Share

6 - Shalfa Si Pengganggu

"Oke, aku nggak akan bahas apapun tentang anak. Aku nggak akan mancing-mancing emosi kamu lagi. Aku yakin, suatu saat kamu akan cerita ke aku dengan sendirinya," ujar Daffa dengan tenang dan tersenyum tulus. Ia telah berjanji tidak akan memancing-mancing emosi istrinya lagi.

"Oke. Terima kasih sudah ngertiin aku." Bulan menjawab sambil menahan senyum lega. Syukurlah kalau Daffa menyadari kesalahannya dan berniat menjadi dewasa. Ia pun tidak mau drama seperti ini kejadian lagi. Malu.

"Boleh aku peluk kamu?"

Belum sempat Bulan menjawab, Daffa sudah memeluk Bulan dengan erat. Tidak ada penolakan dari Bulan. Dengan lembut, Daffa menyesap bibir merah ranum milik istrinya. Manis.

Pagi itu, dua insan yang sedang dimabuk kepayang, saling mencumbu satu sama lain. Kamar minimalis dengan nuansa cokelat muda itu menjadi saksi bisu pelepasan gairah penuh cinta keduanya.

***

"Sayang, rambut kamu wangi," puji Daffa yang sedang membelai rambut Bulan yang ada di dekapannya. Ia mencium rambut istrinya dengan dalam.

Bulan menggeliat manja seraya mengecup leher suaminya dengan mesra. "Kamu juga wangi," pujinya.

Mendapat rangsangan seperti itu, membuat sesuatu di dalam tubuh Daffa serasa dialiri aliran listrik kecil.

Baru akan mulai ke tahapan selanjutnya, tiba-tiba saja keduanya dikejutkan oleh teriakan Shalfa sambil menangis dan membanting-banting barang entah apa.

Mereka berdua segera keluar kamar dan melihat apa yang sebenarnya terjadi. Sesampainya di ruang keluarga, mereka mendapati Shalfa dengan penampilan kacau. Seragam sekolahnya kusut dan tidak rapi, serta rambutnya acak-acakan seperti rambut singa. Gadis tujuh belas tahun itu baru saja pulang dari sekolah.

"Shalfa, kamu kenapa?" tanya Bulan cemas. Ia memeluk adik iparnya dengan khawatir.

"Kamu kenapa, Shal?" tanya Daffa sambil menahan emosi. Ia khawatir adik semata wayangnya mendapat perlakuan buruk dari orang lain. Pelecehan seksual atau bullying, misalnya.

"Aku diputusin Radit, Kak. Tadi subuh sudah balikan. Sekali balikan, tadi di sekolah dia mutusin aku. Apa maksudnya coba?" ujar Shalfa sambil terisak.

"Siapa Radit? Ada apa sih?" tanya Daffa yang masih bingung dan tidak paham atas apa yang terjadi.

H+1 pernikahan, Shalfa pernah curhat pada Bulan tentang siapa itu Radit. Bulan lantas menceritakan Pada Daffa tentang siapa Radit, juga tentang semua yang ia tahu tentang Shalfa dan Radit.

Saat itu Shalfa dan Bulan sedang tiduran di ruang keluarga sambil bermain smartphone. Sesekali mereka membahas artis Korea yang ganteng dan cantik-cantik. Lantas tiba-tiba saja Shalfa yang random mengeluarkan pertanyaan yang membuat Bulan tidak nyaman.

"Kata orang-orang, saat pertama kali melakukan hubungan seks, rasanya sakit, ya, Kak? Apa benar?" tanya Shalfa penasaran.

"Shalfa, Kakak nggak nyaman kamu bahas ini." Bulan menjawab kikuk. Bukan apa, ia memiliki trauma masa lalu tentang seksualitas, sehingga ia tidak suka dengan topik ini.

"Kalau sakit, aku nggak mau ngeseks, ah! Takut." Shalfa tetap melanjutkan topik tersebut tanpa mengindahkan teguran kakak iparnya.

Bulan kehabisan kata-kata meladeni Shalfa. Shalfa memang benar-benar barbar.

"Radit pernah ngajakin aku untuk melakukan itu, tapi aku tolak. Aku takut hamil," ujar Shalfa dengan lirih.

"Siapa Radit?"

"Pacar aku, Kak."

"Oh. Bagus itu. Bagus kamu punya ketegasan untuk menolak. Masih pacaran jangan melakukan hal-hal yang kejauhan, takut nantinya jadi penyesalan," nasihat Bulan.

"Aku keren kan, Kak? Keren karena berhasil menolak ajakan Radit. Kata Radit, cuma aku satu-satunya cewek yang pernah nolak saat dia ajak begituan. Aku benar-benar keren, kan, Kak?" sombongnya.

"Tunggu!" Bulan langsung bangun dan menatap adik iparnya lekat-lekat. "Cuma kamu satu-satunya cewek yang pernah nolak saat dia ajak begituan?" tanyanya dan di-angguki dengan bangga oleh Shalfa. "Itu artinya ... dia sering dong begituan sama perempuan lain? Kok kamu mau sih pacaran dengan cowok kayak gitu?"

"Kak! Benar kata Kakak! Kok aku mau sih pacaran dengan Radit? Aarrgghh! Untung ada Kak Bulan yang ngingetin." Shalfa berteriak histeris karena baru sadar akan hal itu.

"Kamu mau ke mana?" tanya Bulan saat melihat adik iparnya beranjak pergi.

"Ke kamar, Kak. Mau mutusin Radit."

"Dasar, Shalfa." Bulan geleng-geleng karena takjub dengan tingkat Shalfa.

"Jadi itulah Radit," ujar Bulan setelah ia menceritakan ulang kisah beberapa hari lalu.

"Kirain ada apaan. Kayak gitu aja kok nangis," ejek Daffa. "Justru bagus kamu putus dari cowok kampret macam Radit itu," ucap Daffa sambil berlalu meninggalkan istri dan adiknya.

Daffa sungguh kesal dengan Shalfa yang lebay. Ia pikir ada kejadian mengerikan, ternyata hanya putus cinta. Gara-gara drama Shalfa, ia jadi gagal bermesraan dengan Bulan. Shalfa benar-benar pengganggu.

"Bang Daffa nggak ngerti aku, Kak. Kesel banget punya kakak kayak dia. Untung aja ada Kak Bulan, kalau nggak ada Kak Bulan aku pasti bunuh diri karena terlalu setres."

"Sudah, sudah. Ayo ganti baju, shalat terus makan. Jangan mikirin Radit terus, pikirin juga diri kamu sendiri."

Shalfa mengangguk paham. Ia menuruti kata-kata kakak iparnya tanpa protes sedikit pun. Ia sungguh nyaman dengan Bulan. Baginya, hanya Bulan yang bisa mengerti dirinya, yang mau mendengarkan kisahnya.

"Thanks, Kak Bulan. Pokoknya Kakak jangan kabur-kaburan lagi dari rumah ini, nanti aku sedih karena nggak punya teman curhat lagi," ujar Shalfa dan di-angguki oleh Bulan.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status