California
Di tengah kegelapan kamar, hanya terdengar jeritan pilu seorang wanita yang terusik. Tubuhnya terbaring lemah di atas kasur yang telah basah oleh keringat dan air mata. Seorang pria berpostur besar dan bermuscle, dengan nafas memburu, terus menikmati tubuh wanita itu tanpa ampun, bagaikan iblis yang sedang menindas korbannya.
"Hentikan! Tolong hentikan!" pekik wanita itu, kesakitan dan ketakutan memenuhi suaranya. Ia mencoba memohon dan berharap pria itu sadar akan perbuatannya, namun sayangnya tak ada jawaban selain gerakan brutal pria itu yang semakin keras.
Wajah mereka sama-sama tersembunyi di balik kegelapan, hanya bayang-bayang samar yang terlihat. Namun, meski tak terlihat, amarah dan nafsu terasa begitu jelas dalam suasana kamar yang mencekam itu.
Tubuh wanita itu terasa semakin lemah, kehilangan tenaga untuk melawan. Rasa sakit yang dia alami sudah tidak terbayang lagi. Pria itu, seakan tak peduli dengan jeritan dan tangisan wanita itu, terus mendesak tubuhnya dengan ganas. Mendadak, pria itu mendesah keras, mencapai puncak kenikmatannya.
Tubuh wanita itu terasa semakin tak berdaya, menyerah pada kekejaman yang dialami. Di tengah kegelapan kamar, hanya suara isak tangis yang terdengar, mengiringi penderitaan yang terus berlanjut.
Setelah melewati satu jam yang begitu melelahkan, pria terlelap di samping wanita itu yang terkulai lemah.
Viyone Florencia, gadis berambut panjang. berusia 22 tahun. merasakan kesakitan yang luar biasa di seluruh tubuhnya, terutama di bagian bawah yang baru saja digagahi oleh pria asing yang tak dikenalnya. Dengan air mata mengalir deras, ia berusaha bangkit dan menahan rasa sakit yang tak terkira. Ia melangkah dengan kaki gemetar, mencari pakaiannya yang berserakan di lantai. Setelah berhasil mengenakan bajunya, ia berjalan keluar dari kamar tersebut, berusaha sekuat tenaga untuk tidak menangis lebih keras lagi.
Namun, di tengah kekacauan emosinya, ia tak menyadari sebuah kalung yang tercicir dan tertinggal di lantai kamar.
"Apa yang harus aku lakukan? Jeff tidak boleh tahu, kami akan menikah bulan depan," gumam Viyone sambil memegang dadanya yang sesak. Wanita itu merasa seolah dunianya runtuh dan tak ada harapan lagi bagi masa depannya bersama tunangannya.
Matahari pagi yang cerah mulai menyelinap masuk melalui celah-celah jendela, memancarkan sinar emas yang menambah keindahan pemandangan di dalam kamar. Tubuh atletis pria itu terlihat dengan jelas, six-pack di perutnya, wajah tampan dengan hidung mancung dan alis tebal. Cahaya matahari yang menerpa wajahnya membuatnya terbangun dari tidur panjangnya.
"Apa yang terjadi padaku?" gumamnya mencoba mengingat kembali kejadian semalam yang entah mengapa begitu kabur di benaknya. Ia merasa ada yang janggal, seolah-olah ada bagian yang hilang dari ingatannya. Ia menoleh ke samping dan menyadari adanya bercak darah serta benihnya yang menempel pada seprei putih itu.
"Sial, Obat itu telah menguasaiku," ketusnya yang sedang kesal." Wanita itu masih perawan, Siapa dia?" pikirnya lagi.
Pria itu bangkit dari tempat tidurnya, mengusap wajahnya yang masih terasa kusut. Setelah selesai mandi ia berpakaian rapi, ia mengambil ponselnya dan menghubungi asistennya untuk datang ke kamar hotel. Ia masih penasaran wanita yang tadi malam bersamanya, namun seakan-akan ingatan itu kabur dan tak jelas.
Tak lama kemudian, terdengar ketukan pintu dari luar kamar hotel. Tuk! Tuk!"
Pria itu berjalan mendekati pintu dan membukanya. Di depannya berdiri asistennya yang tampak rapi dan sopan. "Bos," sapa asistennya dengan sopan, memberi hormat kepadanya.
"Apa kamu mengenal wanita yang bersamaku semalam?" tanya pria itu dengan nada dingin, menatap asistennya tajam.
Asistennya tampak termenung, mencoba mengingat wanita mana yang dimaksudkan. "Wanita, Bos?" tanya asistennya bingung, kemudian melanjutkan, "Saya tidak yakin, Bos. Saya tidak melihat wanita tersebut."
Pria itu menghela napas kesal, kemudian menunjuk ke arah sprei, "Ambil sampel darahnya di sana, dan periksa DNAnya. Aku ingin tahu siapa wanita itu!" perintahnya dengan tegas.
Asistennya mengangguk patuh, segera mengambil sampel darah tersebut dan bersiap untuk melakukan pemeriksaan DNA.
Pria pemilik nama Wilson Zavierson, berusia 35 tahun, masih berusaha mengingat wanita yang telah direnggut keperawanan olehnya.
Tak lama kemudian mata Wilson berfokus pada sebuah kalung yang di lantai samping tempat tidur. Saat ia mengambil dan memperhatikannya terdapat ukiran dengan huruf " V "
"Aku akan mencarimu sampai dapat, di mana pun kamu berada," gumamnya dalam hati.
6 tahun kemudian.
Seorang anak laki-laki berusia 5 tahun yang tampan dengan hidung mancung, mata besar, dan alis tebal, asyik menyiram bunga di halaman depan rumahnya. Dia menggenggam selang dengan erat, memastikan air mengalir dengan baik pada setiap tanaman yang ada di sekitarnya.
Tiba-tiba, terdengar suara panggilan seorang wanita, "Chris, cepat masuk, makan siang sudah siap!"
Dia segera mematikan air dan meletakkan selang itu, lalu berlari ke dalam rumah dengan langkah gembira.
"Mama, aku akan pergi panggil papa makan bersama kita!" ujar Chris dengan semangat, saat melihat ibunya, Viyone, yang dalam kondisi hamil besar, sedang menyiapkan makan siang di meja.
Dalam sekejap, anak kecil itu melangkah naik ke lantai atas untuk mencari ayahnya. Viyone tersenyum melihat semangat putranya, lalu mengangguk setuju, "Iya, sayang. Cepat panggil papa, makanan kita sudah mulai dingin." Chris mengangguk penuh semangat, berlari menuju kamar ayahnya sambil menyerukan namanya dengan riang.
Chris menuju ke kamar ayahnya dan membuka pintu tersebut," Papa, makanan sudah siap!" seru Chris dengan senyum dan menghampiri ayahnya yang fokus pada laptop.
Mendengar suara anak itu, Ayahnya yang memiliki nama Jeff Hamilton, langsung menutup laptopnya dengan cepat. seakan menyembunyikan sesuatu dari keluarganya.
Dengan tatapan dingin ia menatap anak itu," Siapa yang menyuruhmu masuk? Kenapa tidak ada sopan santun."
Chris yang sedikit kecewa dan menunduk sedih, ia pun menjawab," Mama sudah siap masak. Aku hanya ingin makan bersama Papa. Kita sudah lama tidak makan bersama."
"Makan bersama? Rapikan kamarmu sana! Sebelum selesai jangan bergabung dengan kami!" perintah Jeff dengan nada tegas.
"Papa, saat Chris bangun sudah merapikan kamar dan menyiram tanaman. Chris juga sudah membantu mama menyapu lantai. Seperti yang Papa pesan!" jawab Chris.
"Kalau begitu, Berdiri menatap jendela sambil menghitung dari angka 1 sampai 1000! Setelah selesai baru turun!" perintah Jeff dengan ketus dan kemudian beranjak dari kamarnya.
Chris hanya bisa sedih atas sikap ayahnya yang selalu mengabaikan dirinya dan juga tidak pernah perhatian padanya. Anak 5 tahun yang dikenal cerdas dan patuh selalu saja berusaha mendekati ayahnya. Sayang nasib berkata lain. Sang ayah seperti tidak menganggapnya karena suatu alasan!
Jeff mengambil tempat duduk di meja makan yang sudah disiapkan dengan lauk pauk yang lezat. Istrinya, Viyone, duduk di sebelahnya dengan wajah sedikit cemas. Suasana ruang makan terasa hening dan berat, seolah ada ketegangan yang tak terucapkan. "Di mana Chris, kenapa tidak turun makan?" tanya Viyone, mencoba mengisi keheningan yang menyelimuti ruangan. "Biarkan dia mengerjakan tugasnya, semasa kecil kita harus mendidik dengan keras. Agar dewasa dia bisa mengerti betapa kerasnya hidup ini," jawab Jeff dengan nada tegas dan dingin. Viyone menatap suaminya dengan pandangan sedih, "Jeff, Chris baru 5 tahun. Kenapa kamu sering menghukumnya? Padahal selama ini dia sangat patuh." Jeff menggenggam garpu dan pisau dengan erat, "Kita harus melatihnya sejak dini, agar dia menjadi pribadi yang tangguh. Kita tak bisa memanjakannya seperti anak kecil yang lemah." Di lantai atas, Chris berdiri di kamar menatap jendela sambil menghitung dengan teliti. Tangannya gemetar, dan air mata mengalir di
Di tengah-tengah mansion mewah yang luas, terdapat seorang anak laki-laki berusia sekitar lima tahun yang tampak sedang berlari ke sana kemari dengan tawa gembira. Anak tampan itu tampak menikmati kebebasan yang ia rasakan saat ini, dengan mengelabui beberapa pria dewasa yang merupakan pengawalnya. Ia meliuk-liuk, merangkak di bawah meja, dan melompat ke sofa dengan lincah. Para pengawal berusaha keras mengejar anak itu, namun mereka selalu terlambat beberapa langkah. Raut wajah mereka menunjukkan kekhawatiran, tetapi mereka juga tak bisa menahan senyum melihat keceriaan anak tersebut. Sementara itu, pelayan rumah tangga yang melihat kejadian ini dari kejauhan, juga merasa cemas jika anak tersebut terjatuh atau terbentur. Mereka tidak ingin anak itu terluka karena kenakalannya yang kadang sulit untuk ditebak. "Hehehehe!" tawa anak tampan itu terdengar di seluruh ruangan, membuat suasana menjadi lebih hidup dan ceria. Para pengawal dan pelayan rumah tangga harus berusaha lebih keras
Malam itu, hujan deras mengguyur kota California, membasahi jalanan dan rumah-rumah mewah di kompleks perumahan bergengsi. Di salah satu rumah, Viyone yang sedang hamil besar tak bisa tidur dengan nyenyak. Rasa sakit yang mendera kaki dan pinggangnya membuatnya hanya bisa menahan tangis sambil membiarkan air mata jatuh perlahan. Viyone memutuskan untuk tidak menghubungi suaminya yang saat itu masih berada di luar rumah. Ia tidak ingin merepotkan suami tercinta, meski hatinya merasa sangat kesepian dan membutuhkan dukungan. Dalam kegelapan kamar yang hanya diterangi oleh sinar rembulan yang menyelinap lewat jendela, Viyone merasakan kesendirian yang semakin mendalam. Tiba-tiba, pintu kamar terbuka perlahan. Chris, anak laki-lakinya, masuk ke kamar dengan langkah kaki yang lembut. Ia sudah tahu kebiasaan ibunya yang sering mengalami rasa sakit pada malam hari, Chris yang begitu mencintai ibunya ia selalu berada di samping di saat ibunya membutuhkan dirinya "Mama, aku akan membantu me
Chris berdiri dengan tiba-tiba, dan berlari mengejar ayahnya yang baru saja keluar dari kamar pasien. Ia berhasil menyusulnya di lorong rumah sakit, menghadang jalannya dengan tubuh yang mungil dan mata yang penuh kecewa. "Papa," seru Chris, menatap ayahnya dengan nanar. "Ada apa lagi?" tanya Jeff, ayahnya, dengan kesal dan tidak sabar. "Apakah semalam Papa bersama bibi asisten itu? Sehingga Papa mengabaikan pesanku?" tanya Chris dengan suara yang bergetar, mencoba menahan emosinya. "Sejak kapan kau tahu soal ini?" tanya Jeff dengan tatapan tajam, seolah ingin menembus jiwa Chris yang lemah ini. "Pa, tolong tinggalkan dia. Mama sangat membutuhkan Papa. Mama sedang hamil anak Papa juga!" pinta Chris dengan mata berkaca-kaca, menatap ayahnya yang kini sudah berbalik arah, namun masih belum memberikan jawaban. "Masalah orang dewasa, kau tidak perlu ikut campur!" potong Jeff dengan dingin, meninggalkan Chris yang masih menatapnya dengan harapan. Chris merasa tubuhnya lemas, sementa
Viyone mengikuti langkah suaminya, Jeff, dengan perlahan dan gemetar. Ia sangat takut bahwa suaminya akan berselingkuh dengan wanita lain yang tak lain adalah asisten Jeff sendiri. Dalam kondisi hamil besar, Viyone merasa tekanan yang sangat besar. Di sisi lain, Chris yang mencemaskan ibunya, anak 5 tahun itu mengikuti langkah mereka dengan taksi. Jeff berhenti di salah satu kamar hotel dan mengetuk pintu tersebut. "Tuk! Tuk!"Pintu kamar hotel terbuka, dan seorang wanita cantik dengan rambut panjang terurai keluar dari kamar tersebut. Dia tersenyum lebar, melihat Jeff yang sudah menunggu di depan pintu. Wanita itu merangkul Jeff dan menciumnya dengan mesra. "Sudah datang," sahut suara wanita dari dalam kamar."Kamu sedang menungguku?" tanya Jeff dengan mesra."Iya, Aku tidak sabar melayanimu lagi,"jawab wanita itu dengan mengoda. Viyone menahan napasnya, mencoba menyembunyikan keberadaannya di balik pilar. Air matanya mengalir, mengetahui bahwa kecurigaannya mungkin benar. Viy
"Jeff, Kamu juga tahu aku adalah korban di malam itu, Kenapa kamu tidak bisa memahamiku? Aku sangat terluka dan sedih. Aku tidak sengaja dan bukan mengkhianatimu. Chris juga tidak bersalah. dia tidak tahu siapa ayah kandungnya. yang dia butuhkan adalah kasih sayang darimu," ucap Viyone."Aku tahu kamu tidak bersalah! Tapi, aku telah melakukan yang terbaik. Perasaanku terhadapmu semakin pudar setelah kamu melahirkan Chris. Aku memilih tetap diam agar keluarga kita tetap bahagia. Oleh sebab itu aku ingin kamu melahirkan anak untukku. Setelah anak ini dilahirkan aku tetap akan membiayai hidupmu dan Chris. Hanya satu yang aku minta. Jangan melarang hubunganku dengan Meliza. Aku akan menikahinya dalam waktu dekat!" kata Jeff dengan nada tegas.Bagaikan disambar petir setelah mendengar pengakuan suaminya yang dia cintai, Viyone semakin lemas dan tak berdaya. Hanya bisa menerima kenyataan yang telah menyayat hatinya sehingga hancur berkeping-keping.Jeff yang tidak peduli dengan istrinya, Ia
Setelah Jeff masuk ke mobil, ia ingin pergi begitu saja. Chris berlari sekuat tenaga, mengejar mobil yang mulai melaju dengan cepat. "Papa, aku akan ikut denganmu!" pintanya dengan suara yang penuh harap. ia menarik lengan Jeff yang sedang mengemudi. Namun, Jeff, ayahnya, tak menunjukkan belas kasihan. Ia menarik tangan Chris dengan kasar, membuat anak kecil itu jatuh ke jalan. "Pergi dari sini, dasar anak pembawa sial!" bentak Jeff dengan wajah memerah. Bentakan itu seolah menusuk jantung Chris yang baru berusia lima tahun. Ia tak mengerti, apa yang telah ia lakukan hingga ayahnya begitu membencinya. Tak peduli dengan air mata yang membasahi pipi Chris, Jeff langsung menginjak pedal gas mobilnya, meninggalkan anaknya terkapar di sana. Ia sama sekali tidak mencemaskan kondisi anak itu. Chris merasa tercabik-cabik, hatinya hancur berkeping-keping. Tak bisa ia menahan isak tangisnya yang pecah. "Aku bersalah karena tidak melindungi mama," gumam Chris terisak, merasa bahwa semua
Chris mengeleng kepalanya dan mengabaikan Vic," Aku pergi dulu!" pamit Chris yang melangkah pergi.Vic masih menatap Chris yang berjalan semakin jauh darinya. "Alis, mata, bibir, hidung dan wajah, kenapa mirip dengan papa?" tanya Vic pada diri sendiri. Dokter kandungan yang menangani Viyone keluar dari ruangan dengan wajah murung dan langkah berat. Jeff yang sudah menunggu di luar segera mendekatinya, wajahnya pucat dan penuh kecemasan. "Dokter, bagaimana dengan bayinya?" tanya Jeff dengan suara gemetar. Hatinya hanya peduli dengan anak yang seharusnya menjadi darah dagingnya. "Maaf, bayinya tidak berhasil diselamatkan," kata dokter itu dengan nada sedih. "Sementara istri Anda sangat lemah karena kehilangan banyak darah. Kami hampir gagal menyelamatkannya." Mendengar kabar itu, Jeff merasa seolah dunia runtuh di hadapannya. "Anakku meninggal? Kenapa bisa gagal? Kalau kamu bisa selamatkan ibunya, kenapa tidak bisa selamatkan anakku?" tanya Jeff dengan nada tinggi, emosi yang ta