Alexa tengah duduk ngelangut di bale-bale saat telinga samar-samar mendengar omelan samar tetangga samping rumahnya. Sepertinya itu suara Bu Jujuk. Bu Jujuk orangnya nyinyir sekali. Alexa tidak tahan apabila berbicara dengan Bu Jujuk lebih dari lima menit lamanya. Pasti ada saja hal yang akan dicela oleh si ibu. Semua yang ia pandang dan tidak sesuai dengan pemikirannya, bisa menjadi sumber masalah. Intinya berdekatan dengan Bu Jujuk benar-benar menguji kesabarannya.Bu Jujuk adalah seorang janda yang berusia sekitar lima puluh tahunanan. Suaminya sudah lama meninggal karena sakit. Bu Jujuk memiliki tiga orang anak perempuan. Risma, Melur dan Anita. Melur dan Anita sudah menikah. Sementara si sulung Risma, masih betah sendiri di usianya yang menginjak dua puluh enam tahun ini. Sementara kedua adiknya yang rata-rata menikah di usia tujuh belas dan delapan belas tahun, telah memiliki beberapa orang anak. Risma yang berprofesi sebagai seorang penjahit, kerap menjadi bulan-bulanan Bu Juj
Alexa sangat gembira saat diajak Mbok Sari, Indah dan Risma berbelanja ke pasar tradisonal Blora pagi ini. Kemarin ia memang meminta ditemani ke pasar untuk berbelanja. Soalnya besok ia sudah harus mengajar sementara ia belum mempunyai persiapan apapun. Bayangkan, baju, rok dan sepatu saja ia tidak punya. Untungnya kemarin Gala memberikannya sejumlah uang pesangon yang cukup banyak. Dengan begitu ia bisa berbelanja. Kemarin ia memang sempat heran karena jumlah pesangonnya hingga sepuluh kali gaji mingguannya. Ia merasa itu terlalu banyak. Apalagi ia baru bekerja selama dua minggu.Namun Gala mengatakan bahwa sisanya adalah sumbangan pribadi darinya. Bayangkan Gala menggunakan kata sumbangan! Seperti dirinya seorang fakir miskin dan anak terlantar saja yang harus diberi sumbangan. Saat ia akan menolak, Mbok Sari mengatakan bahwa mubazir kalau menolak rezeki. Ya sudahlah, demi Mbok Sari, eh sesungguhnya demi dirinya sendiri, Alexa menerima uang itu. Toh ia tidak meminta, tetapi diberi.
Di sepanjang perjalanan pulang Alexa sama sekali tidak berani menatap wajah Gala. Kejadian saat ia mencoba pakaian di pasar, tidak bisa ia hilangkan dari benaknya. Alexa bukanlah seorang pemalu sebenarnya. Kalau mau jujur, ia bahkan pernah melakukan hal yang lebih gila dari ini, dan dalam keadaan sadar pula. Ya, dirinya pernah menggoda Tangguh, dengan memamerkan asetnya. Mengerikan bukan? Memang. Itu pun miris setiap kali mengingat kebodohannya. Cinta tak berbalas dulu telah membuatnya gila. Sehingga ia juga berani melakukan hal-hal yang dilakukan oleh orang gila.Tapi waktu itu ia tidak malu. Lebih dominan merasa sedih dan tidak berharga. Menyumpahi diri sendiri karena merasa dirinya tidak secantik dan sehalus Gerhana. Makanya Tangguh tidak tergoda karenanya. Pikirannya picik? Memang! Ia tidak bisa berpikir normal waktu itu. Tapi, sudahlah. Seseorang pasti pernah melakukan hal bodoh sesekali dalam hidupnya bukan? Yang pasti ia tidak akan pernah mengulangi hal tidak pantas itu lagi.N
Mendengar sindiran laki-laki yang dipanggil Anto oleh Jamilah, Gala membalikkan tubuh. Intuisinya benar bukan? Anto ini pasti bukan orang sembarangan. Setiap kalimat yang diucapkannya mengandung sindiran verbal terang-terangan. Gayanya tidak takut mati dan songong lagi. Jangan-jangan Anto sebenarnya adalah seseorang yang istimewa dalam hidup Jamilah di ibukota sana, alih-alih tetangga biasa."Apa maksud, Anda?" Gala menghampiri Anto dengan punggung tegang. Kalau memang orang itu ini mau menganggar, biar sekalian saja ia gampar. Tangannya sedari tadi sudah gatal-gatal ingin menghajar orang.Sebenarnya ia bukanlah orang yang mudah diprovokasi. Saat Pasha dulu memanas-manasinya dengan bergandengan tangan dengan Tiara pun, ia biasa-biasa saja. Padahal ia dulu berpacaran cukup lama dengan Tiara. Beberapa teman yang bersamanya saat Pasha berulah saat itu emosi jiwa. Mereka mengatakan bahwa Pasha harus diberi pelajaran. Namun dirinya kala ini hanya tersenyum kecil. Ia mengatakan untuk apa m
Ketika Antonio pamit, benak Alexa terus berputar. Ia memikirkan rencana Antonio. Namun ia juga bingung harus memulainya dari mana. Ya kali tetiba ia bilang pada Gala, maukah dirinya baku hantam dengan Brandon demi mendapatkan dirinya? Takutnya alih-alih dijawab, ia malah diejek. Siapa kamu sampai saya harus bertaruh nyawa demi kamu? Kan tengsin jadinya.Namun untungnya, rencana itu masih bisa ia tangguhkan beberapa waktu. Karena menurut Antonio, Brandon masih sibuk mencari perhatian papanya. Jadi ia masih mempunyai sedikit waktu untuk membujuk Gala, sebelum Brandon bergerak.Akan halnya Gala, ia merasa ada yang berbeda dari gerak-gerik Jamilah. Setelah pemuda songong itu pulang, Jamilah terus melamun. Tatap matanya resah, dan ia tampak bingung. Seperti saat ini misalnya. Akungnya bertanya mengenai persiapan mengajarnya besok. Namun Jamilah diam saja. Ia tampak banyak pikiran."Kamu ini kenapa, Midun? Akungmu bertanya kok tidak kamu jawab?" Gala menegur Jamilah dengan nada suara satu d
Semenjak tinggal di kampung ini dua mingguan yang lalu, Alexa belajar menahan kesabaran sampai batas yang mampu ia tolerir. Setiap kali amarahnya bangkit, ia akan menghitung satu sampai sepuluh. Mewanti-wanti diri sendiri agar lebih sabar. Bahwa saat ini ia tengah menjalani hukuman. Selain itu, ingatan kalau dirinya akan dinikahkan dengan Brandon apabika ia gagal dalam menjalani hukuman ini, biasanya cukup ampuh untuk meredakan emosinya.Namun kali ini ia lupa akan semua itu. Kecemasan akan dimiliki oleh Brandon bercampur dengan ketakutan akan nasib papanya, membuat emosinya membumbung tinggi. Ia tidak mempedulikan apapun lagi. Naluri ingin membunuhnya keluar dengan sendirinya.Begitulah. Setelah ia menerjang laki-laki yang dipanggil Pasha itu hingga jatuh terjengkang. Ia langsung menghujani wajah mulus si pria dengan kepalan tangannya. Sekali, dua kali, tiga kali, empat kali, dan pada pukulan kelima, Tiara keluar dari mobil dan menahan kepalan tangannya."Udah, Milah. Udah." Tiara be
Alexa menatap pantulan dirinya sekali lagi di depan cermin. Dan cermin kamarnya memberikan penampakan yang cukup memuaskan. Ia mengenakan kemeja putih dan rok span hitam selutut. Sebenarnya rok ini di bawah lutut jika digunakan oleh wanita yang bertinggi badan 150 hingga 160-an sentimeter. Namun karena tingginya adalah 175 sentimeter, rok ini jadi selututnya saja. Tidak masalah. Yang penting penampilannya tetapi rapi dan sopan.Hari ini adalah hari pertamanya mengajar. Dan ia ingin memberi kesan yang baik bagi para anak didiknya. Pengalamannya saat sekolah dulu, para siswa cenderung lebih menyakini apa yang diucapkan oleh gurunya daripada kedua orang tua mereka sendiri. Ia mengatakan hal itu karena dirinya juga termasuk salah satunya. Ia lebih meyakini segala sesuatu yang diucapkan oleh Bu Fauziah, guru SD-nya dulu, dibandingkan dengan ucapan mama atau papanya. Ia yakin, sebagian besar orang-orang juga seperti itu.Alexa mematut dirinya sekali lagi. Setelah merasa penampilannya cukup
Alexa memandang motor Honda Cup 70-nya dengan mata berbinar. Ia sama sekali tidak menyangka, kalau Pak Syamsul, montir yang direkomendasikan Risma ternyata sedahsyat ini. Pak Syamsul mampu merealisasikan semua keinginannya. Lihatlah penampakan motor Honda cup tua ini sekarang. Motor yang tadinya ringkih, kini terlihat seksi dengan bokong bondol ala Japanese style dan gaya street cub."Sesuai dengan yang Mbak Milah mau, garpu depannya saya diperlebar menjadi 14,5 sentimeter. Rangka belakangnya juga sudah saya potong 35 sentimeter dan diperlebar menjadi 12 sentimeter," terang Pak Syamsul. Alexa mengangguk puas. Ia sungguh mengagumi kinerja luar biasa Pak Syamsul."Wah, motor ini sekarang keren banget ya, Pak? Bapak memang hebat." Alexa mengacungkan jempolnya. Pak Syamsul tersenyum malu namun lega. Ia gembira karena pelanggannya puas dengan hasil kerja kerasnya."Ini swing arm belakangnya juga saya perlebar 22 sentimeter agar ban besar ini bisa terpasang sempurna," terang Pak Syamsul la