Share

Asmara Ghina
Asmara Ghina
Author: Inti Fatul Khoiroh

Pengagum Rahasia

"Siapa lagi yang ngasih ini di laciku?"

Reza menyerahkan kotak bekal dan susu siap minum kepada Andi, teman sebangkunya. Kejadian seperti beberapa hari yang lalu terulang lagi. Reza bahkan tidak tahu siapa yang sengaja meletakkan makanan, susu, dan secarik kertas berisi ucapan semangat untuknya. Besar kemungkinan sang pelaku masih satu kelas dengannya. Akan tetapi, Reza tidak mau asal menduga jika tidak memiliki bukti yang kuat. Selain itu, tidak tampak pula adanya gerak-gerik teman sekelas yang mendekatinya.

"Ada suratnya, Za?" tanya Andi melirik bagian dalam laci milik Reza. Reza kemudian menyerahkan kertas yang sempat menutupi kotak bekal yang tadi.

'Sarapan dulu, ya, Reza! Jangan sampai aku tidak bisa melihat senyum manismu gara-gara kamu sakit. Semangat Rezaku'

Andi membaca kata-kata tersebut dengan lantang hingga beberapa teman menyorot ke arah bangkunya. Reza begitu malu, salahnya, dia tidak meminta Andi untuk membaca tulisan dalam kertas tadi dengan suara pelan.

"Cie, si Reza dapat kiriman lagi dari pengagum rahasia, nih!" celetuk Rasti yang sedang melakukan piket kelas. Beberapa ungkapan yang hampir serupa juga dihadiahkan oleh teman yang lain. Reza tampak tak peduli, julukan cowok datar memang pantas disematkan untuknya.

"Kamu makan aja, Di," ucap Reza kepada Andi.

"Oh, nggak bisa, Za. Ini khusus buat kamu, yang ada nanti pengirimnya marah kalau kamu kasih ke aku." Andi terkekeh.

"Pengirimnya aja nggak jelas. Biarin aja dia marah, siapa suruh ngasih diam-diam," seloroh Reza yang tampak kesal.

"Woi, siapapun yang ngasih ini ke Reza, makasih, ya. Tapi tolong jujur, dong. Kasihan si Reza, nih. Dia jadi kepikiran terus!" Andi berdiri memberikan pengumuman, sepaket pemberian dari orang yang belum diketahui identitasnya tersebut ia angkat tinggi-tinggi.

"Eh, siapa juga yang kepikiran. Cuma kesal aja aku, nggak penasaran sama pengirimnya."

"Yakin? Aku aja penasaran," lirih Andi.

"Kayaknya bukan dari kelas kita. Nggak ada yang mencurigakan di sini," tutur Reza seraya menatap satu per satu temannya yang berada di kelas.

"Kalau dari kelas lain mana mungkin dia tahu meja kamu, Za. Dua kali dalam seminggu kita tukar meja. Kalaupun dia anak kelas lain, pasti dia cari-cari informasi dari teman kita dimana tempat duduk kamu, itu artinya ada siswa di kelas kita yang tahu siapa orang itu. Masalahnya, pengagum rahasiamu itu benar-benar rahasia sampai tidak ada satu pun yang tahu," terang Andi yang membuat Reza mengangguk setuju.

"Jadi bingung, kan. Ah, udahlah, bikin beban pikiran bertambah aja."

"Tenang, Za. Aku bakal bantu kamu mengusut tuntas kasus ini. Aku jamin akan secepatnya ketemu siapa dalang dari ini semua." Andi merengkuh tubuh Reza sebagimana yang dilakukan seseorang kepada sahabatnya.

"Oke, Di. Makasih, ya."

"Santai aja, itu gunanya sahabat. Jangan terlalu dipikir, Za. Bikin pusing!"

"Iya, Di."

Bel tanda masuk akhirnya berbunyi, seluruh siswa kelas IX A masuk kelas dan melakukan rutinitas sebelum dimulainya pelajaran. Reza menoleh ke belakang dan diam-diam mengamati teman-teman perempuannya, barangkali ada sinyal-sinyal yang bisa menjadi pertanda dari sosok yang ia cari. Akan tetapi, semuanya tampak biasa saja.

"Eh, sorry, Ghin. Ng-nggak sengaja tadi," ucap Reza yang baru menyadari jika kotak pensil Ghina terjatuh karena ulahnya.

"Iya, nggak papa," jawab Ghina.

Reza mengamati gadis berlesung pipi tersebut membungkuk dan memungut bendanya tadi. Setelah berhasil mendapatkan, Ghina kembali ke posisi duduknya dan tak sengaja beradu pandang dengan Reza yang duduk di depannya. Hanya sesaat, Ghina tertunduk malu sementara Reza tampak mengulas senyum.

Reza merasakan hatinya berdesir lebih hebat. Dari beberapa gadis yang digadang-gadang berparas paling cantik di kelas, entah mengapa Reza bisa menyukai Ghina. Tentu saja perasaan itu hanya dia dan Tuhan yang tahu, Reza tidak akan rela siapapun mengetahui hal itu. Dan, Reza pun berharap jika pengirim misterius tadi adalah Ghina. Akan tetapi, hal itu sepertinya tidak mungkin. Ghina begitu pendiam di kelas, tidak mungkin gadis itu senekat itu.

"Za, udah, jangan terlalu dipikir. Biarkan waktu yang menjawab," ucap Andi yang tahu jika sahabatnya sedang berusaha menghilangkan rasa penasarannya.

"Ih, kok, aku jadi curiga kalau pengirimannya si Andi. Lihat, deh, dari tadi dia perhatian banget ke Reza," celetuk Bela, teman sebangku Ghina yang juga merupakan sepupu Reza.

"Eh, jangan ngada-ngada kamu!" Reza menepis tangan Andi yang semula bertengger di bahunya ia terlihat begitu jijik.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status