Setelah memarkir mobil Dirga langsung turun dan bergegas masuk ke rumah, Mia memperhatikan wajah mertuanya yang memerah penuh keringat, pria itu juga terlihat gelisah.
"Om, sakit?" Mia mengikuti sampai ke kamar.
"Kayaknya masuk angin," sahut Dirga melucuti pakaiannya yang basah dengan keringat.
"Mau dikerokin?" tawar Mia cemas, tidak biasanya Dirga seperti itu.
"Nggak usah, Om mau istirahat aja." Suara Dirga terdengar berat seperti menahan sesuatu.
Mia meninggalkan Dirga, setelah wanita itu pergi ia ke kamar mandi mengguyur tubuhnya dengan air dingin. Namun senjata tuanya malah tegang dan berdenyut hebat. Cukup lama berdiri di bawah kucuran air shower, menunggu sampai juniornya kembali tidur, akan tetapi juniornya seolah melawan.
Di dalam kamar Mia memakai baju tidur, menyemprot parfum dan body cream ke seluruh tubuh. Bersiap menyambut Gilang pulang agar saat dia mencium aroma wangi tubuhnya selanjutnya --- Mia merinding membayan
Semenjak kejadian itu tanpa sepengetahuan Gilang, Mia setiap malam rutin tidur di kamar papanya, jam dua malam dia baru pindah ke kamar sebelum suaminya pulang. Pasangan beda usia itu menikmati malam-malam penuh dosa selayaknya pasangan muda yang sedang dimabuk cinta. Dirga tak bisa menolak godaan menantunya yang selalu masuk ke kamar dengan pakaian seksi, kadang sengaja tanpa mengenakan dalaman dan langsung menyerang Dirga. Wanita itu selalu ketagihan untuk bercinta dengan Dirga, tak hanya mendapat kepuasan, Dirga juga memanjakan Mia dengan uang. Dia sangat royal sebagai ganti atas pelayanan panas yang ia dapatkan setiap malam. "Sayang, mau dipijitin," rengek Mia manja saat di kamar Dirga. "Dipijitin pakai tangan apa bibir?" goda pria tua itu nakal. "Mau dua-duanya." Mia menarik tali kimononya lalu melepaskan begitu saja. Dia sudah terbiasa tampil polos di depan mertuanya tanpa rasa malu lagi, mata tua itu berbinar melihat pem
Pagi itu, seperti biasa Mia menyiapkan sarapan untuk suami dan mertuanya. Mengambilkan nasi di piring untuk mertuanya, juga buat Gilang suaminya.Menikmati sarapan pagi sambil berbincang hangat, tak ada yang mencurigakan semua terlihat biasa dan normal, akan tetapi di bawah meja, kaki Mia menjelajahi kaki sang mertua."Uhuk!" Pria tua itu terbatuk, tak kuat menahan geli akibat ulah nakal menantunya.Mia dengan sigap mengambilkan minum, Dirga menatap tajam agar tak melakukan itu di depan Gilang, wanita itu malah tersenyum genit."Sayang, nanti makan siang kita ketemu yuk," ujar Gilang sebelum berangkat."Aku capek, emang mau ngapain?" Mia mulai malas bepergian dengan Gilang."Ada deh, aku mau belikan sesuatu buat kamu," jawab Gilang sambil tertawa."Apa sih? Kalau nggak penting aku di rumah aja, capek tahu." Mia tak tertarik dengan tawaran Gilang."Kalau kubilang sekarang bukan surprise dong.""Ih ... kamu pakai acara sur
"Sayang, setelah wisuda, kita program hamil yuk."Gilang sudah sangat merindukan hadirnya seorang anak dalam rumah tangga mereka, akan tetapi Mia sendiri masih enggan untuk memiliki momongan. Dia masih ingin menikmati kebebaaan."Hamil?"Wajah Mia berubah murung, dia belum siap untuk memiliki anak saat ini."Iya, apa kamu belum siap punya anak?""Bu--bukan, tapi ini terlalu cepat buatku. Aku masih ingin menikmati hidupku," keluh Mia.Semenjak berhubungan dengan Dirga, Mia menggunakan KB untuk mencegah kehamilan, kalau sampai hamil dia tidak tahu itu hasil dari hubungan dengan Dirga atau Gilang."Aku anak tunggal, aku ingin kita punya anak yang banyak, biar keluarga kita ramai.""Mmm ... nanti dulu lah, Sayang. Kamu juga baru merintis bisnis untuk anak kita bisa pikirkan nanti," tolak Mia dengan lembut."Baiklah, Sayang. Tapi kamu jangan KB ya!" Gilang memberi peringatan.Sore hari sepulang dari kampus Mia ma
Setelah melalui sidang skripsi dan dinyatakan lulus, akhirnya hari wisuda yang ditunggu pun tiba, bagi sebagian mahasiswa ini adalah saat paling membahagiakan setelah empat tahun bergelut dengan dunia perkuliahan.Namun bagi Mia hari itu bukan hal yang istimewa, gelar yang ia idam-idamkan sudah tidak berarti lagi. Karena apa yang dia inginkan sudah terpenuhi tanpa perlu berlelah-lelah mencari pekerjaan setelah lulus kuliah. Dia tinggal berbisik manja di telinga Dirga atau Gilang, semua dengan mudah ia dapatkan.Ratih meneteskan air mata haru, bangga campur aduk menjadi satu saat putrinya berada di atas podium, dia bangga berhasil menguliahkan putrinya meski seorang diri.Ratih duduk di kursi tamu berdampingan dengan Dirga yang juga menghadiri kelulusan putranya. Mata tua itu menatap putra dan menantunya yang berada di atas podium, bibirnya tersungging senyum kebahagiaan."Alhamdulillah anak-anak kita sudah lulus ya, Pak," ucap Ratih, Dirga menoleh pada be
Semenjak memiliki keinginan untuk bercerai, Mia semakin berulah. Dia dengan sengaja membuat Gilang marah agar membenci dirinya. Ada saja yang sengaja dia lakukan agar Gilang gerah.Sore itu Gilang baru pulang dari kantor, Mia pergi tanpa pamit. Dia juga tak mau mengangkat telepon dari suaminya."Mia ke mana?" Dirga memperhatikan Gilang yang sedang kebingungan."Nggak tahu, Pa. Kutelepon juga nggak diangkat, ke mana anak itu?" gumam Gilang galau memikirkan istrinya."Mungkin di rumah ibunya?"Gilang langsung pergi ke rumah mertuanya, memastikan Mia ada di sana, dan akan membujuknya pulang ke rumah.Dirga juga mencoba menghubungi Mia dari kamar, dia terus menelpon hingga menantunya itu mau mengangkat telepon darinya."Apa?" sapa Mia kasar."Kamu di mana, Gilang bingung nyariin kamu?" Dirga mencoba membujuk menantunya agar pulang."Di hotel, refreshing!" jawabnya ketus."Bilang dong, kalau kamu lagi di hotel, biar Gi
Demi melancarkan agenda pertemuannya dengan Dirga, Mia minta dibelikan apartemen yang akan digunakan sebagai tempat khusus untuk mereka bertemu.Gilang sendiri mulai mengembangkan usahanya dengan membuka cabang baru, setiap kali merintis bisnis baru dia selalu fokus dengan usahanya. Pulang malam kadang pagi adalah hal biasa, ditambah lagi Mia tidak pernah protes meski ia jarang ditemani.Mereka juga sudah lama tidak pernah berhubungan badan, Gilang terlalu lelah karena selalu pulang malam, sedangkan Mia sudah mendapatkan kesenangan dari orang lain.Siang itu Dirga mengajak putranya bertemu sambil makan siang sambil membahas banyak hal, terutama tentang bisnis baru Gilang."Bagaimana hubunganmu dengan, Mia?" pancing Dirga, dia ingin mendengar kondisi rumah tangga putranya apakah baik-baik saja."Biasa aja, Papa tahu 'kan Mia itu yang penting rekeningnya ada duit dia sudah bahagia," sahut Gilang.Selama ini tiap istrinya marah obatnya hanya du
Pagi itu saat mau bangun kepala Mia terasa sangat berat tak seperti biasanya, tubuhnya juga lemas."Aku pusing," keluh Mia, Gilang langsung memijit keningnya."Kamu kelelahan kali, istirahat aja nggak usah masak." Gilang mengambil minyak gosok lalu menggosokkan minyak ke pelipis dan tengkuk istrinya"Perutku mual." Mia berlari ke kamar mandi karena tak tahan pengin muntah.Gilang mengikuti Mia memijit tengkuknya, wanita muntah-muntah di wastafel. Gilang menunggui sampai istrinya selasai muntah."Kuantar ke dokter, ya," tawar Gilang."Nggak usah, aku mau tidur aja, mungkin ini masuk angin," tolak Mia."Jangan sakit, Sayang. Aku sedih kalau kamu sakit dan aku harus kerja." Gilang memeluk mesra istrinya."Nggak apa-apa, mandilah hari sudah siang." Mia menyuruh suaminya bergegas.Setelah memastikan Mia tidak muntah lagi, Gilang langsung mandi dan bersiap sarapan bersama papanya."Sarapannya mau dibawa ke kamar, Sayang
Setelah tahu kalau Mia hamil, Dirga sering pulang malam. Dia sengaja menghindari wanita itu, memberi kesempatan agar Mia lebih dekat dengan Gilang.Mia terpaksa menggoda Gilang untuk melakukan hubungan suami istri, meski sebenarnya dia sangat malas, akan tetapi hanya itu satu-satunya cara agar suaminya tidak curiga."Papa, belum pulang?" Gilang tak melihat mobil papanya di luar."Mungkin ada urusan," jawab Mia asal."Kamu sudah sehat, Sayang?" Gilang memperhatikan wajah Mia."Sudah," sahut Mia agar suaminya tidak cemas.Dua minggu telah berlalu, Mia sengaja membeli alat tes kehamilan lalu meletakkan di kamar mandi setelah ia gunakan agar ditemukan oleh Gilang.Saat Gilang selesai mandi, dia tak sengaja melihat alat itu di samping wash tafel lalu membaca tulisan di bungkusnya."Sayang, ini apa?" Gilang menunjukkan alat itu."Mmm ... kamu menemukannya. Itu ... alat tes urine, aku terlambat jadi coba kutes pakai itu."