"Kedepannya, Daddy dan Mommy ingin kita sering-sering berkumpul seperti ini." Alana tersenyum manis, wanita itu menatap Yasmin yang menuangkan teh ke dalam cangkir masing-masing anggota keluarga. "Ayumi juga ingin Mom, apalagi suasana yang seperti ini. Menyenangkan sekali," ujar wanita muda itu duduk bersandar. "Ya, ini sangat jarang dan bahkan nyaris tidak pernah kita semua lakukan." Alana kembali menyahuti. Mereka bertiga berada di dalam rumah kaca yang sudah berdiri dengan indah lengkap dengan hiasan dan bunga-bunga indah yang berada di dalamnya. Suara gemericik air, dan udara segar di dalam tempat itu membuat semua orang betah. Termasuk Odette, bocah cantik itu yang meminta dibuatkan rumah kaca yang besar, seperti yang ada pada acara kartun yang dia tonton setiap hari. "Di mana Daddy dan kembar?" gumam Alana menatap ke arah pintu rumah kaca yang terbuka. "Ada kok Mom, Odette yang memanggil mereka," jawab Yasmin duduk di samping Ayumi. Tak lama setelah mereka mengobrol, mun
"Aku sangat menginginkanmu malam ini.”Suara dalam milik seorang laki-laki yang tengah mabuk berat itu membuat Alana mati-matian untuk tidak berlari.Sebagai asisten pribadinya yang ke mana-mana mengikuti Boss-nya, Alana selalu sigap menjalankan tugasnya tersulit sekalipun.Alana mengembuskan napasnya panjang, merasa berat memapah tubuh tinggi besar yang lemas dan meracau tak henti-henti sejak tadi. “Pak Alex, kenapa selalu saja merepotkan saya seperti ini sih?!” keluh Alana mengajak laki-laki itu masuk ke dalam lift.Laki-laki bermanik mata hijau zamrud dengan stelan formal tuxedo hitam berwajah tampan ini adalah Alexsander Verolov, dia salah satu pemimpin perusahaan terbesar di bidang import yang berada di Madrid, juga salah satu Billionaire terkenal di Spanyol. Sialnya, Alana menjadi asisten pribadi Alex kurang lebih selama dua tahunan ini. Laki-laki dingin, galak, dan merepotkan yang selalu membuat Alana kewalahan dengan banyak perintahnya. “Aku benci dia. Aku sangat membencin
Lima tahun kemudian."Kenzo, Kenzi, ayo sini sayang! Sekarang kita sudah punya rumah baru!" Alana melambaikan tangannya pada dua bocah yang tengah bermain dengan anjing baru mereka di teras depan rumah. Mereka langsung berlari begitu Mamanya memanggil. "Yeay asik! Tidak sama Kakek lagi!" "Kakek galak, ditinggal saja ya Mom!" Kedua bocah laki-laki itu bersorak masuk ke dalam sebuah rumah yang bisa dibilang cukup megah untuk ditempati Alana dan si kembar. Kenzo dan Kenzi adalah buah satu malam yang Alana lakukan lima tahun yang lalu. Hingga lahirlah si kembar yang pintar, cerdas, anak manis, menggemaskan, dan tentu saja mereka nakal. "Mom, Kenzo mau di kamar yang di atas sana, boleh ya Mom?!" "Kenzi mau bobo sama Mommy saja," sahut si bungsu yang memeluk kaki Alana. Kenzo berdecak lidah melihat tingkah manja kembaranya. "Ah payah! Manja sekali. Anak laki-laki tapi masih saja manja sama Mommy! Berani dong, kayak Kenzo," cibirnya sombong. "Mom... Kenzo nakal! Cubit dia, Mom!" Ken
Setelah satu minggu lamanya Alana berada di rumah lamanya, ia kembali lagi ke Barcelona. Tempat di mana ia lahir dan dibesarkan dulu. Alana yang selalu sibuk dengan si kembar dan untungnya ia tidak pernah merasa kewalahan mengasuh mereka berdua karena Alana terbiasa menjaga anaknya sejak bayi. “Sekarang kalian sarapan dulu, setelah ini Mommy akan mengantar kalian pergi ke sekolah baru, paham!” Alana menatap kedua putranya dan menarik dua kursi makan untuk mereka duduki. Kenzo dan Kenzi sudah siap dengan seragam putih dan merah muda, serta topi beret yang menutupi rambut cokelat mereka. “Tidak mau sekolah!” pekik Kenzo menggeleng-gelengkan kepalanya dan sesenggukan menangis. Alana menundukkan kepalanya menjentuskan pelan pada meja makan di hadapannya. “Astaga Kenzo... Ayolah nak, jangan membuat Mommy pusing, adikmu saja tidak rewel!”Kenzi menoleh sekejap, anak itu sibuk menyingkirkan putih telur rebus di atas piringnya.“Sekolah Kenzo, kalau kau tidak mau sekolah lalu apa jadi
“Ke mana si kembar, ya Tuhan... Anak ini!” Alana berlari terburu-buru setelah ia dikabari kalau sejak pagi tadi kembar pergi dari sekolah. Kini Alana kembali lagi pulang ke rumahnya usai ia mencari ke mana-mana namun nihil mereka berdua tidak ditemukan. Langkah Alana berhenti di depan gerbang rumahnya, gadis itu melihat Kenzo dan Kenzi yang duduk di teras. Masing-masing dari mereka membawa satu kantung plastik berukuran besar berisi camilan dan banyak mainan. “Mommy!” pekik Kenzi memasang wajah melas menatap Alana yang kini masuk ke dalam pekarangan rumah. “Mom, yeay... Lihatlah Mom, kami punya banyak camilan sama mainan. Dan semua ini gratis!” sahut Kenzo menunjukkan dua kantung plastik di tangannya. “Dari mana kalian?! Kenapa kalian malah pergi dari sekolah?! Kalian sudah membuat Madam Ella dan Mommy panik!” pekik Alana berkacak pinggang memarahi keduanya. Mereka langsung menundukkan kepala dan memasang wajah sedih pada Alana. Perhatian Alana tertuju pada lutut Kenzi yang kini
Siang ini Alex mengumpat-umpat kesal saat keluar dari ruangan meeting, pasalnya ia sudah membuat janji dengan untuk menemui karyawan baru yang ingin menjadi staf di kantornya, namun meeting malah terlambat beberapa menit. “Ah sial! Kenapa meeting bisa terlambat sampai beberapa menit?!” Seorang yang perfeksionis seperti Alex tentu saja pilih-pilih dalam banyak hal, termasuk mencari karyawan di kantornya. “Tuan Alex!” Suara Benigno menghentikan langkah Alex, laki-laki itu menoleh dan kembali berdecak. “Tuan sudah ditunggu di ruang VIP, George sudah membaca surat lamaran pekerjaannya dan data-datanya juga, Tuan bisa langsung ke sana,” ujar Benigno. “Ya,” jawab Alex singkat. “Baik Tuan, saya akan....” “Kerjakan perintahku Benigno! Sebelum aku membuatmu mennggembel di Barcelona!” sinis Alex dengan lirikan sinis dan senyuman smirknya meninggalkan Benigno. Sementara di dalam sebuah ruangan, nampak Alana yang memegangi dadanya berupaya untuk lebih tenang. Sejak pagi tadi ini ia sudah
Hari sudah gelap, Alana gelisah karena tidak biasanya hujan turun sore ini. Ia seharian meninggalkan si kembar di rumah. Alana berdiri di depan kantor dan ia menatap beberapa rekan kerjanya yang sudah pulang dengan mobil masing-masing. "Ya Tuhan, bagaimana dengan si kembar di rumah?" lirih Alana kepanikan. Tatapan mata Alana tertuju pada langit yang mendungnya semakin tebal. Demi anaknya ketakutan di runah, Alana tidak akan peduli air membasahinya. Alana hendak berlari menembus hujan, namun seseorang menahan lengannya hingga membuatnya menoleh dengan cepat. "Apa kau tidak tahu kalau sedang hujan?!" Kedua mata Alana mengerjap pelan menatap Alex yang begitu dalam menatapnya, perhatian Alana tertuju pada tangan Alex yang begitu erat mencengkeram lengannya. "I... Itu Pak, ada yang saya tinggalkan di rumah dan sangat membutuhkan saya, jadi saya harus pulang sekarang," jawab Alana dengan wajah panik dan cemas. "Tapi sedang hujan Alana, kau bisa sakit. Aku akan mengantarkan...." "Ti
"Selamat pagi Pak Alex, sedang apa di sini?" Benigno dan beberapa karyawan lainnya tengah memperhatikan Alex yang berdiri di depan pintu kantor miliknya. Dengan balutan tuxedo hitam rapi, wajah cemas menanti-nanti. Laki-laki itu membiarkan Benigno bertanya-tanya. "Ck! Dia bilang akan datang lebih awal," gerutu Alex berdecak seraya merlirik jarum jam di pergelangan tangannya. "Ohh... Pak Alex sedang membuat janji dengan seseorang?" tanya Benigno lagi. Sekali ini Alex langsung menoleh dan memberikan tatapan sengit pada Benigno. "Apa kau tidak bisa diam hah?! Jangan mengurusiku! Lakukan saja sana tugasmu!" sentak Alex dengan keras, bahkan beberapa karyawan lainnya yang ikut mau tahu pun langsung bubar. "Ba... Baik Pak Presdir," jawab Benigno. Mereka semua kembali masuk dan Alex masih setia berdiri bersedekap dengan wajah kesal dan siap mengomeli Alana. Namun kekesalan Alex perlahan berkurang saat ia melihat seorang gadis cantik baru saja turun dari dalam bus dan memeluk sebuah r