Share

Beautiful ESCAPE
Beautiful ESCAPE
Author: Myrandaa04

Part 1 Lift

Suara tembakan terdengar di telinga Dominic. Pria itu tengah lari sekencang mungkin. Teriakan ayahnya yang menyuruhnya lari membuatnya seperti pengecut. Hati Dominic teriris rasanya. Ia tidak kuasa mendengar jeritan kesakitan ayahnya. 

"Akan aku membalaskan semuanya!" teriak Dominic.

"Akan aku balaskan rasa sakitmu ayah." Sumpah Dominic. Dia tidak rela atas penghianatan ini. 

"Aku tidak akan membiarkan Marcus hidup tenang setelah membunuhmu." Mata Dominic berkilat marah. 

"Dominic! Lari lebih cepat! Helikopter akan menjemput kita," pinta Franco. 

Dominic hanya bisa berlari dengan dadanya yang sesak. Kaki kanannya berlumuran darah. Ia benar-benar seperti pengecut. Dari kecil ayahnya sudah mengajari Dominic cara untuk bela diri dan menembak, tetapi yang Dominic lakukan sekarang adalah berlari meninggalkan ayahnya. Franco membantu Dominic untuk berlari satu kaki. Dominic mengeratkan cengkraman tangannya di bahu Franco. 

"Aku tidak bisa meninggalkan ayahku." Dominic terus berlari sambil menoleh ke belakang.

"Aku tahu! Kalau kau kembali ke sana, kita semua bisa tamat!" Franco mencoba membujuk Dominic.

"Dia ayahku! Franco! Bajingan kau!" sentak Dominic. Franco menampar Dominic dengan keras dan mengguncang tubuh pria itu. 

"Kau pikir aku tega melakukan ini?" tegas Franco. Wajah pria itu marah sekaligus tersiksa.

"Aku dan ayahmu sudah seperti kakak dan adik Dominic!" Wajah Franco memerah menahan emosinya. 

"Kau ingin kembali ke rumah bajingan itu? Kau ingin menyelamatkan ayahmu? Enyahlah kau, Dominic!" Franco mencoba menyadarkan Dominic. Ia berusaha menjelaskan pada pria itu kalau kembali ke dalam rumah adalah hal yang bodoh.

"Kau tidak mendengarkan kata-kataku! Kau mengajak ayahmu berdamai dengan musuhnya! Ini ide gilamu!" teriak Franco. 

"Kau anak yang tidak berguna Dominic!" Franco menatap Dominic. Pria itu hanya bisa terduduk dan menyesal. 

"Sekarang kalau kau ingin kembali ke sana menyelamatkan ayahmu, silakan, tapi aku akan pastikan dia sudah mati dan kau juga akan mati di sana, ibumu akan puas melihat kalian mati!" teriak Franco lantang.

★★★

Keringat dingin bercucuran di kening Dominic. Wajahnya menjadi pucat pasi. Ingatan menyeramkan datang setiap malamnya. Pria itu selalu berteriak memanggil nama ayahnya. Saat kenangan pahit itu hadir. Dia tidak punya kekuatan untuk melupakan hari dimana terakhir kalinya dia melihat ayah dan ibunya.  

"Dominic! Sadarlah!" Dominic tetap berteriak dan keringat dingin terus muncul di sekujur tubuhnya. 

"Dominic! Bangun!" Franco mengangkat tubuh Dominic dan mendudukkan pria itu agar dia terbangun dari tidurnya. 

Dominic membuka matanya dengan rasa ketakutan dan napasnya yang memburu. Ia menelan ludahnya sendiri. Pria itu mengusap wajahnya. Ia merasa sangat lemas. Selalu saja bermimpi buruk seperti ini ketika dia sedang lelah dan merasa putus asa. 

"Sialan!" umpat Dominic. 

"Minumlah air ini." Franco memberikan segelas air yang ada di tangannya pada Dominic. Pria itu menatap malas Franco dia lebih memilih untuk bangkit dari tidurnya dan mengambil sebotol alkohol lalu meneguknya.

"Kau sudah terlalu banyak minum," ucap Franco. 

"Sudah delapan tahun berlalu Dominic, kau masih bermimpi buruk." Franco mengambil botol alkohol yang ada di tangan Dominic agar pria itu tidak minum terlalu banyak.

"Aku ada janji dengan Zac," ucap Dominic. 

"Zac? Mantan anak buah Marcus?" Franco menaikkan satu alisnya.

"Iya." Dominic menatap Franco serius. 

"Apa kau sudah gila? Kau percaya dengan Zac? Bagaimana kalau dia hanya menjebakmu?" Franco tidak bisa menerimanya keputusan konyol Dominic.

"Tidak, dia ada dipihak kita, Marcus menghianati Zac, dan sekarang Zac akan membantu kita," terang Dominic. 

"Dominic, kau mengatakan padaku, kau tidak ingin berurusan dengan Marcus lagi, lalu kenapa sekarang kau ingin melawan Marcus." Franco memegangi kepalanya. Dia sangat pusing dengan Dominic.

"Kau bisa lihat aku Franco, aku mimpi buruk setiap malam! Aku ini pengecut!" Dominic terus menyalakan dirinya sendiri. 

"Aku tidak mau bersembunyi seperti ini, Sisilia milikku dan rumah besar keluargaku di Napoli, itu semua bukan milik Marcus. Akan aku rebut kembali apa yang seharusnya menjadi milikku," terang Dominic. 

"Ini akan sangat berbahaya Dominic, jangan terburu-buru." Franco mencoba memperingati Dominic. Mengalahkan Marcus bukanlah hal yang mudah seperti membalikan tangan. 

"Aku tidak akan mati sebelum membunuh Marcus," sumpah Dominic. Ia meninggalkan Franco. 

★★★

Dominic mengendarai mobilnya. Ia menuju apartemen Zac. Ia melirik jam tangannya. Jarum jam menunjukkan pukul sebelas malam. Pria itu menatap malas apartemen di depannya ini. Dari luar, apartemen itu terlihat seperti bangunan biasa yang tidak mempunyai ketertarikan. Terbesit di benak Dominic pertanyaan. Bagaimana bisa Zac tinggal di apartemen kelas bawah seperti ini? Bukankah dia orang kaya? Atau kekayaannya sudah habis? 

Dominic memarkirkan mobilnya dan masuk ke dalam apartemen. Ia berjalan menuju lift. Di depannya sudah ada seorang wanita yang memakai seragam kerja. Mirip pelayan hotel. Wanita itu menekan tombol lift tidak sabaran. 

"Ada apa dengan lift ini!" seru Louisa. Ia menekan tombol liftnya berkali-kali. Sejujurnya tombol lift itu sudah rusak. Louisa mengepalkan tangannya. Saat ia ingin menonjok tombol liftnya. Jari Dominic menekan tombol itu dan liftnya bergerak. Wanita itu terkejut. Untung saja ia tidak jadi melayangkan tangannya. 

"Jangan melampiaskan kekesalanmu pada tombol lift," bisik Dominic di telinga Louisa. Wanita itu bisa merasakan tubuh Dominic di belakangnya. Louisa menatap Dominic dari samping. Ia bisa melihat wajah tegas pria itu. 

Dering gawai Louisa menyadarkan dirinya dan Dominic. Wanita itu langsung merogoh tasnya dan menerima telepon dari ibunya. Louisa hanya menatap gawainya. Ia tidak ingin menerima panggilan telepon itu. Ibunya hanya akan meminta uang. Louisa mengusap layar gawainya dan menempelkan gawai itu di telinganya. 

"Louisa mana uang yang kau janjikan?" tanya Jane. Louisa hanya bisa mengembuskan napasnya. 

"Aku tidak pernah menjanjikan uang padamu, Mom." Selalu saja tentang uang.

"Louisa! Aku butuh uang untuk makan! Aku juga harus membayar sekolah adik-adikmu! Kirimkan uangmu padaku!" teriak Jane. Louisa sudah terbiasa dengan ini. Ia menjauhkan gawainya dari telinganya. Dominic bahkan bisa mendengar jelas apa yang dikatakan Jane. 

Pintu lift terbuka. Louisa dan Dominic masuk ke dalam lift. Dominic bisa melihat wajah lelah wanita itu. Bajunya yang berantakan. Lingkar hitam di mata Louisa, meskipun wanita itu memakai riasan. Wajah lelahnya tidak bisa ditutupi karena matanya sudah lelah. 

"Mom, aku sudah mengirimkan bayaran kerjaku padamu dua hari yang lalu," ucap Louisa. 

"Aku tidak mau tahu Louisa! Aku ingin uang." Jane berteriak di telepon.

"Kau kalah berjudi? Kau habiskan uangku untuk berjudi!" Louisa merasa lega meneriaki ibunya. Sesaat Jane tidak mengatakan apapun. Louisa tahu ibunya suka bermain judi. 

"Aku mohon padamu berhentilah, aku miskin di sini Mom, aku berkerja dan kau berjudi di sana?" lirih Louisa. Ia mengusap wajahnya sendiri. Panggilan telepon itu langsung terputus. Louisa menahan air matanya. Ia bersandar di lift. Louisa meratapi kakinya yang sudah lelah. 

Pintu lift terbuka. Mata Louisa menangkap sesosok wanita pemilik apartemennya. Ia lupa membayar sewa. Louisa menggigit bibir bawahnya. 

"Wah! Kau tidak bisa masuk ke apartemenmu, bayar terlebih dahulu," ucap wanita itu. 

Dominic hanya menatapi Louisa dan wanita itu. Ia muak dengan dua wanita di depannya itu. Dominic menekan tombol liftnya sehingga pintu lift tertutup dan Louisa tidak keluar dari lift. Wanita itu terduduk di lantai lift. Ia benar-benar lelah. Dia mengeluarkan gawainya dan menghubungi nomor atasannya.

"Selamat malam, Pak," ucap Louisa. 

"Apa aku bisa lembur saja hari ini?" Louisa menghela napasnya.

"Ya, aku akan kembali bekerja," terang Louisa. Ia mengusap wajahnya. 

Saat pintu lift terbuka Dominic berjalan keluar. Tangan pria itu menjatuhkan beberapa lembar peso di paha Louisa. Wanita itu terkejut dan menatapi Dominic. 

"Semoga harimu menyenangkan." Dominic menepuk bahu Louisa dan pria itu keluar dari lift. 

Louisa menatapi uang di pahanya itu. Ini membuatnya terlihat seperti pengemis. Dia tidak tahu harus apa. Ia hanya menatapi uang itu dan mengambilnya. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status