"Non Lexa ke sekolah naik apa?"Pintu kamar Pak Hamid terbuka. Pak Hamid masih mengenakan sarung saat menyusulnya duduk di kursi kayu. Pak Hamid pasti mendengar suara gerubugannya saat bersiap-siap ke sekolah.Alexa yang tengah berusaha menjejalkan jari-jari kakinya ke dalam sepatu, menoleh. Pak Hamid menghampirinya sekarang."Lexa naik sepeda ontel seperti biasa saja, Pak." Setelah memaksakan jari jemari kakinya menekuk dalam sepatu yang kesempitan, Alexa berdiri dengan gagah. Ia tidak boleh banyak mengeluh sekarang. Misinya kali ini menyangkut masa depannya. Untuk itu rintangan seperti apapun, akan ia jalani. "Lokasi sekolah itu lumayan jauh, Non. Hampir dua kali lipat jaraknya dari perkebunan. Bapak takut kalau nanti Non Lexa kecapean. Bapak tadi sudah minta tolong Bagus untuk mengantar Non dengan motor saja ya?" Alexa menggeleng cepat. "Tidak usah, Pak. Jangan mengganggu Bagus, eh Mas Bagus. Lexa tidak enak dengan Indah nantinya."Sudah semua kostum yang dipakainya adalah barang
"Sudah sampai, Midun. Kamu mau interview, atau masih betah duduk di boncengan saya?" Gala menoleh ke belakang. Menegur Jamilah masih duduk bengong di jok motornya. Padahal mereka telah sampai di sekolah."Hah, sudah sampai ya?" Alexa buru-buru meloncat turun dari motor. Sedari di boncengan Gala tadi, pikirannya memang terus mengembara. Ia memikirkan berbagai strategi dalam menghadapi Brandon, apabila kemungkinan terburuk sampai terjadi. "Kamu ini tidak ada halus-halusnya jadi perempuan. Memakai rok tapi kelakuan seperti tarzan." Gala mengejek Alexa. Alexa tidak menyahuti ejekan Gala. Saat ini ia sedang banyak pikiran. Kalimat provokasi tah* kucing begini sebaiknya ia abaikan saja. Ia sedang malas ribut. Namun sebelum berjalan ke arah gedung sekolah, Alexa sempat memberi tatapan peringatan, bahwa ia akan membalas Gala nanti. "Punya mulut kok ya demen banget ngeselin orang. Tunggu aja sampe gue berhasil. Bakalan gue sumpel pake sepatu mulut besar lo itu." Sambil jalan Alexa ngedumel.
"Mas ada keperluan apa di sini? Mau menemui Pak Wiryo ya?" Tiara tersenyum manis menyambut kehadiran Gala. Tidak lupa ia juga menghadiahi si Midun seulas senyum tipis demi kesopanan."Kamu di sini dulu ya, Midun? Saya akan menemui Pak Wiryo dulu." Alih-alih menjawab pertanyaan Tiara, Gala malah ngeloyor ke ruangan sebelah. Ada tulisan kepala sekolah di pintunya."Tia juga akan menemui Pak Wiryo. Kita sama-sama saja menemuinya ya, Mas? Mas ingin membahas kegiatan PKL anak-anak dengan mencoba magang di pabrik-pabrik Mas 'kan? Tia juga menawarkan hal yang sama dengan Pak Wiryo. Kita sama-sama saja membahasnya ya, Mas?"Kadung kalah malu, Tiara menebalkan wajah mengikuti langkah-langkah panjang Gala. Seperti tadi, Gala juga tidak menyahuti kalimatnya. Beberapa guru-guru termasuk Indah dan Alexa meringis melihat sikap tidak ramah Gala. Kedua mantan pasangan ini memang aneh. Yang satu cuek bebek, satunya lagi muka badak. Luar biasa. Luar biasa aneh maksudnya."Eh Milah, kamu langsung saja k
Alexa tengah duduk ngelangut di bale-bale saat telinga samar-samar mendengar omelan samar tetangga samping rumahnya. Sepertinya itu suara Bu Jujuk. Bu Jujuk orangnya nyinyir sekali. Alexa tidak tahan apabila berbicara dengan Bu Jujuk lebih dari lima menit lamanya. Pasti ada saja hal yang akan dicela oleh si ibu. Semua yang ia pandang dan tidak sesuai dengan pemikirannya, bisa menjadi sumber masalah. Intinya berdekatan dengan Bu Jujuk benar-benar menguji kesabarannya.Bu Jujuk adalah seorang janda yang berusia sekitar lima puluh tahunanan. Suaminya sudah lama meninggal karena sakit. Bu Jujuk memiliki tiga orang anak perempuan. Risma, Melur dan Anita. Melur dan Anita sudah menikah. Sementara si sulung Risma, masih betah sendiri di usianya yang menginjak dua puluh enam tahun ini. Sementara kedua adiknya yang rata-rata menikah di usia tujuh belas dan delapan belas tahun, telah memiliki beberapa orang anak. Risma yang berprofesi sebagai seorang penjahit, kerap menjadi bulan-bulanan Bu Juj
Alexa sangat gembira saat diajak Mbok Sari, Indah dan Risma berbelanja ke pasar tradisonal Blora pagi ini. Kemarin ia memang meminta ditemani ke pasar untuk berbelanja. Soalnya besok ia sudah harus mengajar sementara ia belum mempunyai persiapan apapun. Bayangkan, baju, rok dan sepatu saja ia tidak punya. Untungnya kemarin Gala memberikannya sejumlah uang pesangon yang cukup banyak. Dengan begitu ia bisa berbelanja. Kemarin ia memang sempat heran karena jumlah pesangonnya hingga sepuluh kali gaji mingguannya. Ia merasa itu terlalu banyak. Apalagi ia baru bekerja selama dua minggu.Namun Gala mengatakan bahwa sisanya adalah sumbangan pribadi darinya. Bayangkan Gala menggunakan kata sumbangan! Seperti dirinya seorang fakir miskin dan anak terlantar saja yang harus diberi sumbangan. Saat ia akan menolak, Mbok Sari mengatakan bahwa mubazir kalau menolak rezeki. Ya sudahlah, demi Mbok Sari, eh sesungguhnya demi dirinya sendiri, Alexa menerima uang itu. Toh ia tidak meminta, tetapi diberi.
Di sepanjang perjalanan pulang Alexa sama sekali tidak berani menatap wajah Gala. Kejadian saat ia mencoba pakaian di pasar, tidak bisa ia hilangkan dari benaknya. Alexa bukanlah seorang pemalu sebenarnya. Kalau mau jujur, ia bahkan pernah melakukan hal yang lebih gila dari ini, dan dalam keadaan sadar pula. Ya, dirinya pernah menggoda Tangguh, dengan memamerkan asetnya. Mengerikan bukan? Memang. Itu pun miris setiap kali mengingat kebodohannya. Cinta tak berbalas dulu telah membuatnya gila. Sehingga ia juga berani melakukan hal-hal yang dilakukan oleh orang gila.Tapi waktu itu ia tidak malu. Lebih dominan merasa sedih dan tidak berharga. Menyumpahi diri sendiri karena merasa dirinya tidak secantik dan sehalus Gerhana. Makanya Tangguh tidak tergoda karenanya. Pikirannya picik? Memang! Ia tidak bisa berpikir normal waktu itu. Tapi, sudahlah. Seseorang pasti pernah melakukan hal bodoh sesekali dalam hidupnya bukan? Yang pasti ia tidak akan pernah mengulangi hal tidak pantas itu lagi.N
Mendengar sindiran laki-laki yang dipanggil Anto oleh Jamilah, Gala membalikkan tubuh. Intuisinya benar bukan? Anto ini pasti bukan orang sembarangan. Setiap kalimat yang diucapkannya mengandung sindiran verbal terang-terangan. Gayanya tidak takut mati dan songong lagi. Jangan-jangan Anto sebenarnya adalah seseorang yang istimewa dalam hidup Jamilah di ibukota sana, alih-alih tetangga biasa."Apa maksud, Anda?" Gala menghampiri Anto dengan punggung tegang. Kalau memang orang itu ini mau menganggar, biar sekalian saja ia gampar. Tangannya sedari tadi sudah gatal-gatal ingin menghajar orang.Sebenarnya ia bukanlah orang yang mudah diprovokasi. Saat Pasha dulu memanas-manasinya dengan bergandengan tangan dengan Tiara pun, ia biasa-biasa saja. Padahal ia dulu berpacaran cukup lama dengan Tiara. Beberapa teman yang bersamanya saat Pasha berulah saat itu emosi jiwa. Mereka mengatakan bahwa Pasha harus diberi pelajaran. Namun dirinya kala ini hanya tersenyum kecil. Ia mengatakan untuk apa m
Ketika Antonio pamit, benak Alexa terus berputar. Ia memikirkan rencana Antonio. Namun ia juga bingung harus memulainya dari mana. Ya kali tetiba ia bilang pada Gala, maukah dirinya baku hantam dengan Brandon demi mendapatkan dirinya? Takutnya alih-alih dijawab, ia malah diejek. Siapa kamu sampai saya harus bertaruh nyawa demi kamu? Kan tengsin jadinya.Namun untungnya, rencana itu masih bisa ia tangguhkan beberapa waktu. Karena menurut Antonio, Brandon masih sibuk mencari perhatian papanya. Jadi ia masih mempunyai sedikit waktu untuk membujuk Gala, sebelum Brandon bergerak.Akan halnya Gala, ia merasa ada yang berbeda dari gerak-gerik Jamilah. Setelah pemuda songong itu pulang, Jamilah terus melamun. Tatap matanya resah, dan ia tampak bingung. Seperti saat ini misalnya. Akungnya bertanya mengenai persiapan mengajarnya besok. Namun Jamilah diam saja. Ia tampak banyak pikiran."Kamu ini kenapa, Midun? Akungmu bertanya kok tidak kamu jawab?" Gala menegur Jamilah dengan nada suara satu d