"Lo dapat kontrakan ini dari mana, Ra?" tanya Flora saat kaki kami memasuki teras sebuah rumah."Dari Ryan," jawabku seraya membuka keset depan pintu dan mengambil sebuah anak kunci di baliknya."Kamu masih berhubungan dengan Ryan? Bukannya lo udah putus ya?"Haiish ... nih anak memang kepo tingkat dewa. Tanpa menghiraukan pertanyaannya, aku segera masuk ke dalam rumah. Beruntung saja, saat aku menghubungi Ryan dan menyampaikan maksud, dia mau menolong.Ya, Ryan adalah mantan calon suamiku. Aku pernah hampir menikah dengan dia, tapi semua berantakan karena ulah ibu. Apalagi kalau bukan masalah uang. Menurutnya, jika aku menikah dengan Ryan maka aku akan kehilangan sumber penghasilan. Ibu menganggap Ryan hanya lelaki tanpa harta.Sungguh, hanya Ryan lelaki yang bisa menerima masa laluku. Dia tahu pekerjaanku, tetapi dia tak merasa jijik denganku. Bahkan selama pacaran, dia tak pernah menjamah ataupun menginginkan tubuhku sebagai pemuas nafsu.Lagi-lagi, wanita iblis berkedok ibu itu ya
Hari ini adalah hari di mana aku akan memulai siasat baru. Dengan dress seksi berwarna merah marun, belahan dada rendah, dan model gaun yang memamerkan mulusnya punggungku.Sejenak aku mematut di depan kaca, memutar badan untuk melihat seberapa cantiknya diri ini malam ini. Setelah merasa puas dengan tampilanku, segera kuraih parfum mahal hadiah dari salah satu sugar daddy-ku. Kusemprot bagian leher jenjang nan putih, kemudian di pergelangan tangan bagian dalam. Kugosok-gosok, lalu kuratakan kembali ke leher dan tubuhku.Aroma baccarat menguar, begitu nyaman dan menggoda indra penciuman.Kembali kupandangi penampilanku di cermin. Penampilan yang sangat berkelas dan disukai oleh pria-pria berkelas. Senyum yang kuulas menampakkan binar indah di wajah. Entah kenapa otak ini membawa pandangan mata ke perut.Perlahan tangan meraba perut yang rata dan membentuk indah dengan pinggang ramping. Pandanganku mulai nanar, pikiran mulai berkecamuk."Haruskah aku kehilangan semua keindahan tubuh in
"Apa kamu bahagia, Ra?" tanya Azlan saat kami tidur berhadapan. Tatapan Azlan begitu teduh, tangan kanannya menyibak anak rambut yang menutupi sebagian wajahku."Ini adalah hal pertama bagiku, bermain cinta dengan lelaki yang halal menggauliku." Hampir saja bulir bening menggenang, ada perasaan haru menyelinap."Aku sudah berpikir, Ra. Aku akan mengabulkan permintaanmu. Akan kujaga dirimu dan janin kita nantinya."Wow ... benar-benar exciting aku mendengar kalimat yang meluncur dari bibir lelaki tampan di hadapanku. Sesaat kata-kata manis itu mampu melambungkan semua rasa ke awan yang tinggi, tetapi sesaat kemudian aku mulai menyadari bahwa ada Elina dalam hidup Azlan.Rasanya lebih sakit, dibanting oleh kenyataan."Bagaimana dengan Elina?""Kamu cukup iyakan saja, urusan Elina biar aku yang hadapi. Aku akan sewakan sebuah rumah, lengkap dengan pembantu dan sopir. Kamu tinggal di sana, dan aku akan menemuimu setiap waktu.""Apa Elina tahu hal ini?"Azlan menatapku sejenak, lalu mengub
Malam ini tidurku tak nyenyak. Sebentar bangun, lalu gelisah. Kutoleh Flora, dia sudah mendengkur halus.Perlahan aku turun dari tempat tidur, berjalan menuju balkon. Angin malam berhembus saat pintu kubuka, menerpa wajahku dengan begitu lembut. Udara dingin membuat kedua tanganku harus saling berdekapan.Langit tak terlalu gelap malam ini, masih kudapati bintang-bintang bertaburan meski tak banyak. Kuhela napas panjang, seakan ingin melepaskan seluruh penat pikiran ini.Azlan, lelaki tampan itu melintas dalam pikiran. Mataku memejam mengingat permainan panas malam itu, begitu menggairahkan. Tanpa sadar, bibir ini mendesah saat teringat bagaimana tangan Azlan bermain nakal."Azlan, aku ingin merasakan kembali kehangatan tubuhmu. Aku ingin nikmati kembali sentuhan jemarimu, embusan napasmu, dan permainanmu yang membuatku terus mendesah nikmat. Aaauugghhh ...."Dalam lena angan itu, dapat kurasakan sebuah pelukan hangat mendekap erat tubuhku. Kecupan lembut terasa di tengkuk, lalu ke te
Ketika kesadaranku mulai pulih, kurasakan kepala ini sangat sakit, nyeri dan pusing. Perlahan kubuka kelopak mata, pandangan masih kabur dan samar-samar mata ini menangkap sosok wajah."Nara, lo sudah sadar?" suara itu begitu kukenali, entah kenapa suara itu justru membuat kesadaranku menurun kembali.Tuhan ... kenapa masih ada pria ini di depanku. Bagaimana aku bisa lepas dari dia?Untuk pertama kalinya aku teringat Tuhan, setelah sekian lama menjauh dari Sang Pemilik kehidupan. Saat ini, yang kuinginkan adalah lelaki halalku. Bukan lelaki lain yang tak berhak menyentuh tubuhku."Ra, lo kenapa?" Masih terdengar suara Ryan yang bernada khawatir, tangan kanannya menepuk pipiku beberapa kali.Sesaat kemudian aroma minyak putih memasuki indera penciuman, perlahan kesadaranku mulai pulih kembali."Azlan, tolong aku ...." Kalimat itu yang justru terlontar dari bibirku, seiring tangis yang kembali pecah."Azlan?" tanya Ryan dengan ekspresi bingung."Tolong telepon Azlan, dia suamiku."Ryan
Benar saja, sore itu Azlan membawaku ke rumah baru. Rumahnya memang tak sebesar rumah yang dijanjikan waktu itu, hanya saja suasana yang begitu tenang dan nyaman begitu kunikmati. Sebuah rumah modern dengan gaya minimalis, dan yang paling aku suka adalah sebuah taman dan kolam di bagian belakang. Bahkan terdapat rooftop yang dapat digunakan untuk menikmati indahnya senja."Kamu suka rumah ini, Ra? Tanya Azlan dengan senyuman mengembang.Aku mengangguk. "Sangat suka, Azlan. Lihat, dari sini aku bisa melihat matahari yang akan kembali ke peraduan!" seruku dengan penuh rasa bahagia.Sejenak semua derita batin yang selama ini kutanggung, berasa sirna berganti bahagia yang begitu luar biasa."Thanks, My Hubby." Kupeluk Azlan dengan begitu hangat.Debar jantung ini kembali tak teratur. Entahlah ... apakah ini pertanda aku sedang jatuh cinta kepada lelaki tampan ini? Ah, tepatnya lelaki tampan suami orang.Aku merasa penasaran, apakah Azlan juga merasakan hal yang sama? Diam-diam tangan kana
"Terima kasih untuk makan malam yang lezat ini, Sayang." Untuk pertama kali aku mendengar Azlan memanggilku dengan sebutan 'sayang'.Ucapannya mampu melambungkan perasaanku, begitu tinggi dan tak ingin kembali jatuh.Kedua tangan Azlan merangkul pinggangku, dan dia membiarkan kedua tanganku bergelayut manja di lehernya. "Kamu mau berdansa?" tanya Azlan dengan wajah sumringah."Dansa? Tapi aku nggak pernah, dan aku nggak tahu caranya berdansa.""Tak masalah. Kita dansa di rooftop sambil menikmati indahnya langit malam, gimana?"Aku mengangguk setuju. Azlan segera mengambil speaker box kecil yang terletak di sudut ruangan dekat televisi, kemudian membawanya ke rooftop. Tak lupa tangan kanannya menggandeng jemariku.Sesampainya di atas, Azlan menyalakan musik romantis. Cocok sekali dengan suasana malam yang cerah, langit bertaburan bintang dan cahaya bulan separuh. Selama sekian tahun di Jakarta, baru kali ini aku menyadari indahnya langit malam.Kubentangkan kedua tangan, memejamkan ma
[Mas, kamu jangan lama-lama dengan wanita murahan itu!][Ingat, tugas kamu hanya menghamili saja. Kita hanya butuh rahim dia, jadi jangan ambil kesempatan lebih dari itu.]Membaca dua baris pesan dari Elina itu saja, dadaku terasa sangat nyeri. Dugaanku benar, Azlan hanya menjalankan perintah istrinya yang egois itu.Rasanya aku sudah tak sanggup membaca chat berikutnya. Bisa jadi hanya akan lebih menyakitkan, dan mungkin akan membuat sisi gelapku memberontak lebih parah."Elina, lo akan lihat apa yang bisa gue lakuin ke Azlan. Jangan salahin gue kalau suami lo akhirnya jatuh ke pelukan gue ... untuk selamanya," gumamku dengan hati yang geram, bahkan tangan ini pun turut mengepal.Kembali kutatap Azlan. Wajah tampan tapi sayang ... bisa dipermainkan oleh istrinya. Kurasa ... hmm ... aku punya cara untuk membuka mata hati dan pikiran lelaki itu.Sejenak otakku berpikir, mulai menyusun rencana agar pertarungan dimenangkan olehku, bukan Elina si nenek sihir itu. Wanita siluman lebih tepa