Share

BAB 3 [REVISI]

"Ayo Sayang, duduk dekat Oma. Kita makan bareng," ajak perempuan tersebut.

Oma Kean itu kini tengah duduk di kursi lalu bangkit sambil berkata kala melihat kedatangan Amara. Ia segera menarik lengan perempuan tersebut untuk duduk di kursi sampingnya.

Amara segera berdiri kembali saat Ica mendudukannya di kursi.

"Oma, aku gak pantes makan di sini," tolak Amara pelan.

Wanita paruh baya itu mendelik kesal lalu memilih menyendokan makanan dan di taruh ke hadapan Amara.

"Cepat duduk! Kamu cuma disuruh makan bareng aja suka banget ngebantah. Oma majikan kamu lho, nurut aja napa," geram Omanya Kean.

Kean terus menatap intraksi para perempuan itu, lalu menatap Amara yang langsung duduk pasrah saat ditatap tajam oleh Ica.

"Ayo makan."

Manusia yang paling berumur diantara mereka berkata demikian. Lalu segera mengambil makanan untuknya sendiri dan tidak lupa membaca doa lalu melahap hidangan tersebut.

"Oma, kenapa punyaku gak disendokin," lontar lelaki itu.

Mendengar lontaran sang cucu, perempuan itu hanya melirik sekilas lalu kembali melahap hidangan yang sudah diatas piringnya.

"Punya tangan, kan. Nyendok aja sendiri! Ini hukuman buat kamu," ketus sang Oma.

Wanita itu tidak menghiraukan tatapn kesal sang cucu, bahkan dengkusan lelaki tersebut sangat terdengar.

"Oma, pilih kasih!"

Kean menggerutu seraya menyendok makanan sendiri ke piring lalu melahap dengan kasar. Ica hanya tersenyum kecil melihat hal tersebut.

"Mara, nanti malam pijat Oma, ya. Pegel banget nih badan," seru Oma Kean.

Wanita itu memijat bahunya sendiri kala berkata demikian. Mendengar seruan Ica, Amara mengangguk sebagai jawaban. Ia sangat senang karena perempuan tersebut mau menampung, jadi memiliki tempat berteduh.

"Mendingan jadi pembantu aja, dari pada aku jadi gelandangan di jalan," batinnya berseru.

"Siap Oma."

Dia memperlihatkan wajah ceria, sedangkan Kean hanya menatap sinis pada wanita itu. Amara juga berpikir tidak perlu berlarut dalam kesedihan bukan? lelaki tersebut tak pantas ditangisi.

"Bahan buat makan mau habis. Kalian pergi belanja bareng ya! Oma mau istirahat," ucap perempuan itu.

Kean yang baru aja hendak protes, lelaki itu langsung ditatap tajam oleh sang Oma. Membuat ia urusan mengeluarkan kata-kata.

"Mara bisa sendiri kok, Oma," tolak Amara.

Paham akan Kean yang terlihat hendak menolak dari tatapannya, lagian dia juga tidak akur dengan lelaki itu. Mendengar ucapan Amara, perempuan tersebut menggelengkan kepala tanda tidak setuju.

"Jangan dong, kamu itu baru di sini, kalau ke sasar gimana! Udah. Pokoknya kalian nurut apa kata Oma, lagian apa susahnya sih nurut aja gitu," tutur perempuan itu.

Dari nada suara perempuan itu lumayan tinggi yang menandakan jika ia tengah kesal.

"Iya-iya, Oma.nanti Kean anterin dia deh," balas lelaki itu.

Kean berkata dengan nada malas bahkan datar, lelaki itu memilih melanjutkan mengisi perut saat selesai membalas ucapan Omanya.

"Kamu memang yang terbaik, gitu ke dari tadi," kata perempuan itu.

Ia menepuk bahu Kean yang memang berada di sampingnya, membuat lelaki tersebut hanya melirik sebentar lalu menggelengkan kepala melihat Ica yang tadi sedikit marah kini kembali senang.

***

Kean menatap Amara terus yang tengah mencuci piring, ia melipat tangan di depan dada lalu menatap nyalang wanita tersebut. Rasa tidak percaya pada perempuan itu masih melekat, memikirkan jika dia ikhlas menolong Omanya. Cucu Ica ini hanya waspada, takut Amara menyakiti atau mencelakai sang Oma.

"Awas matamu loncat nanti!" seru Ica.

Ica langsung mendekati cucunya lalu mencubit pinggang Kean. Membuat lelaki tersebut meringis karena merasa sakit.

"Mendingan kamu duduk, gih! Si ruang tamu sambil nonton, dari pada melototin Amara terus. Tenang aja kamu kedip beberapa kali juga dia gak bakal kabur kok," lanjut wanita itu.

Sedangkan Amara, wanita itu agak geram dengan tingkah lelaki yang berstatus cucunya sang majikan. Seperti ia seorang buronan saja, diperhatikan sampai begitu. Dia sangat bernapas lega kala Ica menegur pria tersebut.

"Tapi Oma ...."

Belum selesai Kean mengeluarkan protesan, Ica langsung menempelkan jari ke bibir sang cucu. Lalu dengan cepat menarik lengan Kean dan melangkah menuju ruang tamu.

"Kalau dia macem-macem gimana, Oma. Dia orang asing lho."

Lelaki itu mengutarakan kecurigaan yang mengganjal, membuat Ica menghela napas dan berhenti kala sampai di ruang tamu.

"Oma yakin, Mara orang baik. Kamu nonton sana, atau ngapain ke. Oma mau bantu Mara," ucap Ica.

Setelah berkata begitu, perempuan tersebut langsung melangkah ke dapur membuat Kean merasa geram.

"Huh ... Oma, Oma. Selalu aja cepat percaya sama orang lain," keluh lelaki itu.

Kean mengembuskan napas kasar lalu mendaratkan bokong ke sofa. Lalu bersandar dan memilih memainkan handphone.

Oma lelaki itu baru saja hendak membantu Amara, tetapi ternyata perempuan tersebut telah menyelesaikan pekerjaan dengan sangat cepat dan rapi. Senyuman terukir lalu memilih berdiri si samping Amara yang kini tengah mengeringkan tangan.

"Cepet banget kamu kerjannya, Oma baru aja mau bantuin," ujar wanita itu.

Amara yang mendengar ujaran Omanya Kean menoleh, ia langsung memamerkan senyuman.

"Gak usah Oma, ini udah beres kok. Tinggal pergi ke pasar aja buat beli stok bahan-bahan," sahut Amara.

Wanita paruh baya itu mengerutkan kening kala mendengar sahutan perempuan tersebut. Ia memandang Amara dengan tatapan heran.

"Kok ke pasar? Minimarket aja, Mara ...," seru Ica.

Perempun tersebut mengulum senyum mendengar seruan sang majikan, ia menggelengkan kepala lalu menarik pelan lengan Ica agar duduk di kursi.

"Oma duduk, biar gak pegel," tutur Amara.

Ica mengulum senyum karena mendapatkan perhatian oleh perempuan yang baru ditemuinya. Bahkan cucunya saja sangat jarak melakukan hal tersebut. Amara sangat memperhatikan semua hal kecil, yang membikin nenek Kean terharu.

"Pokoknya Amara pengen ke pasar aja, Oma ... di sanakan nanti aku bisa nawar. Lumayan sisa uangnya buat aku," kelakarnya.

Wanita itu berkata diakhiri suara tawa dan ia segera menempelkan telapak tangan di bibir. Lalu perempuan yang di dekatnya langsung tertawa lepas.

"Hehehe ... enggak, Oma. Mara cuma bercanda kok. Nanti sisa uangnya aku kasih ke Oma lagi," lontar Amara.

Nenek Kean itu hanya mengulum senyum melihat tingkah perempuan tersebut lalu menggelengkan kepala. Ia sudah sangat lama tak tertawa sampai segitunya.

"Kamu ini!"

Ica memegang bahu Amara membuat wanita itu sedikit menunduk sambil tersenyum kecil.

"Ya udah kamu pergi gih, ini list belanjaan sama uangnya."

Perempuan paruh baya itu menyodorkan kertas dan uang pada Amara. Sedangkan sang empu langsung mengambil dan memasukan ke saku. Wanita yang kini berstatus menyandang status janda muda segera menyalimi Ica.

"Siap! Oma. Mara pergi dulu ya," ucapnya.

Sebelum wanita itu beranjak pergi, Ica segera menggandeng lengan Amara. Lalu menarik agar mengikuti langkahnya.

"Pergi dianter Kean, sekarang kita pergi temuin Cucu Oma dulu."

Amara memajukan bibirnya lalu menghela napas, penuturan wanita itu hanya ditanggapi anggukan Ica.

"Padahal aku bisa pergi sendiri lho, Oma ...."

Wanita itu melepaskan cekalan di lengan perempuan tersebut, dan memijat pundak membuat Amara menatapnya.

"Nanti juga kamu bisa berangkat sendiri kok, setiap ada cucu Oma, kamu harus selalu bareng ama dia kalau pergi," balas perempuan tersebut.

Kini mereka sampai di tempat Kean berada, lelaki yang tengah duduk dikursu menoleh kala mendengar suara neneknya.

"Ayo Kean, anter Mara belanja!"

Karena tau sang nenek tidak menerima bantahan, lelaki itu hanya menghela napas lalu segera bangkit.

"Iya Oma."

Kean menjawab dengan nada malas, lalu ia melirik tajam Amara membuat wanita itu menundukan kepala.

"Jangan natap begitu, Oma yang pengen kamu nganterin dia," omel Ica.

Wanita itu memukul bahu cucunya membuat Kean kembali mengeluarkan helaan napas. Ia langsung meraih lengan sang nenek dan mencium punggung tangan.

"Kalau gitu kami berangkat dulu, Oma. Assalamualaikum," kata Amara.

Amara ikut mencium punggung tangan sang majikan setelah Kean selesai. Ia bergegas mengikuti cucu wanita itu yang telah berlalu.

"Ayo Tuan! Kita harus cepet biar gak kehabisan bahan yang seger," perintah Amara.

Kean melirik sinis Amara berdiri di dekat mobil.

"Bawel," gerutu lelaki itu.

Cucu Ica mendorong Amara agar minggir ia langsung duduk di kursi kemudi. Diikuti Amara yang mendaratkan bokong di samping Kean membuat pria tersebut menatap tajam.

"Ada apa Tuan? Saya harus duduk di belakang, kan, apa Tuan mau disebut supir oleh orang lain," lontar Amara.

Kean menatap marah pada Amara lalu melajukan kendaraan roda empat tersebut.

"Sialan! Kamu duduk di situ saja."

Amara hanya mengangguk sebagai jawaban. Sedangkan Kean menyeringai kala memiliki ide. Ia akan membawa Amara ke pasar dan melihat reaksi wanita itu. Di bawa ke tempat becek dan bau.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Iwan Farel
sangat bagus ceritanya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status