Share

BAB 3 HILANG DAN KEMBALI

Kota Baylee, Mei 2020 - 3 Jam Lalu.

Ethan sudah berusia 25 tahun. Kini, ia sudah tidak terlalu ingat lagi kejadian saat ia kehilangan kedua orang tuanya. Ia hanya ingat bahwa ia sangat terluka karena itu dan hidupnya menjadi berantakan hingga ia terus mencoba mengakhirinya. Namun, berkat seseorang akhirnya ia terus bertahan.

Malam telah mencapai puncak ketika bayangan perkelahian mulai memenuhi alam bawah sadar Ethan. Mimpi yang sama sejak 3 tahun lalu. Perkelahian dengan ratusan manusia dan berbagai makhluk lain yang tidak pernah ia lihat sebelumnya. Ethan seperti sedang menonton film dalam keadaan tidur, tapi film-film ini hanya menampilkan adegan penuh darah dan jerit kesakitan.

Dug, dug, dug. Suara pintu berulang kali digedor bersama suara orang-orang di luar yang meneriakkan nama Ethan.

Mereka datang lagi.

Ethan segera tersadar. Berlari ke samping jendela yang masih tertutup tirai. Melalui celah kecil di sana, ia memastikan bahwa orang-orang yang mengerubungi kamar kosnya adalah mereka yang terus meneror dirinya selama lebih dari 15 tahun tanpa ia tahu mengapa.

Dengan sigap, Ethan segera memasukkan barang apapun yang bisa ia raih ke dalam sebuah ransel cokelat tua. Setelah melengkapi dirinya dengan masker, topi serta jaket bomber hitam, Ethan melompat keluar melalui jendela lain yang berlawanan arah dengan pintu tempat orang-orang itu masih berkumpul. Beruntung ada sebuah ranjang reyot yang ditinggalkan tepat di bawah lantai 2 kamar kosnya.

“Di mana dia?!” tepat setelah Ethan melompat, pintu kamarnya berhasil didobrak. Mereka segera menyisir setiap sudut kamar sampai ke jendela tempat Ethan melompat tadi. Sekejap, mata Ethan bertatapan dengan salah seorang dari mereka saat ia menengadah.

“Hei!”

Ethan langsung berlari sambil memegang lengan kanannya yang terbentur sisi ranjang tadi. Orang-orang di dalam kamar Ethan segera mengejarnya.

“Berhenti!”

Hanya dalam hitungan detik, mereka sudah berada tepat 10 meter di belakang Ethan. Ethan masih sedikit kesusahan karena meskipun sudah 15 tahun ia berhadapan dengan orang-orang misterius itu, Ethan masih belum terbiasa melakukan aksi seperti di film-film laga.

Menggunakan pengetahuannya tentang kompleks tempat ia tinggal selama tiga tahun ini, Ethan memasuki gang gelap dan kecil lalu bersembunyi di balik tong sampah besar yang penuh dan berbau busuk. Orang-orang itu melewatinya tanpa melirik ke tempatnya berada.

Ethan menarik napas sejenak dan segera menahannya lagi karena bau yang menyengat di sekitarnya. Ia menyadari bahwa tidak hanya tangan kanannya yang terbentur, tapi juga kaki kanannya dengan sedikit bengkak di tumitnya.

Sepuluh menit berlalu, Ethan masih menahan napas sambil sesekali menghirup udara yang bercampur bau busuk dari onggokkan sampah di hadapannya.

Sepertinya mereka sudah benar-benar pergi. Pikir Ethan.

Ethan beranjak keluar sambil menengok kesana kemari memastikan mereka tidak ada. Ia segera berjalan ke arah yang sama tempat ia datang, menghindari mereka yang tadi pergi ke arah berlawanan. Namun langkahnya terhenti karena ada 3 orang berbaju hitam yang berdiri di belokan mengawasi berbagai arah, beberapa meter dari tempatnya berada.

Ethan sadar ia benar-benar tidak bisa pergi ke rumahnya lagi. Akhirnya ia berbalik, bersamaan dengan selubung hitam yang tiba-tiba menutupi seluruh kepalanya dan beberapa orang yang mencengkeram kedua tangannya.

“Lepaskan! Apa yang kalian lakukan padaku?!” teriak Ethan.

Ethan didorong ke dalam sebuah mobil yang berhenti tepat di belakangnya sesaat setelah itu. Sambil terus meronta, suaranya semakin mengecil dengan selotip yang direkatkan di sekitar mulutnya. Tangannya diikat saat ia baru saja didudukkan di jok mobil itu oleh dua orang di kedua samping tubuhnya. Mobil langsung melaju dan Ethan masih tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi.

Tidak ada apapun yang bisa Ethan lihat. Perjalanan yang tak diketahui kemana tujuannya ini sudah berlangsung kira-kira 30 menit menurut perhitungan Ethan. Saat ia berpikir mungkin akan memakan waktu lebih lama, tiba-tiba mobil berhenti dan Ethan ditarik keluar.

Dengan tubuh tersungkur di sebuah lantai keras, seseorang membuka selubung kepalanya. Ethan mengedipkan kedua matanya beberapa kali sampai ia bisa melihat dengan jelas. Di hadapannya, berdiri wajah yang sangat ia kenal seolah waktu telah berhenti saat usianya 10 tahun.

Ayahnya.

Bagaimana mungkin ia ada di sini? Dan.. kenapa wajahnya masih sama?

Ethan tertegun.

***

Ethan masih melongo. Matanya mengikuti orang yang begitu mirip dengan ayahnya itu yang kini berjongkok sejajar dengan dirinya. Seketika, orang itu mulai membuka tali yang mengekang kedua tangan Ethan.

“Kau baik-baik saja? Padahal aku sudah mengatakan pada mereka untuk memperlakukanmu dengan baik..” dengus orang itu yang jika hanya melihat penampilannya, terlihat masih di bawah 40 tahun.

“A.. Apa yang sebenarnya terjadi..?” tanya Ethan terbata-bata. “Kau tidak mungkin a.. ayahku bukan?”

Orang itu tersenyum tipis sambil menggenggam kedua lengan Ethan dan mengangkatnya berdiri.

“Bagaimana bisa kau melupakan wajah ayahmu sendiri, Ethan?”

Tidak mungkin. Ethan masih tidak percaya. Ayahnya sudah meninggal 15 tahun lalu dan ia menyaksikannya sendiri. Tapi..

“Aku terus mencarimu kemana-mana, tapi sepertinya anak buahku membuatmu ketakutan jadi kau terus saja lari..” dia merangkul tubuh Ethan yang hanya 5 cm lebih pendek darinya.

“Tapi kenapa kau tidak langsung muncul saat mencariku? Jika kau benar ayahku..”

Mereka berjalan lebih dalam ke gedung tua itu, diiringi belasan pria berbaju hitam yang menunduk sambil memberi jalan pada mereka. Sangat berbeda dengan kejadian 30 menit lalu dan 15 tahun secara keseluruhan ketika mereka mengejar Ethan dengan begitu kasar hingga membuat semua orang di sekitarnya ketakutan.

Ethan melihat ke arah kancing kemeja mereka dan orang yang mirip ayahnya, semuanya memiliki ukiran yang sama. Segitiga dengan lingkaran di dalamnya. Persis dengan kancing yang ia dapat dari hasil salah satu perkelahiannya melawan orang-orang yang dulu terus menerornya. Berarti mereka memang orang yang sama, pikir Ethan.

Kalau begitu, siapa sebenarnya mereka dan orang yang mengaku sebagai ayahnya ini? Apa yang membuat mereka terus menerornya selama 15 tahun ini?

“Kau sepertinya lupa bahwa aku harus tinggal di rumah sakit karena kecelakaan saat umurmu 10 tahun..”

Kecelakaan? Apa maksudnya saat ia jatuh dari jembatan di tempat yang tidak ia ingat itu? Jadi, ia sebenarnya selamat?

“Tentu aku ingin langsung menemuimu, anakku.. Tapi karena kondisiku, aku hanya bisa mengandalkan anak buahku untuk mencarimu..”

“Anak buah? Anak buah darimana maksudmu?”

“Ha ha ha.. Mereka pasti terlihat seperti preman di matamu ya?”

Iya, itu yang membuat Ethan heran. Ayahnya adalah seorang ilmuwan, jadi tidak mungkin ia berurusan dengan orang-orang yang lebih mirip preman di film-film noir ini.

“Ada banyak hal yang terjadi dan aku ingin segera menceritakannya padamu.. Mungkin kau akan mengerti mengapa semuanya terasa aneh untukmu..”

Ethan mengernyit. “Apa yang sebenarnya terjadi?”

“Sebelum itu, mengapa tidak kau ceritakan lebih dulu tentangmu yang tiba-tiba menghilang, nak?”

“Menghilang? Apa maksudnya? Bukankah justru kau yang menghilang? Jadi itu sebabnya aku harus hidup sendirian selama ini..”

“Ethan..” orang itu mulai memperlihatkan ekspresi aneh sambil berhenti melangkah, seperti menahan marah. Ekspresi yang tidak pernah Ethan lihat dari ayahnya.

“Kau pasti sudah mengalami banyak hal sampai kau tidak ingat apa yang terjadi pada kita..” suaranya tiba-tiba berubah menjadi lebih lembut.

Sebuah pintu dibuka. Pintu yang tampak usang itu menampilkan pemandangan yang benar-benar berbeda dari gedung tua tempat Ethan tadi tersungkur. Banyak orang berjas putih lengkap dengan face shield dan sarung tangan plastik. Pemandangan yang mirip dengan laboratorium ayahnya dulu.

Ethan tidak dibawa masuk ke sana, melainkan ke ruangan sebelah dibalik pintu yang lebih modern. Pintu bergeser dan sebuah foto besar langsung menyambutnya. Foto Ethan kecil dan kedua orang tuanya.

Jadi, apa ia benar-benar ayahku?

“Duduklah.” Orang itu telah duduk di sofa tepat di bawah foto yang menarik perhatian Ethan selama beberapa detik.

Ethan ikut duduk di sofa yang lain di sampingnya. Ia masih mengamati foto yang tergantung. Ada perasaan aneh tapi ia tidak tahu apa.

“Lalu bagaimana dengan ibu? Sekarang di mana? Apa ibu baik-baik saja?” tanya Ethan mulai sadar bahwa ia tidak melihat ibunya.

Pria itu tersentak. Matanya berkedip lebih cepat dalam beberapa detik lalu kembali normal sambil berkata. “Kau pasti khawatir dengan ibumu.. Sebentar lagi kau akan bertemu dengannya..”

“Benarkah?” tanya Ethan ragu.

“Ya..” jawaban pria itu terasa seperti setengah hati. “Ehmm..” Dia berdehem.

Dengan terburu-buru dia menunjuk salah seorang anak buahnya dan sesaat setelahnya beberapa orang lain masuk membawa nampan-nampan penuh minuman dan makanan ke ruangan itu.

“Oh ya.. Ini semua dulu kesukaanmu, tapi sekarang aku tidak tahu lagi karena kita sudah lama tidak bertemu..” ucapnya sambil mengambil sebungkus biskuit yang biasanya memang selalu dimakan ayah Ethan diam-diam.

Ethan masih belum menyentuh apapun. Ia masih merasa ada yang ganjil dengan semua ini.

“Mengapa tidak kau ceritakan tentang dirimu, nak?” tanyanya memecah keheningan.

“Apa yang harus aku ceritakan?” Ethan masih terus waspada.

“Mungkin tentang kau dan profesor yang tinggal denganmu sebelumnya..”

Apa? Mengapa dia ingin tahu tentang profesor Elan?

Ethan memang pernah tinggal dengan profesor Elan Althen yang dulu mengajar kedua orang tuanya, tapi itu 5 tahun lalu.

“Mengapa kau bertanya tentang beliau? Apa profesor menghubungimu?”

“Tidak.. Sebenarnya, aku hanya ingin tahu kabarnya.. Mungkin kau bisa menghubunginya untukku..”

Meskipun Ethan masih ragu, tapi ia berusaha percaya karena ia tidak tahu apalagi yang harus ia lakukan saat ini. Ethan mengambil ponsel dari saku celananya dan menghubungi profesor Elan.

“Halo? Profesor?”

“Ethan? Mengapa kau meneleponku malam-malam begini?” keluh Profesor Elan sambil menguap cukup panjang.

“Maafkan aku profesor.. Aku tidak tahu cara menjelaskannya tapi..”

“Ethan..” potong pria di sampingnya tiba-tiba. Pria yang mirip ayahnya itu menjulurkan tangannya seolah meminta Ethan untuk menyerahkan ponsel itu padanya. Ethan menurut.

Pria itu kemudian bangkit dan pergi ke ruangan lain yang lebih gelap di sebelah ruangan ini. Sebelum mulai berbicara di telepon, dia berkata pada Ethan.

“Sepertinya kau memiliki luka di tengkukmu.. Biarkan orang-orangku menghilangkannya untukmu..” Dia menunjuk salah seorang anak buahnya lagi dan seketika beberapa orang berjas putih dari ruang mirip laboratorium di sebelah mulai masuk dan membawa Ethan ke sana.

“Tapi aku baik-baik saja..” Ethan berusaha menolak namun pria itu sudah masuk ke ruangan tadi dan berbicara dengan profesor melalui ponselnya.

Lagi-lagi Ethan hanya bisa menurut selama ia tidak disakiti, pikirnya.

Ethan mengamati apa yang dua orang pria dan satu wanita berusia 30-an ini coba lakukan dengannya.

Apa mungkin akan seperti di film-film thriller di mana ia jadi manusia percobaan?

Imajinasi Ethan semakin liar, meskipun itu memungkinkan juga.

Mereka mulai menggunakan apron x-ray dan membawa alat x-ray mini ke ruangan tersebut. Setelah alat itu dinyalakan, Ethan disuruh menghadap ke belakang agar bagian luka di tengkuknya bisa dipindai. Tidak hanya itu, mereka juga memindai hampir seluruh tubuh Ethan. Baru setelah selesai, salah satu pria mengambil kulit-kulit dari bekas luka di tengkuknya dengan pisau scalpel.

Ethan merasa aneh. Daripada untuk menghilangkan bekas luka di tengkuknya, sepertinya orang-orang itu sedang mencoba meneliti tubuhnya. Selain itu, Ethan tidak yakin apa bekas luka berbentuk seperti kunci kecil tidak sempurna itu akan bisa hilang. Bekas itu sudah ia miliki sejak kejadian 15 tahun lalu saat orang tuanya jatuh dari jembatan, tanpa ia tahu mengapa bisa memilikinya. Selama itu pula, bekas itu tetap sama dan karena posisinya tidak terlalu terlihat, jadi Ethan hanya membiarkannya seperti itu.

Ketiga orang itu telah merapikan kembali alat-alat yang digunakan tadi dan menyuruh Ethan segera keluar dari sana tanpa terlalu banyak bicara. Sambil berjalan keluar, Ethan menyentuh tengkuknya dan menyadari bahwa bekas luka itu masih sama.

Jadi, apa yang sebenarnya mereka lakukan?

Ethan berjalan menuju ruangan tempat foto keluarganya terpampang. Di sana pria yang mirip ayahnya itu telah selesai berbicara di telepon dan sedang berdiri bersama tiga anak buahnya. Sebelum Ethan masuk, ketiga anak buahnya itu tiba-tiba bergegas pergi. Saat Ethan hendak berbicara, pria yang mirip ayahnya itu berbalik membelakanginya sambil mengisap sebatang rokok yang tidak akan pernah dilakukan ayahnya.

Ethan tercengang dengan apa yang dilihatnya.

Saat Ethan berusia 6 tahun, rumah mereka pernah kebakaran karena rokok yang dilemparkan seseorang ke tempat sampah di belakang rumah mereka. Jadi ayahnya yang saat itu seorang perokok berat, tidak lagi menyentuh rokok dan bahkan sangat sensitif terhadap perokok terutama di sekitar rumah mereka.

Ethan yang sejak bertemu dengan pria itu terus merasa curiga, kini benar-benar yakin. Pria itu bukan ayahnya.

Ethan segera mencari celah untuk pergi. Sebuah jendela di area laboratorium menarik perhatiannya. Tanpa ada penjagaan di tempat itu, Ethan diam-diam pergi ke sana meskipun tumit kakinya dan lengannya masih sakit karena terjatuh sebelumnya. Ethan berhasil keluar. Dengan cepat ia berlari menembus pohon-pohon yang tidak pernah berkurang.

Tanpa disadari, pria yang mirip ayahnya itu berbalik melihat Ethan dan mulai tersenyum kecil. Saat beberapa anak buahnya bersiap mengejar Ethan, pria itu justru menghentikan mereka dan baru memberikan aba-aba setelah Ethan pergi cukup jauh menuju ke arah Gunung Zyn.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status