Kota Baylee, Mei 2020 - Saat ini.
Teror demi teror masih terus menimpa Ethan Allen, lelaki berumur 25 tahun yang ditinggalkan semua orang. Dia yang tidak punya status apapun, tidak dipercayai siapapun saat ia berkata bahwa sekelompok orang misterius terus mengejarnya tanpa sebab.
Semua orang hanya tertawa. Polisi, rekan kerja sesama satpam di perusahaan makanan, bahkan ibu-ibu di sekitar kamar kosnya.
“Pasti dia punya banyak hutang..” seru seseorang ditimpali anggukan dari yang lainnya.
“Apa benar Anda tidak punya masalah apapun dengan mereka?” tanya seorang polisi sambil mengernyit curiga.
“Mungkin kau mabuk dan membuat keributan dengan mereka ‘kan?” tanya rekan kerjanya dengan yakin seolah tak ada yang bisa membantahnya.
Ethan sudah muak dilihat sebagai pecundang yang membuat kejadian buruk apapun yang terjadi padanya seakan-akan ia pantas mendapatkannya. Ditinggalkan keluarganya hingga dikucilkan oleh semua orang di panti asuhan, lalu sekarang tinggal di kamar kos dengan ukuran sekecil kamar mandi. Semua itu sudah cukup membuat semua orang bertanya, mengapa ia masih bertahan hidup. Namun, Ethan juga tidak tahu mengapa.
Jika semua orang meninggalkanku, apa yang bisa membuatku bertahan?
Ethan terus menanyakan itu berulang kali pada dirinya. Berulang kali pula dia mencoba bunuh diri tapi tidak pernah berhasil. Sekarang, bahkan saat ia sudah mencapai titik nadir hidupnya, ia masih harus berhadapan dengan sekelompok orang yang terus mengejarnya itu. Dengan kemeja hitam seragam, belasan pria misterius tersebut menemukannya bersembunyi di antara pohon besar di Gunung Zyn.
“Hei di sana!”
Teriakan itu disusul serbuan ke tempat persembunyian Ethan. Dia kembali berlari. Entah sudah berapa kilometer ia terus berlari sejak 3 jam lalu. Tanpa sadar, ia sudah tiba di tepi jurang yang hanya pernah ia lihat di film.
Sial. Ethan mulai mengutuk dalam hati.
Sungguh lucu. Ethan sudah berkali-kali mencoba untuk bunuh diri tapi tidak pernah berhasil, lalu sekarang saat ia punya kesempatan untuk mati, ia mulai ragu.
Kenapa harus berakhir seperti ini? Keluhnya, menyesalkan 25 tahun hidupnya yang begitu membosankan.
“Apa kau akan melompat ke sana? Ha! Tidak mungkin kau seberani itu Ethan!” teriak salah seorang pengejar setelah menarik napas.
Ethan berbalik.
“Kemarilah! Mari bertemu Tuan kami lagi!” sahut seseorang disusul tujuh sampai sembilan orang yang sudah dibanjiri keringat.
Ethan berusaha mengatur napasnya lagi. Beberapa kali ia menoleh ke belakang, melirik ke bawah jurang tempat kerikil mulai berjatuhan tanpa terlihat dasarnya. Pemandangan itu sama sekali tidak berubah. Jadi, apa yang harus dia lakukan?
“Tidak ada yang bisa kau lakukan, Tuan Ethan.. Kau akan baik-baik saja jika kau kembali pada kami, oke?” bujuk sebuah suara, Ethan tidak tahu lagi siapa yang berbicara, karena jurang itu lebih menarik perhatiannya.
Bulan purnama besar dan terang masih bergantung di langit, dengan suara riuh burung gagak di kejauhan yang memecah keheningan. Ethan tiba-tiba merasakan sakit seperti terbakar di bagian tengkuknya. Ia berteriak kesakitan. Lalu dalam sekejap, semburat cahaya merebak tepat di belakangnya sebelum ada yang berbicara lagi.
Ethan menoleh. Kedua orang tuanya di sana bersama puluhan orang lain yang tidak ia kenal. Ia terkesiap.
Apa ini? Mengapa mereka ada di sana?
Orang-orang yang mengejarnya tadi mulai berjalan maju dan berkumpul takjub.
Detik selanjutnya, setelah tarikan napas keras dengan mata tertutup dan rasa sakit yang belum hilang, Ethan sudah melompat ke cahaya itu seolah tersihir. Ia menghilang begitu saja, ditelan cahaya yang lenyap bersama kegelapan bulan.
***
Kaki Ethan berpijak, ia menganga. Apa ia tidak jatuh ke jurang?
Ethan melihat sekeliling. Hanya ada jembatan besar di tempatnya berdiri. Tanpa tanah dan langit atau bahkan seekor semut. Sementara itu, sebuah menara dengan jam besar berdiri jauh di depannya, menunjuk tepat di angka 12. Denting terdengar dari jam tersebut dan jarum jam itu mulai bergerak.
Setelah beberapa detik, Ethan sudah tidak merasakan sakit lagi di tengkuknya. Dengan instingnya untuk bertahan, ia segera berjalan ke menara tersebut.
Langkah demi langkah terasa tidak pernah mengurangi jarak Ethan dan manara itu. Ethan mengecek jam tangan yang masih selalu ia pakai meski tanpa sepeserpun uang di kantungnya. Jam Ethan berhenti. Aneh. Padahal baterainya masih baru.
Ah. Sesuatu menusuk kulit kakinya. Beberapa kerikil rupanya masuk ke dalam sepatunya, mungkin saat ia dikejar tadi.
Ethan mengambil kerikil itu dan mencoba melemparnya ke bawah jembatan tapi kerikil itu berhenti, tepat di tempat ia melepaskan kerikil itu dari tangannya. Seketika jantung Ethan ikut berhenti. Apa ini?
Begitu Ethan meraih kerikil itu dan melemparnya lagi ke udara, benda itu kembali berhenti begitu saja. Ia terus mencoba dengan benda lain, sepatu hingga jam tangannya yang tidak berfungsi. Semuanya hanya melayang di udara, seolah tidak tersentuh gravitasi.
Ethan mulai menyadari, mungkin ia memang sudah mati.
Gedebuk. Ethan jatuh terbaring.
Aw. Tapi kenapa rasanya sakit? Bahkan saat ia memukul-mukul kepalanya dan mencubit tangan dan kakinya, ia masih merasa sakit. Jadi, ia sebenarnya masih hidup atau sudah mati?
“Apa ada orang di sini?” teriak Ethan. Butuh waktu cukup lama untuknya mencari orang lain selain dirinya di tempat itu.
“Halo!” masih suara Ethan. “HEIIIIIIII!!!” Suaranya semakin keras, tapi itu hanya kembali pada dirinya, bergema tanpa ada siapapun yang menjawab.
“He...” suara Ethan tiba-tiba berhenti saat ia melihat sebuah cahaya terpantul ke jam tangannya yang melayang di udara.
Ia mengambil jam tersebut dan mulai mencari cahaya tadi. Mungkin itu sebuah jawaban untuk misteri ke sekian kalinya hari ini. Cahaya kembali terpantul. Kali ini Ethan mencoba mengarahkan cahaya itu ke satu-satunya benda di tempat ini, menara jam besar.
Tepat ke tengah jam besar yang jaraknya tidak pernah berkurang, cahaya diarahkan dan seketika semburat cahaya seperti yang ia lihat sebelum masuk ke tempat itu, kembali muncul. Cahaya merebak bersama sebuah pintu yang muncul dengan begitu megah. Ethan terbelalak. Benar-benar seperti dunia sihir.
Dengan cepat, Ethan berlari menuju pintu tersebut. Matanya masih dipenuhi silau cahaya saat ia berhasil membuka pintu itu. Ia membuka mata pelan-pelan lalu ratusan pohon kembali memenuhi tempatnya berdiri.
Mungkin ia sudah kembali ke Gunung Zyn tempat ia dikejar beberapa waktu lalu, pikirnya.
Ethan merasa lega tapi juga waspada karena orang-orang itu mungkin masih ada di gunung ini. Walaupun masih linglung dengan apa yang ia alami sebelumnya, ia kembali berjalan. Sambil terus mengawasi sekitar, ia terus berjalan sembunyi-sembunyi setiap kali ia melewati orang-orang. Meskipun begitu, ia tidak menemukan satupun orang yang mirip para pengejarnya tadi.
Apa mereka sudah pergi?
Setelah mengecek kembali jam tangannya yang ternyata sudah kembali bergerak, Ethan menyadari bahwa waktunya di jembatan itu benar-benar berhenti dan di sini waktunya kembali berjalan. Ethan memiringkan kepalanya.
Apa yang sebenarnya terjadi?
“Tuan Allen! Apa yang Anda lakukan di sini?” seseorang menepuk punggungnya dengan semangat. Ethan menoleh. Seorang wanita tua dengan pakaian gunung berwarna merah muda, bersama beberapa orang lainnya menatapnya dengan mata terkesima.
“Apa Anda mengenal saya?” tanya Ethan ragu, karena dalam ingatannya, ia tidak pernah disapa begitu ceria oleh seseorang.
“Tentu saja! Mana mungkin kami tidak mengenal Anda, Calon Walikota termuda di Trevin!”
Trevin? Apa itu? Lalu, Calon Walikota termuda?
Orang-orang mulai berkumpul. Lima, sepuluh, dua puluh, hingga tiga puluh orang. Semua mengelilingi Ethan dan menjabat tangannya satu persatu. Mereka tersenyum begitu lebar, senyum yang tidak pernah ia dapatkan dari siapapun sejak 15 tahun lalu.
Tidak mungkin! Apa ini? Aku menjadi Calon Walikota termuda di...
Tunggu, di mana ini?
Ethan menengadah melihat langit yang begitu cerah, berbeda saat ia dikejar oleh orang-orang berseragam kemaja hitam tadi. Akhirnya ia tersadar, ini bukan dunianya.
Kota Baylee, Januari 2005 - 15 Tahun Lalu.“Ethan, apa menurutmu hanya ada satu bumi di dunia ini?” seorang wanita dengan dres cokelat muda bertanya lembut sambil membelai kepala anak lelaki yang bersandar di pundaknya, di ruang keluarga rumah mereka.“Bukankah memang begitu, ibu? Jika memang ada bumi lain, lalu di mana bumi itu?” tanya anak itu sambil menatap wanita yang ia panggil ibunya, penu
Kota Baylee, Mei 2020 - 3 Jam Lalu.Ethan sudah berusia 25 tahun. Kini, ia sudah tidak terlalu ingat lagi kejadian saat ia kehilangan kedua orang tuanya. Ia hanya ingat bahwa ia sangat terluka karena itu dan hidupnya menjadi berantakan hingga ia terus mencoba mengakhirinya. Namun, berkat seseorang akhirnya ia terus bertahan.Malam telah mencapai puncak ketika bayangan perkelahian mulai memenuhi alam bawah sadar Ethan.
Kota Trevin, Mei 2020 - Saat ini.Berkat pengejaran itu, kini Ethan ada di sebuah tempat yang sama tapi tidak sama dengan dunianya. Padahal ia yakin sekarang ia berada di Gunung Zyn Kota Baylee, tapi orang-orang di sekitarnya dan spanduk-spanduk yang terpasang di sepanjang gunung mengungkapkan hal yang berbeda. Orang-orang terus mengerubungi dan memperlakukan Ethan seolah ia adalah orang yang sangat penting di sana. M
Tunggu.. Ia terlihat sedikit berbeda dengan orang itu, pikir Ethan. Pria yang membuka pintu rumah Kayla dan sedang menatap Ethan dari sana, tampak berusia cukup sama dengan perkiraan usia ayahnya jika ia masih hidup, sekitar 50-an. “Jadi, kau Ethan itu?” tanya pria tadi sambil berjalan menghampiri Ethan yang masih terkejut dan Kayla yang biasa saja. Kayla memperhatikan wajah Ethan yang masih menganga lalu ia terkikik menahan tawa. “Kau bisa mengundang lalat ke mulutmu, Ethan!” serunya, memecah keheningan. “Apa karena aku sangat mirip dengan Ayahmu jadi kau seperti itu?” sahut pria asing yang sudah duduk di samping Ethan. Ethan tersentak dan menarik mundur dirinya agar tidak duduk terlalu dekat dengan pria itu. Ia masih mengira pria tersebut adalah orang yang sama dengan dalang dibalik pengejarannya selama 15 tahun ini. “Namaku Rovin, dan aku bukan Adrien..” ujar pria yang sama sambil meminta minum kepada Kayla dengan gerakan tangannya. Kayla seger
Ethan masih berada di jembatan portal. Sebuah keinginan untuk kembali ke dunia lain dan tinggal di sana tiba-tiba terbersit di kepala Ethan. Ada wanita yang kehadiran pertamanya membuat kedua orang tuanya jatuh dari jembatan dan sampai saat ini belum ditemukan. Ada juga orang-orang yang menyambutnya dengan hangat tanpa melihat status sosialnya. Ada seseorang yang mirip dirinya yang mungkin bisa memahaminya. Juga.. Ada banyak misteri yang masih belum ia mengerti mengenai hidupnya, dunianya dan dunia lain.
Ethan terdiam sesaat. Pria yang begitu mirip dirinya itu kini ada di depannya.Apa Ethan sedang ada di dunia lain lagi? Tapi bagaimana bisa?“Ethan? Kau Ethan ‘kan yang sempat datang ke rumah Kayla tadi?” tanya pria itu. “Aku Darren.. Darren Allen!”Pria yang menyebut dirinya Darren itu segera menghampiri Ethan dan menjabat tangannya. Sedangkan Ethan masih terpaku tidak percaya. Saat ia bertemu dengan Darren sebelumny
Suara sirine memenuhi Skye Hills, membuat puluhan orang berdatangan bersama kamera-kamera besar. Para reporter langsung menyerbu Ethan begitu ia keluar dari rumah Darren. “Wow!” seru semua orang, melihat wajah Ethan yang begitu mirip dengan Calon Walikota termuda Kota Trevin, Darren Allen. Ethan dengan kedua tangan terborgol di depannya dan beberapa polisi berbadan besar yang membawanya keluar, berjalan kebingungan. Tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi, kepalanya mulai tertunduk lebih dalam terutama setelah puluhan telur mentah dilemparkan padanya bersama sumpah serapah ya
“Aelin! Kau bisa membuka borgolnya ‘kan?” tanya Kayla pada wanita muda yang tampak seumuran dengannya, di dalam mobil yang melaju cukup cepat menghindari kejaran para polisi di belakang.Wanita yang duduk di depan bersama Rovin, menoleh. Sesaat matanya dan mata Ethan bertemu.“Sebentar!”Dia mengambil sebuah jarum kecil dari balik dasbor mobil.“Sini!” serunya pada Ethan sambil mengulurkan tangan meminta tangan lelaki itu.Ethan hanya diam. Ia terlalu hanyut dalam pikirannya tentang wanita yang ia pikir adalah penyebab semua kehancuran hidupnya. Wanita yang baru saja berbicara padanya itu.Kayla yang menyadari tingkah Ethan, segera menyikut tangannya. Namun, Ethan masih kehilangan fokus.Wanita yang tadi dipanggil Aelin, telah menarik kedua tangan Ethan yang terborgol begitu saja. Mata mereka kembali bertemu tapi Aelin langsung melanjutkan tugasnya membuka borgol di tangan Ethan.&ldquo