"Oma siapa? Kok ada di rumah Daddy, sih?" Kenzo duduk bersila di atas ranjang mendongakkan kepalanya memberikan tatapan polos pada Renata yang menyisir rambutnya. Renata seketika menghentikan kegiatannya, ia harap telinganya tidak salah dengar saat Kenzo menyebut kata Daddy barusan. "Daddy?" tanya Renata menyipitkan kedua matanya. Dengan polos Kenzo mengangguk. "Heem, Om tampan tidak masalah kok kalau Kenzo panggil dia sebagai Daddy. Kenzo 'kan tidak punya Daddy," jawab anak itu. Renata kembali menyisir rambut Kenzo, wanita itu hanya tersenyum tipis. Ia baru saja memandikan Kenzo, menggantikan bajunya dengan baju baru. "Oma ini Mamanya Om tampan," jawab Renata meletakkan sisir di atas meja dan duduk di hadapan Kenzo. "Emm... Begitu ya, boleh kan kalau Kenzo panggil Oma?" "Boleh Sayang." Kenzo langsung berdiri dan memeluk leher Renata dengan erat. Kedua tangan Renata membalas pelukan Kenzo yang hangat. Pintu kamar terbuka dan masuk Hans ke dalam sana. Kenzo hanya diam memperh
"Daddy...." Suara Kenzi membuat Alex mengangkat kepalanya. Ia terpana menatap Kenzi yang terbangun dan anak itu tersenyum lemah padanya. "Sayang, kau sudah bangun nak," seru Alex langsung memeluk Kenzi dengan erat. "Kangen Daddy," bisik Kenzi memejamkan kedua matanya dan menyembunyikan wajahnya dalam ceruk leher Alex. "Daddy jangan tinggalkan Kenzi ya, Dad...." "Tidak Sayang, Daddy tidak akan ke mana-mana." Alex menangkup kedua pipi Kenzi dengan hangat. Kenzi memeluk lengan Alex dengan erat. Tatapan anak itu tertuju pada Alana yang tertidur di sofa.Alex mengusap punggung mungil Kenzi dan menunjuk ke arah Alana. Senyuman Kenzi terbit dengan lembut, wajahnya yang pucat tidak melunturkan senyuman manis bocah itu. "Ssshhttt...." Kenzi meletakkan jari telunjuknya di depan bibirnya. "Jangan bangunkan Mommy, kasihan Monmy-ku." "Tidak Sayang." Alex mengusap pipi mungil Kenzi. "Kenzi lapar? Atau haus?""Iya Daddy, Kenzi mau minum," pinta anak itu. Baru saja Alex beranjak bangkit perla
"Oma, ayo antarkan Kenzo bertemu Mommy dan Adik! Ayolah Oma...." Kenzo merengek menarik-narik tangan Renata sejak tadi. Bocah itu sudah banyak protes meminta untuk diantarkan bertemu dengan Mama dan Adik kembarannya. "Sabar Sayang, iya ini Oma antarkan," jawab Renata mengemudikan mobilnya."Kenzo juga kangen Daddy," ujar Kenzo tiba-tiba seraya menatap ke arah luar jendela. Renata tersenyum manis mendengar kata-kata menggemaskan namun pernuh makna yang diucapkan oleh Kenzo. Bersama Kenzo selama dua hari meskipun tidak bertemu dengan Alex, namun Renata merasa kalau dirinya nyaman dengan anak itu. Renata ingin lebih dan sering bersama dengan Kenzo. "Kenzo kalau tinggal dengan Oma, Kenzo bisa meminta apapun yang Kenzo mau," seru Renata tiba-tiba. Kenzo menoleh. "Tapi Kenzo tidak bisa kalau sendirian. Kenzi suka sakit kalau Kenzo tidak ada di samping Kenzo, Oma." "Ya... Nanti kita ajak juga Kenzi, gampang kan? Apapun yang kalian minta, pasti akan Oma belikan!" seru Renata merayu-ray
"Kenzi, bagaimana Mommy dan Daddy? Mereka dekat atau dekat sekali? Atau malah sangat-sangat dekat?!" Kenzo duduk bersila di samping kembarannya yang terbaring di atas brankar. Ia sangat ingin tahu perkembangan hubungan Mamanya dengan Om tampan mereka. Kenzi tersenyum puas. "Sangat, sangat, sangat dekat sekali pokoknya! Jelasnya aku memenuhi apa yang kau katakan, aku meminta yang aneh-aneh pada mereka!" Kenzo berbinar mendengarnya. "Bagus! Good job, Kenzi. Ada gunanya juga kau sakit, heh!" "Heumm... Kau ini! Kau sendiri, selama aku sakit kau tinggal dengan Oma ya, Kak? Oma itu siapa?" tanya Kenzi memiringkan kepalanya. Kenzo menggelengkan kepalanya pelan dan memasang wajah berpikir. "Aku juga tidak tahu, katanya Mamanya Daddy. Tapi Kenzi, Oma ngajak kita tinggal dengan Oma. Kau tahu, rumah Oma itu besar sekali! Dan Oma juga mau ngajak kita naik Thomas setiap hari! Jadi kita tinggal dengan Oma, begitu." Obrolan akhir si kembar di dengar oleh Alana yang tengah duduk di sofa menata
"Wah... Terima kasih Oma, mainannya banyak! Nanti kalau Kenzi sudah sembuh kita ajak main sama-sama ya, Oma!" Kenzo berbinar-binar menata banyak sekali mainan puzzle di atas meja besar ruang keluarga di kediaman Alex. Sejak pagi tadi bocah itu ikut dengan Renata hingga kini hari sudah malam. Renata tidak peduli dan ia selalu mengalihkan pembicaraan Kenzo setiap kali anak itu meminta pulang. "Kalau Kenzo mau ikut dengan Oma, kita bisa beli mainan setiap hari," seru Renata duduk di sofa dan tersenyum lebar pada Kenzo. "Tapi, nanti ajak Kenzi juga, ya?" Kenzo cemberut. "Tapi, kalau Mommy sendirian, nanti Mommy akan sedih. Kenzo kan tidak mau kalau buat Momny sedih," jawab anak itu. "Kata siapa Mommy-mu akan sedih, Sayang? Tidak akan, percaya dengan Oma!" "Heum, Oma serius?" tanya Kenzi melebarkan kedua matanya yang cemerlang. "Kalau begitu Kenzo mau! Nanti jalan-jalan sama Kenzi naik Thomas!" pekik anak itu bahagia. Renata tersenyum lebar mendengarnya, sebisa mungkin ia harus men
Semalam ternyata Alex tidak pulang, laki-laki itu khawatir meninggalkan Alana dan anak-anak, apalagi kondisi Kenzi yang belum benar-benar pulih.Pagi ini Alana saat bangun dari tidurnya segera gegas ke lantai satu. Di sana, ia menemukan Alex yang tertidur meringkuk di sofa berselimut putih tebal milik Alana. "Astaga Alex, aku pikir dia tidur di sofa," cicit Alana mendekati Alex. Ia menarik selimut yang dan menutupi tubuh atas laki-laki itu karena hari masih subuh dan suhu yang cukup dingin. Pergerakan Alana terhenti, ia menatap dalam-dalam wajah Alex yang begitu damai. 'Laki-laki ini mengorbankan banyak hal demi aku dan anak-anak. Kenapa dia sangat tulus membantuku? Bagaimana kalau suatu saat nanti dia meminta aku untuk menggantinya? Apa yang akan aku berikan?' batin Alana gundah. Gadis itu duduk di samping Alex, tangannya terulur gemetar ingin menyentuh pipi Alex yang sangat ingin Alana sentuh. Namun urung, Alana meremas jemarinya dan kembali menarik tangannya untuk tidak melak
"Selamat siang Pak Alex, laporan test DNA yang Pak Alex ajukan sudah selesai."Alex berdiri menatap laki-laki dengan jas putih yang kini tegap berdiri di hadapannya. "Bagaimana hasilnya?" tanya Alex tidak sabaran. "Mari ikut saya masuk ke dalam, Pak," ajak laki-laki berjas putih tersebut. Alex berjalan masuk mengikutinya dan segera duduk siap mendengarkan apapun jawaban dari hasil test DNA yang sudah berhari-hari ia nantikan. Dokter Vero kembali membuka lembaran kertas di tangannya dan ia menunjukkan lebih dulu pada Alex diikuti senyuman manis di sudut bibirnya. "Golongan darah Pak Alex dengan kedua anak itu sama. Kalian memiliki hubungan darah yang cocok," jelas Dokter Varo. Wajah Alex memerah penuh perasaan haru. Kedua matanya memerah berkaca-kaca mengetahui dugaannya selama ini benar, Alana adalah gadis yang empat tahun lalu pergi dari hidupnya, Alex menidurinya malam itu. "Aku turut bahagia atas semua ini, Pak Alex," ucap Dokter Varo menepuk pundak Alex. "Terima kasih Dokt
Hari ini Alana kembali aktif bekerja lagi di kantor Alex karena ada Tery yang baik hati menjaga Kenzi di rumah. Pengasuh baru yang masih muda dan cukup friendly dengan Alana dan anak-anak. "Tery, nanti kalau Kenzi sudah sarapan, obatnya ada di atas meja kecil ya," ujar Alana menunjuk ke arah meja. "Aku tidak akan pulang sampai sore, Alex akan mengantarkan aku untuk cek up-nya Kenzi namti jam dua." "Iya Nona Alana, siap!" Tery mengacungkan jempolnya. Kenzi yang duduk di kursi roda mengacungkan jempolnya pada sang Mama. Tersenyum manis seolah ia masih baik-baik saja dan tidak sakit, itulah yang membuat Alana sangat bangga dengan anaknya. Dari arah ruang tamu suara teriakan Kenzo sudah terdengar sangat kencang."Mom... Ayo berangkat! Daddy sudah datang!" teriak Kenzo melengking. Alana mengembuskan napasnya berat menoleh ke arah depan di mana Alex berjalan masuk ke dalam rumah. Laki-laki itu terlihat bersemangat mendekati Kenzo, mengecup pipi kanan dan kiri sebelum berjalan ke belak