Share

Bab 6 Bukti Kuat

“Wu, wulan.” Mas Harun seketika melepaskan rangkulannya dibahu Raya. Aku pura-pura tidak melihat semua itu. Mereka tidak boleh melihatku lemah agar tidak curiga jika aku sudj tahu tentang hubungan terlarang mereka.

“Kalian darimana saja baru pulang selarut ini?” Pertanyaanku tentu saja membuat Mas Harun tergagap. Mulutnya terbuka dan tertutup sendiri. Sepertinya dia hendak bicara. Tapi, tidak ada suara yang keluar. Raya menyembunyikan kedua tangannya di balik punggung. Aku masih bisa melihat tas belanja yang menyembul keluar.

“Kami dari rumah sakit Mbak. Tiba-tiba perutku keram. Ternyata aku salah makan hari ini.” Jawab Raya memberikan alasan kliss.

“Oh begitu.” Ucapku datar.

“Kamu kok belum tidur sayang. Ayo kita masuk ke dalam kamar sekarang. Aku masih harus bekerja besok.” Akhirnya Mas Harun bisa bicara juga. Dia segera menarik tanganku agar masuk ke dalam kamar. Kuikuti saja permainanya. Mas Harun langsung merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Tidak lama kemudian dia sudah terlelap. Aku yang belum mengantuk, memilih untuk kembali duduk di depan komputer.

Tidak bisa menahan sesak di dalam dada, aku menghubungi kakak sepupuku dari pihak Bapak untuk curhat. Kuceritakan semua hal yang baru aku temukan lewat pesan hari ini. Meskipun hatiku sedang berdarah saat ini, aku tidak bisa begitu saja menggugat cerai Mas Harun. Ada anak-anak yang sangat dekat dengannya.

[Apa Mbak Nana punya solusi?] Tanyaku setelah selesai curhat.

Terlihat di layar komputer Mbak Nana tengah mengetik. [Sebenarnya jika pria punya lebih dari satu istri tidak di larang dalam agama. Seorang istri juga tidak bisa menggugat cerai suami hanya karena hal itu. Secara agama, itu tidak di benarkan, Lan.] Mbak Nana yang pernah mondok selama enam tahun mulai memberikan petuahnya.

[Hanya hal tertentu yang membuat seorang istri bisa menggugat cerai suami. Di antaranya, kekerasan dalam rumah tangga, zina dengan wanita lain atau mengabaikan masalah nafkah lahir dan batin. Jika Harun tidak memenuhi semua kriteria itu, cobalah untuk bertahan. Tapi, jika suatu saat Harun bersikap tidak adil dengan lebih condong ke Raya, maka kamu berhak menuntut cerai.]

[Terima kasih banyak atas nasihatnya Mbak.]

[Kamu adalah wanita kuat Lan. Yang sabar ya.]

Setelah berbalas pesan dengan Mbak Nana, aku berjalan menuju nakas untuk mengambil hp Mas Harun. Aku juga sudah membeli hp baru. Jadi, bisa kugunakan untuk membajak hp suamiku. Dua minggu waktu yang cukup untuk aku mencari tahu semuanya tentang rahasia yang selama ini mereka sembunyikan. Setidaknya aku harus mencari bukti apakah mereka sudah pernah berzina atau tidak.

Keesokan harinya, Raya pamit untuk pergi pagi-pagi sekali. “Hati-hati di jalan ya. Maaf Mas Harun nggak bisa mengantar kamu. Anak-anak sudah merengek minta di temani pergi ke pantai.”

“Iya Mbak. Nggak masalah.” Jawabnya sambil tersenyum

Tapi, ada selarik rasa kesal yang bisa aku lihat di kedua bola matanya. Pagi-pagi sekali aku sudah membangunkan Mas Harun dengan alasan anak-anak ingin pergi ke pantai. Jika sudah menyangkut tentang Alana dan Syifa, dia tidak akan bisa mengelak lagi. Dengan begitu aku bisa menggagalkan rencana Mas Harun yang akan mengantarkan Raya kembali ke rumah kosnya.

Dua minggu berlalu dengan cepat. Mas Harun ternyata punya tabungan sendiri untuk mempersiapkan pernikahannya dengan Raya. Karena hal itulah aku sama sekali tidak berhak menyabotase pernikahan mereka. Selama ini aku tidak hanya diam. Membaca semua pesan Mas Harun dan Raya sudah kulakukan. Ternyata mereka sudah selingkuh selama setengah tahun ini. Alasan Mas Harun mau menerima Raya karena dia di tuntut oleh Ibu untuk punya anak laki-laki.

Bukannya aku tidak bisa hamil lagi. Setelah lima tahun menjalani KB, kemungkinan hamilku jadi sangat kecil. Aku juga sudah mengajak Mas Harun untuk melakukan konsultasi ke dokter kandungan. Tidak ada masalah apapun. Jika aku belum bisa mengandung anak laki-laki, itu semua karena sperma Mas Harun yang menentukan. Seperti penjelasan dokter kandungan yang pernah kami datangi. Sayangnya Ibu mertua tetap tidak terima dengan hasil tes itu.

Pernikahan di adakan di dalam aula hotel. Untuk menyewa aula hotel ini, Mas Harun sampai harus kasbon di kantor. Karena tabungannya sudah habis untuk membeli mas kawin dan barang-barang lain. Aku sengaja datang ke pernikahan mereka untuk menunjukkan diriku sebagai istri pertama pada semua orang yang kenal dengan Raya. Agar aku tidak di cap sebagai pelakor saat mereka melihatku jalan dengan Mas Harun.

Setelah pulang ke rumah, akhirnya aku bisa menemukan video di sosial media Raya yang lain. Dua minggu mencari video yang membuatku yakin jika Mas Harun dan Raya sudah berzina. Tapi, baru ketemukan setelah mereka sah menjadi suami istri. Segera saja aku membuat surat perjanjian yang tentu saja akan memberatkan Mas Harun.

Tok.. tok.. tok… tok…

“Buka pintunya Lan. Aku mau tidur sama kamu.” Ketukan di pintu bersamaan dengan suara Mas Harun membuat lamunanku tentang kejadian dua minggu ini buyar. 

“Malam ini aku akan tidur denganmu. Ijinkan aku menjelaskan semuanya sekali lagi. Saat aku ingin anak laki-laki, bukan berarti aku tidak sayang dengan anak-anak kita. Aku sangat sayang pada Alana dan Syifa. Aku juga masih cinta padamu.” Kata Mas Harun yang masih bisa kudengar.

Tanpa perlu membalas perkataannya, aku melangkah menuju tempat tidur yang besar. Malam ini pertama kalinya aku tidak bisa tidur. Karena sejak hari ini aku harus rela berbagi suami dengan Raya. Tapi, tidak akan aku biarkan Raya dan Bulek May bisa menjalankan rencana mereka. Karena aku sudah mengamankan semua asetku di tempat yang aman. Aset yang merupakan peninggalan mendiang Bapak.

Bantal sudah menutup telingaku agar tidak mendengar suara Mas Harun yang masih terus mengetuk pintu. Mata yang sudah berat karena terus menangis membuatku dengan cepat bisa tertidur. Sepertinya aku baru terlelap sebentar saja, saat kelopak mataku kembali terbuka. Jarum jam di dinding baru menunjukkan pukul setengah satu pagi.

Kandung kemihku terasa penuh. Aku segera turun dari tempat tidur lalu berjalan menuju kamar mandi yang ada di dalam kamar. Setelah selesai buang air kecil, aku meraih gelas yang ada di atas nakas. “Tadi aku ngga ngisi gelas ini.” Sepertinya karena aku sudah terlalu kelelahan.

Aku segera berjalan menuju pintu. Saat membukanya, sudah tidak terlihat keberadaan Mas Harun di depan kamar. Dia juga tidak terlihat tidur di sofa ruang tengah. Apa yang baru saja kamu harapkan dari Mas Harun? Dia akan tidur di depan pintu atau di sofa untuk memohon padamu? Aku segera menggelengkan kepala. Itu tidak mungkin. Tentu saja dia akan masuk ke dalam kamar tamu untuk tidur bersama istri mudanya.

Untuk pergi ke dapur, aku harus melewati kamar Ibu mertua dan kamar tamu yang kini mungkin di tempati oleh Raya dan Mas Harun.  Rasa ragu menyelusup dalam hatiku untuk melewati kamar mereka. Haruskan aku melakukannya? “Jangan takut Wulan. Sekarang kamu sedang berada di rumahmu sendiri.” Aku berusaha menguatkan hati lalu berjalan menuju dapur.

Baru saja aku melewati kamar tamu, terdengar suara Mas Harun dan Raya yang tengah mendesah. Membuat tubuhku seketika mematung. Tanpa sadar air mataku kembali mengalir. Betapa menyakitkannya harus berbagi suami.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status