“Aku tidak akan bisa menyakiti wanita secantik dirimu. Tapi sayangnya aku akan menyiksa mu diatas ranjang hingga kau tahu bagaimana cara untuk bertekuk lutut dan menyembah ku.”
Rae menatap tajam Gerardo. Ia masih melihat pria itu duduk dikursi roda, ini tentu saja menjadikan Rae menang satu langkah dari pria itu.
“Kau! Pria yang masih duduk diatas kursi roda mengatakan akan menyiksa ku di atas ranjang? Ahahaha... Silahkan kau berpimpi Tuan Gerardo, tapi malam ini aku akan menghabisi semua kesombongan mu!”
Gerardo tertawa dengan keras saat melihat seorang gadis kecil sudah berani melawannya. Mungkin Ia belum tahu siapa Gerardo sebenarnya, bagaimana kejamnya pria itu dalam menyiksa musuhnya. Tawa pria itu terhenti seketika, membuat ruangan tersebut hening dan mencekam.
Tidak kalah tajam pria itu menatap Rae. Bukan hanya menatap, namun Gerardo memprediksikan bagaimana caranya untuk bisa mengambil alih situasi.
“Yang akan menyiksa mu bukan kaki ku
Mendengar suara pria itu Rae seketika menjadi siaga. Tiba-tiba saja ia mendengar jika rantai di kakinya terlepas dengan sendirinya. ‘Ini adalah sebuah jebakan! Aku harus berhati-hati,” batin Rae dengan mata yang terus melihat ke setiap sudut. “Jangan mencariku, Nona! Karena sampai kapan pun kau tidak akan menemukan dimana aku berada, tapi kemana pun kau pergi, aku pasti akan menemukan mu,” lagi suara Gerardo terdengar. “Pengecut!! Jika kau memang berani, tunjukkan dirimu dan jangan bersembunyi seperti anak kecil,” teriak Zee. Di ruangan yang berbeda, saat ini Gerardo menatap tajam Rae yang sudah mengatai dirinya sebagai seorang pengecut. Selama ini, semua orang di dunia hitam tahu siapa Gerado dan bagaimana kekejaman pria itu, tidak ada satu orang pun yang berani menghinanya. Ia berdiri dan kali ini akan langsung bicara bersama perempuan itu. Ia tahu, saat ini Rae sama sekali tidak memiliki senjata apapun yang mungkin bisa melukainya, kecuali
Gerardo saat ini menatap Rae dengan begitu buasnya. Ia bagaikan singa lapar yang siap melahap mangsanya dengan sekali telan. Tapi Rae tidak bisa berbuat apa pun, ia hanya bisa kembali mengumpulkan keberaniannya sebelum melawan Gerardo. Atau Ia mati sebelum pria itu berhasil mengambil harga dirinya. “Kau takut, Nona Catalina?” “Tidak! Untuk apa aku takut pada pria pengecut seperti mu? Pria yang selalu bekerja dengan menggunakan tangan kanannya?” Rae berusaha untuk mengulur waktu. Meskipun ia tidak tahu, semua ini akan berhasil atau tidak. “Bukankan Eduardo juga melakukan hal yang sama, cantik?” Gerardo sedikit menekankan nama itu untuk membuat Rae sedikit melunak. Namun bukan itu yang terjadi. Rae justru semakin berani dan membela papi nya. Ia putrinya dan Ia tahu benar bagaimana Eduardo bekerja selama ini. “Kau! Siapa kau berani berkata seperti itu, huh? Kau hanya tahu informasi dari anak buahmu yang payah itu, dan kau bangga?” wajah Rae menunjukkan b
Mendengar hal itu Alea segera memungut kembali pakaiannya dan keluar dengan rasa kecewa. Bagaimana tidak, Ia sama sekali tidak bisa mendapatkan apa yang Ia inginkan dari penyatuannya dengan Gerardo. “Apa kau yakin, Tuan? Aku masih bisa untuk melayani mu?” Ale sekali lagi berusaha, tapi sayangnya perempuan itu sama sekali tidak mendapatkan respon apapun. Ia hanya bisa menarik napas dalam dan kembali menuju kamarnya. Ia hanya bisa pasrah, karena memang seperti inilah tugasnya, wajib memberi dan tidak berhak meminta apapun dari pria itu, terutama hatinya. Gerardo masuk ke dalam kamar mandi dan langsung berendam. Otot-otot tubuhnya perlu dilemaskan setelah Ia merasa tegang saat melihat tanda itu. Tanda yang membuatnya terus bertanya-tanya, apa mungkin dia orang yang sama, yang dulu pernah... “Tidak mungkin! Aku yakin ini hanya sebuah kebetulan saja,” gumamnya dengan kembali menutup mata. Merasa cukup, akhirnya pria itu keluar dan membersihkan sisa
Gerardo saat ini sedang berada di sebuah klub malam ternama, ia menjadi salah satu penanam saham terbesar di tempat tersebut. Tentu saja hal itu menjadikan pria itu selalu menjadi prioritas utama saat Ia mendatangi tempat tersebut. Bukan hanya satu, tapi masih banyak klub malam yang resmi menjadi miliknya saat pria itu berhasil mengalahkan pemiliknya dengan sekali tepuk. Bukan masalah besar baginya melakukan semua itu, dan hal itu juga terbukti saat Ia ingin tahu siapa Rae sebenarnya. 'Jadi di sana kau bersembunyi. Pintar!! Benar-benar gadis yang pintas,' batin Gerardo. Anak buahnya telah mengirimkan semua foto dan video yang mereka dapatkan saat memantau Rae. Gerardo mengetahui dengan baik apa yang dilakukan Rae dalam ruangan itu. Awalnya Ia tidak ingin gadis itu pergi, tapi rasa penasaran akhirnya membuat Ia terpaksa menyusun rencana baru. Meskipun Ia sadar, jika terus mencari tahu mengenai Rae, banyak pekerjaan yang harus Ia tunda, bahkan harus Ia
Setelah mendengar perkataan pria itu Rae hanya bisa mengepalkan tangannya kuat, menahan amarah yang saat ini sudah membuatnya merasa sesak. “Aku mungkin akan kembali! Dan saat itu terjadi, bersiaplah! Karena aku kembali untuk menjemput ajalmu. Camkan itu!” “Sudah aku katakan, aku rela mati berkali-kali ditangan mu,” Gerardo menyeringai, membayangkan bagaimana gadis itu akan kembali masuk ke dalam mansion miliknya tanpa harus ia seret layaknya seorang tawanan. “Sampai bertemu kembali calon istriku!” “Kau!!” Tuttt... Panggilan itu terputus dan seketika napas gadis itu semakin memburu karena amarah. Perasaan jijiknya pada Gerardo semakin besar saat mendengar Gerard memanggilnya sebagai calon istrinya. Hal itu sangat membuatnya mual. Saat berusaha untuk menenangkan diri, tiba-tiba saja ponselnya kembali berdering dan Rae langsung menjawab panggilan tersebut tanpa melihat siapa layar ponselnya tersebut. “Berhenti mengganggu
Dari jarak beberapa meter, saat ini Gerardo melihat apa yang terjadi dipelabuhan. Ia melihat dengan seksama dan ternyata terdapat beberapa orang yang tidak ia kenal berjaga di sana. Bahkan mereka terlihat mengintimidasi anak buahnya. Ini adalah salah satu bisnis bersih pria itu, dan Ia akan mengalami kerugian ratusan milyar jika barang antik ini tidak segera di kirim. Gerardo akhirnya memutuskan untuk turun dan tidak lama kemudian ia mendengar sebuah letusan senjata api. Tapi pria itu sama sekali tidak gentar, ia tetap berjalan maju dan mendekati tempat tersebut. “Siapa kau?” tanya pria asing dengan senjata di tangannya, sedangkan Gerardo, pria itu hanya berdiri dengan tangan yang terbuka tanpa senjata apapun. Ia hanya menunjukan seringaiannya dan mulia membuat suasana tempat tersebut terasa berbeda. “Apa itu penting?” Gerardo menatap pria itu dengan dingin, tanpa ekspresi, seakan pria yang saat ini berdiri di hadapannya tidak memberikan pengaruh apap
Tubuh pria itu terlihat menegang saat Gerardo menatapnya semakin tajam. Mendengar nama Venosa, Teo semakin yakin jika ada yang sudah memata-matainya beberapa hari terakhir dan ini tidak pernah mudah untuknya. “Kenapa kau diam, Teo? Bukankah selama ini kejujuran mu sangat luar biasa?” “Siapa yang mengatakan jika aku ada di markas venosa?” Teo sedikit meninggikan suaranya. “Akan ku habisi dia!” lanjutnya dengan penuh amarah. “Itu tidak penting! Sekali lagi aku bertanya, untuk apa kau ada di sana?” Teo tidak bisa menjelaskan apapun. Otaknya tidak bisa berpikir dengan jernih. Jika ia sampai mengatakan mengintai seseorang, bukan tidak mungkin jika Gerardo akan tahu jika ia berbohong. “Aku sedang bertemu seseorang,” Teo mengatakan itu untuk menenangkan Gerardo. “Aku bertemu dengan pria bernama Roy. Aku dengar dia adalah pembelot yang tak terlihat.” Gerardo tidak bereaksi. Pria itu tetap dengan wajah tanpa ekspresi menatap Teo. Pria itu saat
Eduardo hanya bisa pasrah mendengar itu. Ia tahu bagaimana keras sifat Rae dan Aldric. Tapi jika bisa, ia akan menghentikan segalanya dan menyudahi semua ini. Pria tua itu akan hidup dengan tenang dalam kebahagiaan bersama kedua anaknya. “Andai saja papi tidak terbawa emosi dan dendam, mungkin semua ini sama sekali tidak akan terjadi.” Pria tua itu menunduk, menyembunyikan air matanya dari kedua anaknya. Tapi apa gunanya menyesal, semua telah terjadi dan tidak akan bisa dikembali seperti semula. Rae dan Aldric hanya bisa terdiam. keduanya lantas meraih tangan Eduardo dan memegangnya erat. Mereka menunjukan jika pria tua itu tidak sendiri, ada mereka yang kini bersamanya. “Aku tidak ingin seperti ini! Bagaimana kalau kita keluar dan menikmati sinar matahari bersama?” usul Rae dengan wajah yang senang bukan main. “Kenapa tidak?” “Al, kau lebih dulu keluar bersama papi. Aku akan ke kamar mandi sebentar, nanti aku menyusul.” Aldric