Share

Bab 5

"Mau kemana tuan?" Tanya Jason yang melihat tuannya masuk ke dalam salah satu mobilnya.

"Hanya ingin mencari angin." Balas Liam sebelum menutup pintu mobilnya.

"Bagaimana kalau nyonya Laura bertanya keberadaan anda tuan?"

"Katakan saja yang sebenarnya kalau aku keluar mencari angin." Balas Liam lalu menutup pintu mobilnya.

Liam menjalankan mobilnya dengan kecepatan tinggi, sebenarnya Liam sedang tidak mempunyai tujuan, dirinya hanya terus menjalankan mobil menuruti kemana pikiran nya membawanya pergi .

Liam terpaksa pergi dari rumah nya untuk menghindari malam pertamanya dengan Laura.

Melarikan diri ke sebuah tempat hiburan malam ini adalah caranya untuk menepis keinginan nya mencumbu perempuan yang baru di nikahinya beberapa jam yang lalu.

"Laura kenapa kamu harus menjadi anak dari lelaki brengsek itu." Oceh Liam sambil menikmati gelas ke lima minuman nya.

Flashback on

"Tuan Liam.. Tuaaann tolong." teriakan para pegawai di istana milik Liam membuat nya terbangun tengah malam.

"Ada apa ini? kenapa kalian berteriak tengah malam mengganggu tidur ku." Balas Liam sambil berlari keluar kamarnya untuk menemui para pegawainya.

"Tuan.. nona Livia tuan... " ucap Nana Yaya salah satu staff di rumah nya yang paling senior.

"Kenapa Livia? apa dia kabur lagi dari kamarnya?"

"Tuan ikutlah dengan kami, dan kamu harap tuan siap menerima semua ini." tangis Nana Yaya pecah.

"Ada apa Nana kenapa Nana menangis ? apa yang sebenarnya terjadi kepada Livia?"

"Mari tuan muda." Nana Yaya menarik lengan tuanya dan mengajak nya menuju halaman rumah nya.

Mata Liam membesar melihat sosok yang tertutup kain sedang terbaring di lantai teras rumahnya.

"Siapa ini?" Keringat dingin mengucur deras di dahi Liam, tubuh nya terasa panas.

"Bukalah tuan."

Liam langsung di serang perasaan gelisah, tangan nya bergetar, Liam berharap pikirannya salah.

"Tidaaaakkkk.... Liviaaaa." Teriak Liam.

Hati Liam seketika hancur, harapan nya keliru, Sosok di balik selimut itu adalah sang adik yang kini terbujur kaku dengan wajah penuh luka dan kepala plontos.

"Liviaaaa... bangun Livia .. "Liam mendekap tubuh adiknya lalu mengguncangkan nya berulang ulang-ulang.

"Siapa yang melakukan ini kepadamu Dik?" Liam histeris sambil terus memeluk jenazah adik semata wayangnya.

"Livia kumohon bangunlah sayang, jangan tinggalkan kakak sendirian." Air mata Liam mengalir deras.

"Aku tidak punya siapa -siapa lagi selain dirimu Livia."

"Tuan sudahlah tuan, nona Livia sudah pergi." Nana Yaya memeluk tubuh pria yang sudah di asuhnya sejak kecil.

"Aku sudah tidak memiliki siapapun di dunia ini Nana, hanya Livia yang kumiliki, aku gagal melaksanakan tugas yang di berikan kedua orang tuaku untuk menjaga Livia ."

"Sadarlah tuan muda, semua ini sudah takdir."

"Tidak Nana Yaya, aku yang bersalah, aku tidak bisa menjaga adikku satu-satunya." Liam terus meratapi jenazah adiknya yang masih terus di peluknya.

******

Liam berdiri tegak di samping makam Livia, matanya memandang lurus ke batu Nisan yang tertulis nama OLivia Davis.

"Selamat siang tuan Liam, sebelumnya kami mengucapkan turut berdukac atas apa yang menimpa nona Davis."

Liam menoleh sekilas kepada seorang lelaki berseragam polisi yang menghampiri dirinya, kemudian kembali menatap lurus ke arah batu nisan adik perempuannya.

"kami dari pihak kepolisian ingin menanyakan beberapa hal untuk menyelidiki tentan kasus kematian nona Livia Davis."

Kali ini Liam sama sekali tidak menoleh ke arah pria yang sedang berdiri di samping nya.

"Apakah Tuan keberatan jika kami menanyakan beberapa hal?"

Liam masih diam tak menjawab sama sekali pertanyaan pria itu, Liam justru mengangkat kepalanya lalu melihat Jason yaitu personal asisten nya yang berada di depannya

Seolah mengerti maksud Liam, Jason langsung menghampiri polisi yang berada di samping Liam.

"Sebaiknya bapak pergi dari sini, tuan Liam sedang tidak ingin memberikan keterangan apapun saat ini." Ujar Jason .

"Tapi saya hanya ingin meminta sedikit saja keterangan dari tuan Liam."

"Iya tapi tidak sekarang, lebih baik anda pergi dari sini sekarang juga." usir Jason.

Liam tak bergeming mendengar sedikit perdebatan antara Jason dan petugas polisi itu.

"Hanya binatang yang bisa melakukan hal sekeji ini .. "

"Tugasmu di dunia sudah selesai adikku, tapi aku tahu saat ini kamu tidak tenang berada di sana karena binatang itu masih berkeliaran di luar sana, tenanglah adikku sayang, sekarang adalah tugas kakak untuk mencari binatang itu dan memberikan balasan yang setimpal untuk semua yang di lakukan kepadamu." Lia mengepal tangannya keras.

********

Liam duduk di ranjang Livia, Saat ini yang di rasakan Liam hatinya sedang hancur berkeping-keping.

Netranya mengelilingi seisi ruangan itu, Liam meraih sebuah bantal yang biasa di gunakan adiknya tidur, Liam mencium bantal Livia , Liam menghisap kuat-kuat aroma parfum Livia yang masih tertinggal di bantal tersebut.

"Kakak tebak aku dimana." Suara Livia masih terngiang jelas di telinga nya.

Seperti sebuah video yang berputar-putar di otaknya, Liam melihat saat Livia berlari lalu bersembunyi dari Liam.

"Livia keluarlah sayang, jangan bersembunyi terlalu jauh, kakak tidak mau kehilangan kamu Livia... " Liam menjawab ucapan Livia yang menari-nari di otaknya.

Liam berhenti menangis ketika tanpa sengaja netra nya menemukan laci yang berada di samping ranjang Livia terbuka sebagian.

Liam menarik laci itu hingga kini terbuka penuh, di lihatnya sebuah buku agenda di dalamnya.

Liam meraih buku itu kemudian membuka halaman pertama.

"Buku harian Livia." Gumam Liam.

Liam mulai membaca lembar demi lembar yang berisi tulisan tangan adiknya.

Dear Diary,

Hari ini aku bertemu seorang lelaki, dia menolongku dari para berandalan yang mengganggu ku di jalan saat pulang sekolah tadi, memang salahku sih karena aku tidak sabar menunggu jemputan dari kak Liam , jadi aku nekat berjalan pulang sendirian, untung saja ada lelaki itu yang kemudian mengantarkan aku pulang ke rumah.

Dear Diary,

Aku tidak menyangka akan bertemu lagi dengannya, Aku benar-benar kagum kepadanya, lelaki itu begitu baik dan dewasa , dia sungguh mempesona, aku sangat nyaman saat bersama nya, dan rasanya aku ingin terus dan terus bersama nya.

Dear Diary,

Hari ini aku bahagia sekali , kamu tahu tidak, ternyata kami memiliki perasaan yang sama, awalnya aku ragu untuk mengatakan perasaanku kepadanya, tapi akhirnya aku memberanikan diri untuk mengungkapkan perasaanku lebih dulu, dan ternyata dia juga mencintai ku diary.

Dear Diary ,

Aku tahu cinta ini salah karena dia sudah memiliki keluarga , tapi bagaimana lagi kami saling mencintai, dan yang paling membahagiakan dia tidak pernah memandang ku sebagai anak kecil meskipun usia kami sangat jauh berbeda, Aku seperti kembali menemukan cinta seorang Ayah, kakak sekaligus kekasih.

Dia selalu ada buatku di saat kak Liam lebih sibuk dengan urusan perusahaan peninggalan orang tua kami.

Dear Diary,

Akhirnya kami melakukan nya , aku sudah menyerahkan mahkota ku kepadanya, aku sama sekali tidak menyesal telah melakukan perbuatan itu, setelahnya kami saling berpelukan lama sekali, aku benar-benar sangat bahagia.

Dear Diary,

Aku takut sekali, aku sudah terlambat haid dua minggu , besok aku akan melakukan test kehamilan.

Dear Diary,

Baru saja aku melakukan test kehamilan, dan ternyata aku memang benar-benar hamil, aku takut kak Liam akan marah dan mengusir ku dari rumah ini jika tahu aku sedang hamil, apalagi jika sampai dia tahu siapa yang membuat aku hamil, tapi aku yakin kalau kekasihku pasti mau bertanggung jawab, aku yakin dia pasti mau menikahiku, malam ini kami janji bertemu di tempat biasanya, doakan aku ya semoga bayi ini menjadi pelengkap kebahagiaan kami.

Liam membalik lagi buku harian Livia, namun itu menjadi tulisan terakhir adiknya.

"Jadi Livia sedang hamil." Ucap Liam.

"Maafkan kakak Livia, selama ini kamu menanggung semuanya sendirian." batin Liam.

Liam menutup kembali buku harian Livia dan bermaksud mengembalikan ke tempat nya, namun perhatian Liam beralih ke sebuah photo yang keluar dari buku harian Livia.

Liam meraih photo itu, matanya membulat melihat gambar Livia yang sedang tersenyum bahagia di peluk oleh seorang pria yang bukan lagi pantas di sebut dewasa tapi lelaki tua.

Lalu Liam membalik photo itu.

"Nicholas Sanders love Olivia Davis ." begitu yang tertulis di balik photo itu.

"Astaga Livia, bagaimana mungkin kamu mencintai lelaki yang bahkan lebih tua dari ayah kita." gumam Liam dengan rasa penuh penyesalan.

"Aku yakin pria brengsek ini adalah penyebab meninggalnya adik ku, tunggu saja tua Bangka, aku akan mencari mu bahkan sampai ke ujung dunia sekalipun."

"Tunggu kedatanganku Sanders, lubang neraka pun tidak akan bisa menyembunyikan kau dari amarahku, aku akan menjadi iblis yang paling kejam untukmu."

"Aku bersumpah tidak akan pernah hidup tenang sebelum melihatmu dan seluruh anggota keluarga mu menderita."

Flashback off

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status