mengatur rencana. Ternyata benar yang dikatakan Azlan, Nara memang menuntut diperlakukan sebagai istri. Menurut Nara, dia berhak minta hal tersebut, mengingat pernikahan mereka yang memang sudah sah di mata Tuhan. Tapi tetap saja, itu termasuk hal konyol bagiku. Dia dikontrak untuk menyewakan Rahim, bukan sebagai istri kedua. Lucu saja ketika mendengar pengakuan keinginan Nara.Sumpah, nggak habis pikir dengan cara berpikir Nara. Sudah jelas dalam kontrak, dia disewa ... bukan dibayar sebagai istri. Kalaupun dia dinikahi, karena Elina dan Azlan menginginkan anak yang bernasab ke ayahnya, anak yang sah dalam hukum agama.Percuma juga jika aku mencoba menyadarkan posisi Nara, dia termasuk tipe keras kepala. Kalau sudah punya kemauan sulit sekali untuk mundur. Ah, apa mungkin Nara jatuh cinta pada Azlan?Otakku mulai bermain spekulasi, mencoba menerka dan menganalisa. Azlan memang keren, tampan, dan tajir. Aku saja sempat tergoda dengan ketampan
(Pov Flora)Sinar mentari menyorot hangat, masuk melalui kaca bening. Kicauan burung turut menghiasi awal indah hari ini. Kembali aku menggeliat. "Aaauuw ... masih sakit banget ni tubuh. Gila tuh perempuan, keliatannya aja yang kalem. Nyatanya melebihi nenek lampir!" gerutuku pagi ini.Perlahan aku bangkit dari posisi tidurku, duduk di tepi ranjang untuk sejenak mengatur pernapasan. Ya, aku memang sudah terbiasa dengan aktivitas satu ini. Teknik yoga Pranayama kugunakan untuk belajar mengatur pernapasan. Cukup efektif mengurangi rasa stres yang selama ini sering menyerangku.Ya ... meskipun aku memiliki cukup banyak uang, apa yang kuinginkan juga tinggal minta sugar daddy-ku. Namun, itu semua tidak dapat membeli ketenangan batinku.Ibuku, ia masih berada di rumah sakit jiwa hingga sekarang. Dia mengalami depresi akibat perlakuan suami keduanya. Tekanan batin yang harus ia tanggung selama kurang lebih lima tahun berumah tangga dengan lelaki pemabuk dan penjudi itu.Keadaan ibu semakin
(Pov Flora)Pagi ini aku keluar dari kamar hanya untuk mendatangi Elina, dia terlihat sibuk mondar-mandir di lobi hotel. Wanita itu memegang ponsel di tangannya."Percuma aja. Nara nggak akan mau balik sebelum lo berhenti main play victim. Coba kalau lo dari kemarin relain suami lo untuk menikmati bulan madu yang sesungguhnya sama dia. Nggak begini kan jadinya?" dengan santai aku berceloteh.Tak peduli ucapanku akan membuat telinga Elina memerah, ataupun hatinya semakin panas. Sontak dia menoleh ke arahku, masih dengan sikap santai aku berdiri sambil melipat tangan di depan dada dan memandang sinis ke arahnya."Apa maksudmu? Tentu aku nggak akan merelakan suamiku menyentuh wanita lain. Terlebih wanita murahan seperti kalian ini!"Aku hanya tersenyum kecut. Hampir tertawa karena kalimat yang Elina ucapkan terdengar lucu bagiku."Lo bercanda, ya? Eh, inget nggak sih, kalau suami lo yang datang dan meminta bantuan gue dan Nara? Atas permintaan lo, suami lo yang bayar kami juga. Nara tuh
(PoV Nara)Kututup panggilan dari Flora. Kabar baik belum juga aku terima darinya. Hanya sedikit rahasia mengenai tujuan Elina. Rasanya mulai muak juga aku dengan wanita satu itu. Dia yang meminta, tapi dia pula yang bikin semua menjadi sulit.Ternyata membuat Elina merelakan suaminya untuk berbagi waktu denganku, itu adalah hal tersulit. Ini sama saja membuang waktuku, sedangkan tekanan dari ibu biadab itu terus saja datang. Tiap waktu ponselku berdering, jika tidak kuangkat maka belasan chat dia kirim. Sudah macam hidupku kena teror debt collector.Aku mulai berpikir keras, jika Elina masih saja bersikeras untuk membatasi hubunganku dengan Azlan, maka aku harus segera ambil tindakan tegas. Ya, aku memang dibayar untuk melahirkan keturunan Azlan. Namun, aku hanya ingin selama hamil tidak ingin merasakan beratnya masa kehamilan seorang diri.Lagi pula, bukankah janin ketika dalam kandungan juga membutuhkan kasih sayang dari ayahnya? Tidak ada salahnya jika Azlan ada di sampingku, buka
"Lo dapat kontrakan ini dari mana, Ra?" tanya Flora saat kaki kami memasuki teras sebuah rumah."Dari Ryan," jawabku seraya membuka keset depan pintu dan mengambil sebuah anak kunci di baliknya."Kamu masih berhubungan dengan Ryan? Bukannya lo udah putus ya?"Haiish ... nih anak memang kepo tingkat dewa. Tanpa menghiraukan pertanyaannya, aku segera masuk ke dalam rumah. Beruntung saja, saat aku menghubungi Ryan dan menyampaikan maksud, dia mau menolong.Ya, Ryan adalah mantan calon suamiku. Aku pernah hampir menikah dengan dia, tapi semua berantakan karena ulah ibu. Apalagi kalau bukan masalah uang. Menurutnya, jika aku menikah dengan Ryan maka aku akan kehilangan sumber penghasilan. Ibu menganggap Ryan hanya lelaki tanpa harta.Sungguh, hanya Ryan lelaki yang bisa menerima masa laluku. Dia tahu pekerjaanku, tetapi dia tak merasa jijik denganku. Bahkan selama pacaran, dia tak pernah menjamah ataupun menginginkan tubuhku sebagai pemuas nafsu.Lagi-lagi, wanita iblis berkedok ibu itu ya
Hari ini adalah hari di mana aku akan memulai siasat baru. Dengan dress seksi berwarna merah marun, belahan dada rendah, dan model gaun yang memamerkan mulusnya punggungku.Sejenak aku mematut di depan kaca, memutar badan untuk melihat seberapa cantiknya diri ini malam ini. Setelah merasa puas dengan tampilanku, segera kuraih parfum mahal hadiah dari salah satu sugar daddy-ku. Kusemprot bagian leher jenjang nan putih, kemudian di pergelangan tangan bagian dalam. Kugosok-gosok, lalu kuratakan kembali ke leher dan tubuhku.Aroma baccarat menguar, begitu nyaman dan menggoda indra penciuman.Kembali kupandangi penampilanku di cermin. Penampilan yang sangat berkelas dan disukai oleh pria-pria berkelas. Senyum yang kuulas menampakkan binar indah di wajah. Entah kenapa otak ini membawa pandangan mata ke perut.Perlahan tangan meraba perut yang rata dan membentuk indah dengan pinggang ramping. Pandanganku mulai nanar, pikiran mulai berkecamuk."Haruskah aku kehilangan semua keindahan tubuh in
"Apa kamu bahagia, Ra?" tanya Azlan saat kami tidur berhadapan. Tatapan Azlan begitu teduh, tangan kanannya menyibak anak rambut yang menutupi sebagian wajahku."Ini adalah hal pertama bagiku, bermain cinta dengan lelaki yang halal menggauliku." Hampir saja bulir bening menggenang, ada perasaan haru menyelinap."Aku sudah berpikir, Ra. Aku akan mengabulkan permintaanmu. Akan kujaga dirimu dan janin kita nantinya."Wow ... benar-benar exciting aku mendengar kalimat yang meluncur dari bibir lelaki tampan di hadapanku. Sesaat kata-kata manis itu mampu melambungkan semua rasa ke awan yang tinggi, tetapi sesaat kemudian aku mulai menyadari bahwa ada Elina dalam hidup Azlan.Rasanya lebih sakit, dibanting oleh kenyataan."Bagaimana dengan Elina?""Kamu cukup iyakan saja, urusan Elina biar aku yang hadapi. Aku akan sewakan sebuah rumah, lengkap dengan pembantu dan sopir. Kamu tinggal di sana, dan aku akan menemuimu setiap waktu.""Apa Elina tahu hal ini?"Azlan menatapku sejenak, lalu mengub
Malam ini tidurku tak nyenyak. Sebentar bangun, lalu gelisah. Kutoleh Flora, dia sudah mendengkur halus.Perlahan aku turun dari tempat tidur, berjalan menuju balkon. Angin malam berhembus saat pintu kubuka, menerpa wajahku dengan begitu lembut. Udara dingin membuat kedua tanganku harus saling berdekapan.Langit tak terlalu gelap malam ini, masih kudapati bintang-bintang bertaburan meski tak banyak. Kuhela napas panjang, seakan ingin melepaskan seluruh penat pikiran ini.Azlan, lelaki tampan itu melintas dalam pikiran. Mataku memejam mengingat permainan panas malam itu, begitu menggairahkan. Tanpa sadar, bibir ini mendesah saat teringat bagaimana tangan Azlan bermain nakal."Azlan, aku ingin merasakan kembali kehangatan tubuhmu. Aku ingin nikmati kembali sentuhan jemarimu, embusan napasmu, dan permainanmu yang membuatku terus mendesah nikmat. Aaauugghhh ...."Dalam lena angan itu, dapat kurasakan sebuah pelukan hangat mendekap erat tubuhku. Kecupan lembut terasa di tengkuk, lalu ke te