Mobil yang dikendarai Bisma membelah keramaian. Waktu belum terlalu malam, jalanan masih ramai lancar. Lelaki itu memutar lagu untuk menemani perjalanan mereka. Lampu jalanan yang terang berbaris, berpendar menyala menambah hangatnya rasa. Perasaan lelaki itu menghangat setiap dia melihat raut bahagia wanita yang tengah asyik sendiri dengan pemikirannya. Srikandi duduk nyaman pada kursi di sebelahnya, pandangannya terlempar keluar jendela.
“Sri.” Bisma memulai kembali obrolan yang terhenti begitu saja.
“Ya, Mas.” Wanita itu menoleh sekilas ke arahnya. Kemudian berpaling kembali menatap dunia luar yang terlihat indah.
Namun belum sempat obrolan berlanjut, ponsel milik wanita itu berdering. Srikandi melihatnya sekilas kemudian mengabaikannya. Berdering lagi, didiamkan lagi. Berulang kali, hingga pada deringan kelima akhirnya Srikandi mengangkat telepon itu.
“Hallo!” Akhirnya wanita itu menjawab telepon dengan malas.
<“Hmm hmm hmm hmm hmm hmm.” Srikandi berjalan sambil bersenandung. Entah apa yang membuat paginya begitu riang.“Pagi Pak!” Gadis itu menyapa security.“Pagi Bu!” Security mengangguk. Srikandi terus berjalan sambil melanjutkan senandungnya.“Hmm hmm hmm hmm hmm hmm...” Srikandi meneruskan lagu kebangsaannya cold play. Entah kenapa wanita karir dari generasi millenial itu, begitu menyukai alunan lagu cold play. Sementara itu pandangannya fokus pada layar ponsel yang dipegangnya.BrukkTubuhnya sedikit terhuyung karena membentur sesuatu. Ponselnya hampir terjatuh. Beruntung masih bisa diselamatkan.“M-maaf,” tukasnya sambil menyeimbangkan kembali badannnya.“Jalan tuh, pake mata!” Ah ternyata yang dia tabrak adalah manusia besi.“Pak, di mana-mana jalan tuh, pakai kaki, mana ada jalan pake mata?” Srikandi menimpali ucapan
Chevrolet Orlando summit white itu melaju sedang, menuju salah satu butik ternama. Srikandi sudah memesan satu dress seperti instruksi atasannya. Informasi dari Arjuna, pertemuan malam ini adalah pertemuan penting sehingga meminta sekretarisnya itu berdandan maksimal agar tidak mempermalukannya.Arjuna tidak menemani Srikandi masuk ke butik. Lelaki itu malah menunggu, duduk di luar sambil mengecek email pada gawainya. Tidak berapa lama, Srikandi sudah keluar dengan mengenakan gaun yang terlihat simple namun terkesan sopan dan elegan. Dress dengan rok di bawah lutut dan model lengan tertutup, hiasan puring yang berlapis terlihat manis.Sial, kenapa dia terlihat begitu manis. Kejujuran hatinya tidak bisa dipungkiri. Namun egonya tetap berusaha melawan.“Sekarang kita ke salon, wajah kamu yang standard itu terlihat kurang pas dengan gaun elegan ini.” Sebuah kalimat merendahkan yang terlontar. Srikand
“Papah akan membatalkan perjodohan kamu dengan anak om Arnold, kalau kamu memang bias mendapatkan dia jadi mantu papah, Srikandi. Ayo Mah!” Tuan Bagaskara menepuk bahu anaknya berkali-kali, kemudian pergi meninggalkannya. Arjuna termenung, semua terjadi di luar kendali dan rencananya. Setelah tersadar, lelaki itusegera berlari mengejar Srikandi yang sudah sampai halaman rumahnya.“Sri!”Namun gadis itu sudah berada di luar gerbang. Arjuna tinggal beberapa langkah lagi, tetapi ojek online sudah tiba di depan gadis itu. Srikandi menerima helm dan memakainya dengan tergesa.“Sri!”Suara Arjuna tak mengurungkan niat Srikandi untuk segera pergi dari rumah itu. Dia tidak menyangka, bosnya yang notabene berpendidikan dan lulusan magister, mau melakukan hal seperti itu. Sesuatu hal yang selama ini hanya dia baca dalam novel-novel atau film di layar kaca.Sebuah kebohongan hanya akan melahirkan keboho
Srikandi sebetulnya tidak tega melepas kepergian ibunya sendirian, namun hari itu ibunya akan tetap pulang. Beruntung lelaki yang baru dikenalnya kemarin malam, dengan semangat menawarkan jasa untuk mengantarnya. Ridho menawarkan diri untuk mengantar pulang bu Sartika, demi mengambil hati orang tua tersebut.Srikandi dan ibunya sudah berada di depan gerbang, karena orang yang ditunggunya sebentar lagi sampai. Tidak lama kemudian, sebuah toyota rush tersebut menepi. Ridho turun dari mobil, tubuh proporsionalnya terlihat bugar. Lelaki itu datang dan mencium tangan bu Sartika. Perilaku santun, senyum ramah, maka tidak akan ada yang menyangka jika sebetulnya lelaki itu adalah pemain wanita. Bukan hanya Cantika, namun beberapa wanita lain juga pernah merasakan satu ranjang dengannya.Sebetulnyha pada malam pertemuan kemarin, Srikandi merasa familier dengan wajah lelaki itu. Ya, lelaki itu ialah yang menyapanya ketika di lift, sewaktu hendak meeting dengan Mr. Hosoda.
“Pagi Sri!” Ternyata sudah ada Bisma di sana.“Pagi Mas Bisma!”Srikandi berjalan menuju rak, diambilnya satu cangkir imut kesayangannya. Kemudian dia mengambil racikan teh khas miliknya yang disimpan dalam lemari es. Minuman sehat yang tidak menggemukkan. Serbuk teh dan kayu manis diseduh dengan air panas dalam satu wadah. Setelah warnanya terlihat cantik, dia menyaringnya ke dalam cangkir imutnya kemudian ditambahkan dua sendok makan madu dan irisan lemon ke dalamnya. Minuman teh kayu manis lemon hangatnya sudah jadi.Bisma memperhatikan wajah datarnya. Hari ini Srikandi tidak seceria biasanya.“Kenapa Sri?” Bisma mendekatiya, sambil mengambil dua kotak makan pagi yang dia siapkan spesial sejak shubuh tadi. Bisma sengaja bangun awal sehingga membuat seisi rumah heboh. Seorang Bisma Pramudya yang paling tidak suka ribet dan selalu memilih hal yang simpel, pagi itu berhasil membuat dapur berantakan.“Gabut.
Semua agenda itu berjalan lancar. Ketika di hadapan customer mereka tetap profesional, saling menyapa seperti biasa. Namun ketika kembali ke ruangan, mereka berseteru seperti biasa.Bel pulang berdering panjang. Srikandi sudah bersiap-siap memesan transportasi online ketika sebuah pesan masuk.[Sri, aku udah di depan.] Sebuah pesan dari Ridho.[Kamu ngapain Bang?] Srikandi mengirim pesan balasan.[Jemput kamu.] Pesannya lagi.Srikandi mencari tombol panggilan. Dia segera menghubungi lelaki yang baru saja mengiriminya pesan. Sementara Arjuna masih duduk di kursinya dan terlihat masih belum berniat pulang.“Hallo, Bang Ridho, Kamu beneran jemput?” Arjuna memasang pendengaran, mencuri dengar pembicaraan sekretarisnya dengan orang di seberang telepon.“Oh, kenapa nggak ngabarin, tunggu bentar ya!”Laptopnya segera
Cantika sudah memakai pakaian seperti biasa, begitupun dengan Ridho. Kini mereka tengah duduk berhimpitan di sofa sambil menonoton televisi. Cantika begitu manja, dia menyandarkan kepalanya pada dada bidang Ridho. Lelaki itu berkali-kali mengecup pucuk kepala wanita itu. Kemesraan terlarang dari semua sisi.“Dho, kamu beneran mau menikahi dia? Terus aku gimana?” ucap Cantika.“Hmm, kamu balik lagi ama Arjunalah, aku nggak mungkin ngebatalin perjodohan ini,” ucap Ridho.“Aku sudah tidak punya kesempatan itu lagi.” Cantika cemberut. Ridho terdiam, bagaimanapun dia tidak mungkin membuang Srikandi dan memilih wanita receh itu untuk menjadi istrinya.“Nanti kita pikirkan, kita masih bisa berhubungan diam-diam.” Ridho mengecup kembali pucuk kepala Cantika.Mereka tetap mengobrol, sementara satu tangan Ridho sibuk dengan gawai. Dia sedang meneruskan bertukar pesan dengan Srikandi, wanita yang sudah diputuska
Bisma Pramudya, pria berhati lembut, berparas rupawan, yang tidak suka gonta-ganti pasangan. Semenjak cerita cintanya kandas dengan Airin, gadis yang lebih memilih mengejar cita-citanya daripada menjalani hidup bersamanya, Bisma belum membuka hati lagi. Sampai hari itu dia merasakan getaran cemburu melihat Srikandi dijemput seorang lelaki.Saat ini, dia sedang merebahkan dirinya dalam sebuah kamar luas miliknya. Sudah lama dia menempati kamar itu sendirian, semenjak adik lelakinya lebih memilih tinggal di apartement dan memilih pekerjaan sebagai musisi. Abimanyu, lelaki yang usianya dua tahun lebih muda darinya sudah lama tidak pulang.Bisma menimbang-nimbang apakah dia harus meminta saran pada adiknya itu, terkait perempuan? Namun pikiran itu segera dikesampingkan, bisa-bisa rencananya gagal di awal, mengingat adiknya itu cukup lemes dan tidak bisa menjaga rahasia. Bisma termenung sendiri di balkon tempatnya biasa menyendiri. Dia tengah memikirkan bagaimana menunjukka