Share

6. Belanga dan Jamidun

Alexa merasa tubuhnya sudah searoma Sapi'i saat ia keluar dari kandang. Di tangan kanan dan kirinya, masing-masing memegang dua buah ember yang berisi susu sapi segar. Begitu juga dengan Gala dan Bagus. 

Saat ini cuaca sudah mulai terang. Dan Gala telah mengintruksikan agar dirinya bersiap-siap untuk memanen cabe. Namun ia meminta waktu lima menit untuk membersihkan diri. Ia takut para pemetik cabe lainnya akan pingsan saat berdekatan dengannya yang masih beraroma kandang Sapi'i.

"Ingat ya, saya memberimu waktu sepuluh menit. Kalau lewat dari waktu yang telah kita sepakati bersama, saya sendiri yang akan menyeretmu keluar dari kamar mandi. Paham, Jamil?"

Wah ini orang ngajak ribut terus ya? Tadi memanggilnya dengan julukan Jamidun. Dan kini si Jamil. Tangannya gatal-gatal ingin memberi sedikit pelajaran pada Gala. Namun ia teringat kembali akan pesan Xander, ia mencoba bersabar. Daripada harus menjadi istri Brandon, lebih ia lebih memilih memanjangkan sabarnya. 

Sabar Lexa. Orang sabar rezekinya lancar. Aamiin.

"Baik, Pak Boss. Tenang saja. Saya akan selesai sebelum sepuluh menit. Oke, Pak Boss?" Lexa membuat gerakan ala militer sebelum berlari menuju kamar mandi. Sepuluh menit kata Gala? Hah Gala tidak tahu saja, bahwa biasanya ia mandi tidak lebih dari tujuh menit. Sepuluh menit itu kelamaan baginya. 

Akan halnya Gala, ia menggerutu sendiri karena kedegilan cucu Pak Hamid ini. Menurut pengalamannya, kalau perempuan mandi itu minimal memakan waktu setengah jam. Itu menurut standard versi gadis desa. Yang biasanya berpenampilan natural, tanpa berdandan berlebihan. Apalagi wanita kota bukan? Jangan-jangan satu jam pun tidak akan selesai. Mengingat merahnya bibir Jamilah dan lentiknya bulu mata bongkar pasangnya pagi-pagi seperti ini. Bakal keburu kering cabe-cabe yang akan ia panen.

"Kita duduk di bale-bale itu saja dulu, Gas? Saya tidak yakin si Jamilah itu selesai mandi dalam waktu sepuluh menit," gerutu Gala. Ia berjalan mendahului Bagus dan menghempaskan pinggul di sana. Teringat saat Jamilah memeluknya tadi, Gala refleks mengangkat kedua lengannya. Mencoba membaui aroma tubuhnya sendiri. Syukurnya ia tidak mencium aroma tajam khas pangkal lengannya. Hanya aroma kandang sapi saja yang tercium. Ternyata deodorannya ampuh juga. 

"Kenapa tidak yakin, Mas?" tanya Bagus sembari ikut duduk di samping Gala.

"Perempuan kalau berdandan kan tidak kenal waktu. Lihat saja bibir merah dan bulu mata bongkar pasangnya. Semua sudah terpasang rapi pagi-pagi buta begini. Bayangkan, harus berapa lama kita menunggunya berdandan," omel Gala lagi. 

"Kalau dia muncul dalam waktu sepuluh menit, kita tinggal saja." Baru saja Gala menyelesaikan kalimatnya, Jamilah muncul. Gala memindai jam di pergelangan tangannya. Enam menit. Hebat juga cara berdandan gadis ini, batin Gala. Dalam waktu enam menit ia bisa memerahkan bibir dan memasang bulu mata palsunya. Plus kain dan kebaya yang rapi juga. 

"Saya sudah siap, Pak Boss. Tidak sampai sepuluh menit bukan?" Alexa tersenyum jemawa. Hah, pasti si Gala ini tidak menyangka kalau ia bisa mandi secepat ini. Biar saja dia menelan omongannya sendiri. 

"Ngapain kamu memakai kebaya rapi begitu? Kamu ini akan memetik cabe, Milah. Bukan kondangan?" 

Elah ini manusia sebiji. Ada saja celaannya. Pintar mengalihkan topik pembicaraan lagi.

"Saya cuma punya baju model ondel-ondel begini semua, Pak Boss. Gimana dong?" bantah Alexa kesal. Kalau menuruti maksud hati, ia juga ribet banget harus kebayaan begini. Mamanya memang memasukkan beberapa pakaian kebesarannya. Tapi tidak mungkin juga ia mengenakannya bukan? Selain ia terlalu keren memakai ripped jeans dan jaket kulit studded untuk memetik cabe, pasti Pak Hamid akan mengadu pada papanya akan kecurangan mamanya ini. Kasihan juga kalau mamanya nanti ikut dihukum. Papanya memang tidak pernah tebang pilih dalam memberi hukuman.

"Ya sudahlah. Berdebat dengan kamu sia-sia saja. Keburu kering cabe-cabe saya nantinya." Gala memutuskan untuk menghentikan perdebatan. Ia beringsut dari bale-bale sembari merogoh saku celana. Mengeluarkan kunci mobil. 

"Saya berangkat dulu ya, Gas. Jangan lupa bawa susu-susu tadi, sekalian dengan susu-susu yang di peternakan ke MCP untuk diukur kuantitas dan kualitasnya. Hasil perahan di pabrik tadi 2400 liter bukan?"

Berapa-berapa? 2400 liter katanya? Astaga. Berapa ekor sapi yang dimiliki Gala hingga bisa menghasilkan susu 2400 liter sehari? Berarti Gala ini memang peternak besar sungguhan.

"Ayo," Gala beranjak dari bale-bale. Setelah Bagas membawa susu-susu sapi segar ke dalam rumah.

"Ayo ke mana, Pak Boss?"

"Ya ke kebun cabe lah. Masa ke KUA?" Setelah mengucapkan kalimat, Gala jadi keingin menggigit lidahnya sendiri. Entah mengapa ia harus menyebut kalimat KUA. 

"Ya kan saya cuma nanya, Pak Boss. Yaelah pagi-pagi udah darah tinggi aja. Ti Ati ntar stroke lo, Pak Boss. Saya bukan nyumpahin, tapi nyukurin. Eh memperingati maksud saya?" Alexa nyengir. Seru juga ternyata mengerjai Gala. 

Selamat. Si gadis bar bar ini tidak ngeh soal kalimat KUA-nya rupanya. Syukurlah. Batin Gala.

"Jadi ceritanya mau ke kebun cabe atau KUA ini, Pak Boss? Saya peringati ya? Untuk menikahi saya itu syarat-syaratnya berat, Pak Bos. Pokoknya hasil akhirnya itu kalau tidak rumah sakit, ya kuburan. Ya, antara dua itu deh, Pak Boss. So, kalau Pak Boss nggak punya taji apalagi nyali, mending jangan nyebut-nyebut KUA di depan saya deh, Pak Boss. Nganter nyawa doang soalnya," timpal Alexa serius. Seperti yang lalu-lalu. Setiap ada laki-laki yang berani membahas-bahas masalah pernikahan dengannya, selalu ia peringati terlebih dahulu. Bukan apa-apa. Ia hanya kasihan apabila melihat anak orang mati sia-sia. 

"Kamu ngomong apa sih? Siapa yang mau membawa kamu ke KUA? Saya salah ucap tadi. Maksud saya adalah neraka." Gala melotot. 

"Ayo kita berangkat. Ke buru kering cabe-cabe saya menunggu kamu panen." Gala berjalan cepat meninggalkan si Jamilah sembari menyumpah-nyumpah dalam hati. Mulutnya memang cenderung sembarang berucap apabila hatinya sedang kesal. Masalahnya kenapa harus terucap KUA alih-alih neraka. Siala*!

"Oke, Pak Boss. Tapi kalimat KUA dan neraka itu beda jauh pengucapannya. Papa saya selalu bilang ; berhati-hatilah dengan pikiranmu, karena ia akan menjadi ucapanmu. Berhati-hatilah dengan ucapanmu karena ia akan menjadi tindakanmu. Dan--"

"Papa? Kamu memanggil ayahmu dengan sebutan papa?" Gala menaikkan satu alisnya. Jamilah ini sok ke kotaan sekali."

Mampus! Ia kelepasan.

"Teman papa saya, maksudnya." Alexa buru-buru mengkoreksi. 

"Ayo, cepetan jalannya Pak Boss. Nanti cabe-cabe Bapak bukan cuma kering. Tapi bisa gosong karena kelamaan nungguin kita. Mobil Pak Boss parkirnya di mana ya?" tanya Alexa anthusias. Ia berusaha mengubah topik pembicaraan. Kalau sampai jati dirinya ketahuan, alamat menjadi istri Brandonlah dirinya. Dan itu artinya neraka dunia akhirat.

"Di situ," Gala menunjuk pekarangan. Alexa menelan salivanya sendiri saat melihat arah yang ditunjukkan oleh Gala. Katanya petani dan peternak sukses. Tapi mengapa model mobilnya seperti ini. Mobil yang ditunjuk Gala adalah sebuah mobil bak terbuka, yang usianya sepertinya sepantaran dengan sang pemilik. Belum lagi kondisinya yang seperti baru saja mengikuti jalan offroad. Lumpur nemplok di sisi kiri dan kanan mobil.

"Astaganagadragon. Pak Boss, itu mobil masih ada napasnya nggak, Pak?" Alexa yang kini telah berada di sisi mobil menatap ngeri penampakan mobil Gala. 

"Ya, masih lah. Buktinya saya ada di sini? Sudah jangan banyak protes. Cepat naik, nanti kita kesiangan," perintah Gala seraya membuka pintu mobil pengemudi. Tanpa banyak cincong Alexa segera membuka pintu mobil di samping Gala. 

"Eh copot... copot..." Alexa kaget saat pintu mobil yang ia buka mengeluarkan suara keras seperti besi tua yang akan patah. Lihatlah, pintu mobilnya saja seperti hendak lepas saat dibuka. Apakah mobil tua ini bisa membawanya selamat hingga ke kebun cabe Gala? Batin Alexa.

"Kamu ini seperti nenek-nenek saja. Latahan. Tidak ada yang copot di sini." Gala menstarter mobil.

Syukurlah.

"Kecuali pintu mobilnya. Pintu mobil ini sudah tidak bisa menutup karena engselnya rusak. Jadi selama berkendara kamu harus memegangi sisi mobil," lanjut Gala kalem.

"Huapah? Gue harus memegang sisi mobil ini selama perjalanan? Ogah!"" Alexa mendelik. Yang benar saja ia harus memegangi sisi mobil selama perjalanan.

"Kalau kamu tidak mau ya sudah. Tapi kamu siap-siap saja menggelinding keluar ya? Pilihan ada di tanganmu sendiri. Ah, satu lagi. Sebut dirimu sendiri dengan saya. Jangan gue lagi. Atau saya akan mengadukannya pada akungmu. Paham?"

Paham... paham. Paham mbahmu!

Namun Alexa menyimpan rasa dongkolnya hanya di dalam hati. Ia menyadari bahwa ia harus bisa meredam emosinya, apabila ia ingin selamat sentosa senantiasa hingga tahun depan di kampung ini. Menghadapi segala kicauan Gala, harus ia anggap sebagai bagian dari proses kesabaran diri.

Alhasil di sepanjang jalan ia terus menarik panel pintu mobil erat-erat agar tidak sampai terbuka. Dan percayalah semua itu tidak mudah. Selain jalan yang memang berliku-liku, sepertinya Gala juga sengaja menyetir dengan ugal-ugalan. Alhasil ia selalu merasa nyaris terlempar keluar pintu.

Sabar Lexa. Ini cobaan. Lo tahan aja semua penderitaan ini. Ntar kalo ada kesempatam untuk membalas dendam, baru lo kerjain si Belanga ini. Ingat Lexa, pemenang adalah orang yang tertawa paling akhir. 

***

Sekitar lima belas menit yang terasa berjam-jam bagi Alexa, mereka akhirnya telah tiba di

lokasi perkebunan. Dan Alexa pun terpesona. Ia seperti melihat hamparan karpet berwarna hijau dan merah yang mempesona. Ia terpana. Seumur hidup tinggal di kota besar, pemandangan seperti ini benar-benar langka. Saat ini langit sudah mulai terang. Sehingga ia bisa menikmati keindahan alam ini dengan lebih jelas.

Kedatangannya dan Gala ini sepertinya memang sudah terlambat. Karena ia melihat puluhan ibu-ibu tengah sibuk hilir mudik memetik buah cabai yang segar dan merah. Para ibu-ibu itu sebagian besar memakai penutup kepala dan kaos lengan panjang. Sebagian lagi bahkan menambahinya lagi dengan topi lebar. Sedangkan bawahannya rata-rata menggunakan celana panjang. Sebagian ibu-ibu itu juga menggunakan sarung tangan karet saat memetik cabe. Sedangkan sebagian lagi memetik dengan tangan telanjang.

Alexa turun dari mobil dan memandang penampilannya sendiri. Ia benar-benar salah kostum. Tetapi mau bagaimana lagi. Ia memang tidak memiliki pakaian lain.

"Setelah kamu melihat pakaian tempur dari ibu-ibu pemetik cabe di sana, bagaimana pendapatmu? Coba bandingkan dengan penampilan spektakuler kamu ini. Kamu seperti artis yang tengah syuting sinetron di perkebunan cabe bukan?" sindir Gala. Alexa menghela napas kesal. 

Ini manusia sebiji demen amat ya nyerungsungin hidup gue? Sedari pagi buta tadi, adaaaa saja celaannya untuk gue. Kalo gue nggak mikir bakalan jadi bininya Brandon, udah gue bejek-bejek lo jadi rujak bebeg!

"Kan sudah saya bilang berkali-kali kalau--"

"Kamu tidak memiliki pakaian yang lain lagi?" sambar Gala.

"Nah, itu tahu. Pinter," puji Alexa sembari bertepuk tangan sarkas.

Pinter ndasmu, maksudnya!

Gala tidak menanggapi kalimatnya. Gala hanya meliriknya sekilas seraya berjalan kembali ke arah mobil. Alexa mengangkat bahu. Ia tidak mempedulikan Gala. Dia lebih tertarik memperhatikan para pemetik-memetik cabe itu memanen buah cabe dengan cekatan. Hingga sebuah suara menyebalkan menyinggahi pendengarannya.

"Ini," Gala menjejalkan sebuah bungkusan ke tangannya. Gala kini hanya menggunakan kaos singlet putih. Ia sudah tidak menggunakan kemeja lagi. Jangan... jangan...

"Apa ini, Pak Boss?" Alexa mengerutkan dahi. Sesuatu melintasi pikirannya. Jangan-jangan ini kemeja bekas pakai Gala saat memerah sapi tadi. Membayangkan berapa banyak kuman dan aromanya, Alexa mual seketika. 

"Ini ada kemeja dan celana panjang milik saya. Memang bukan kemeja dan celana baru. Tetapi sudah dicuci bersih. Pakaian ini bisa kamu gunakan selama memetik cabe. Kamu bisa mengganti pakaian ajaibmu itu dengan kemeja dan celana ini. Segera ganti pakaianmu di sana." 

Gala menunjuk sebuah gubuk di bawah pohon rindang. Alexa menatap gubuk Itu ngeri. Bukan apa-apa. Gubuk itu banyak lubang-lubang yang tidak tertutup rapat di sana. Bagaimana kalau ada orang yang mengintip? Satu hal lagi, masa ia memakai baju dan celana bekas Gala? Ya walaupun sudah dicuci, tetap saja namanya bekas dipakai Gala bukan?

"Ini bukan kemeja bekas, Pak Bos 'kan?" Selidik Alexa curiga. 

"Ya bukanlah!" sergah Gala cepat. Apaan-apaan gadis bar bar ini? Masa ia memberikan pakaian bekas padanya? Ia saja tidak tahan membaui aromanya sendiri, makanya ia bermaksud mengganti pakaian.

"Lantas ke mana kemeja bekas Pak Boss tadi?" tanya Alexa dengan tatapan menyelidik.

"Sudah saya letakkan di mobil. Saya bermaksud menggantinya dengan kemeja baru. Yang tadi sudah kotor. Sudah, ganti pakaianmu sana?" hardik Gala lagi. 

Alexa memandang sekali lagi keadaan gubuk. Ia sangsi.

"Saya akan mengawasi keadaan gubuk selama kamu berganti pakaian. Pakaian itu memang mungkin sedikit Kedodoran untukmu, tetapi masih bisa digunakan. Celana saya itu model joger. Jadi bisa menyesuaikan dengan bentuk tubuh si pemakai. Ada tali juga di bagian pinggalnya."

"Tapi?"

"Tidak mau? Baiklah. Saya sudah pusing mengurus kamu sepagian ini. Lebih baik saya hubungi akungmu saja." Gala merogoh saku. Ia meraih ponsel.

"Jangan!" Alexa refleks melompat. Ia bermaksud merebut ponsel Gala. Gala yang kaget dan tidak mengira Jamilah seagresif ini, kehilangan keseimbangan. Ia terjatuh dengan membawa cucu Pak Hamid ini di atas tubuhnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status