Mereka tidak pergi ke luar pulau atau ke luar negeri. Sebenarnya mereka memutuskan untuk menyewa kamar premium selama dua malam di hotel Lamia itu sendiri. Alasannya, Hansa punya pertemuan penting yang akan dilaksanakan besok dan sejujurnya Rhea tidak peduli.
Bulan madu hanya untuk pernikahan asli yang penuh bunga-bunga cinta. Sedangkan pernikahannya? Rhea tersenyum miris. Hal paling utama yang ia butuhkan adalah tidur dan tidur. Sehingga ketika mereka telah tiba di kamar berdekorasi mawar, Rhea tidak peduli untuk sekedar mengaguminya sejenak dan langsung membuang tatanan kelopak mawar yang membentuk huruf cinta di kasurnya ke lantai dan segera menelungkupkan diri di ranjang yang empuk.
Tidur.
Rhea mendengar sayu-sayup suara air gemericik, tanda bahwa Hansa tengah mandi. Itu berhasil membuatnya setengah terjaga dan memutuskan bahwa mandi dan berganti menjadi piyama serta menghapus rias wajah adalah pilihan terbaik sebelum tidur.
Jadi dia menunggu. Suara air berhenti dan kemudian Hansa muncul dengan handuk melilit di pinggangnya, dia bertelanjang dada.
Alis Rhea terangkat ketika melihat tubuh atas Hansa yang atletis. Itu bagus, Rhea selalu mengagumi keindahan dan tubuh didepannya termasuk dalam definisi keindahannya. Ia menatap dalam diam saat Hansa berjalan melewatinya menuju kamar lain, kamar ganti. Lima menit kemudian, Hansa kembali keluar dengan memakai kimono yang dipakai asal-asalan sehingga kembali memamerkan dada telanjangnya.
Melihat bahwa istrinya masih menatapnya dalam keadaan bersila di atas ranjang Hansa memutuskan untuk memecah keheningan.
"Suka dengan yang kau lihat?"
Wanita biasa pasti tersipu dengan pertanyaan blak-blakan yang diajukan. Tapi Rhea bukan perempuan normal. Alih-alih memalingkan muka dan tergagap, dia menampilkan ekspresi bosan dan tidak mengarahkan pandanganya ke arah lain.
"Ya itu bagus. Tapi jangan berpikir kita akan melakukan seks malam ini." Balasnya tak kalah frontal.
"Kita sudah menikah." Pria itu mengingatkan dengan nada rendah.
"Ya ya ya menikah." Rhea melambaikan tangannya acuh tak acuh, senyum mengejek tersungging dibibirnya ketika megucapkan kata 'menikah'. Sandiwara apa yang pria ini coba perankan ketika hanya ada mereka berdua di kamar. "Maaf saja tuan Adiwinata, ini bukan pernikahan normal." Dia menghela nafas, lalu dengan malas beranjak berdiri. "Kita akan bicarakan ini besok." Katanya final.
Ya, besok. Setelah dia tidur dan mengistirahatkan otaknya agar bisa bekerja maksimal setelahnya. Dia membutuhkan konsentrasi penuh untuk berdiskusi mengenai kedepannya dan mencari win win solution.
Ketika Rhea telah selesai, Hansa sudah tidak ada ditempat. Rhea bahkan membuka semua ruangan untuk memastikan dia memang menghilang. Pada kejadian normal, istri yang ditinggal suaminya di malam pertama adalah hal yang menyedihkan dan kejam. Tapi ini situasi tidak normal. Rhea berjoget dalam perjalanannya menuju ranjang.
Bagus, aku tidak mau berbagi ranjang dengannya. Pikirnya enteng.
Dia menarik selimut hingga ke dadanya dan menyenderkan diri. Mandi jelas membantunya untuk rileks. Sisi negatifnya, dia menjadi tidak berselera untuk tidur. Pada akhirnya tangannya terulur menjangkau smartphonenya dan menonaktifkan mode pesawat.
Ada 10 riwayat panggilan telepon dari nomor yang sama.
"Ada apa dengan dia?" Gumamnya.
Rhea tidak menelponnya balik, itu bukan prioritasnya. Dia segera membuka portal berita untuk melihat trending realtime meski sudah bisa menebaknya.
Ini adalah kebiasaan yang menurut beberapa orang tidak sehat. Dunia media sosial bisa menjadi sangat berbahaya bagi publik figur seperti dirinya. Netizen selalu mencari hal-hal yang bisa dikritik. Bahkan artis tanpa skandal pun tidak pernah tidak mendapat kritikan dan sasaran kemarahan. Ini menjadi lebih parah bagi selebritas seperti dirinya. Rhea pernah mendapat berbagai ancaman dan komentar jahat mengenainya lebih mudah untuk ditemukan dibanding komentar yang menuliskan hal-hal baik tentangnya. Tapi ini Rhea, meski telah dilarang oleh agensinya dia tetap saja membuka berita apapun mengenai dirinya dan membaca komentar dibawahnya. Terkadang dia bahkan tertawa melihat kalimat kebencian kreatif yang di lontarkan.
Ia mengklik salah satu berita terpanas.
'Drama Pernikahan Raenira Aslein Berakhir Dengan Dirinya Menjadi Nyonya Adiwinata. Hari Patah Hati Nasional?'
Judulnya tampak normal dibanding puluhan judul lain yang terlalu dibesar-besarkan. Rhea membaca dalam diam dan semakin dia membaca sampai ujung artikel, dia mengerutkan keningnya dan tidak senang. Artikelnya terlalu mengframingnya sebagai wanita paling beruntung karena bisa menikahi milyader muda paling diinginkan wanita se Indonesia.
Komentarnya lebih parah lagi.
'Aku tidak percaya ini! Kenapa pangeranku menikahi wanita tak bermoral?' - user16
"Jarimu lebih tak bermoral." Rhea membalas. Jarinya gatal ingin membalas komentar satu persatu tetapi dia tidak diijinkan untuk melakukan itu. Tidak jika dia tidak ingin akses internetnya diawasi oleh asistennya. Ada cerita dibalik pelarangan yang mulai diberlakukan satu tahun yang lalu.
'Apa yang istimewa dari mak lampir itu?' - Hanachan
"…"
'Hansa pasti terkena pelet Rhea, itulah sebabnya dia menolak ratu Olivia kami.' - Olivfans69
"Aku juga cantik dan mempesona tahu." Rhea membela diri.
'Rhea sangat beruntung, dia mendapat pengantin pria baru yang kualitasnya seribu kali lipat dari pacarnya. Aku iri.' - Ramadani
Ah ya Rangga. Hatinya mencelos ketika mengingat mantan pacarnya itu. Matanya tiba-tiba terasa panas dan air mata yang ditahannya akhirnya jatuh.
Jika semua berjalan sesuai keinginannya, bukan Hansa yang menjadi suaminya, tapi dia. Dia telah menamparnya, mengusirnya, tetapi bukan berarti perasaannya kepadanya langsung menghilang. Butuh waktu untuk mengobati patah hati.
"Brengsek." Umpatnya.
Rhea tidak pernah menyangka akan ada hari dimana pacarnya yang selalu ia percayai itu selingkuh dibelakangnya. Tidak pernah menyangka bahwa hari dimana dia mengetahui perselingkuhan itu tepat di hari pernikahannya.
Setelah kejadian menggegerkan itu, Hansa cocok mendapat titel kstaria putih.
Rhea tersentak dari lamunannya, ia menghapus air matanya dengan punggung telapak tangannya dan matanya mencari komentar lain untuk dibaca.
'Apakah hanya aku yang patah hati melihat dewiku telah menikah?' -whoiam
Sudut bibirnya tersenyum melihat kalimat itu. Terkadang saking banyaknya haters yang membencinya, dia lupa bahwa dia masih memiliki fans yang selalu mendukungnya.
'Kuharap mereka cerai secepatnya. Hansa hanya milikku!' - Nyonyaadiwinata01
"Ambil saja."
Serius, kenapa tampaknya semua wanita tergila-gila kepada Hansa? Pikir Rhea. Oke, pria itu tampan dan punya uang, tetapi kepribadiannya minus. Apa untungnya menikahi seseorang yang kaku seperti kanebo kering?
'Aku salut kepada Rhea, dia selalu berhasil membuat keadaan lebih baik. Tetap semangat Rhea, kami Rheaktor selalu mendukungmu.' - lalapo
"Terimakasih."
Ada banyak komentar lain yang belum sempat dia baca karena rasa kantuk kembali menyerangnya. Dia mematikan smartphonenya dan mengatur bantal.
***
Breaking News, pernikahannya sempat terancam batal, Rhea berhasil menggaet Hansa Adiwinata, pemimpin grup Prisma untuk menikahinya. Simak penjelasan dari salah satu saksi ini.
Tak!
Televisi yang sebelumnya menampilkan presenter wanita di saluran berita lokal seketika padam.
Wanita itu mematikan televisi yang menayangkan berita yang menjadi hot topik hari ini. Wajah cantiknya membuat ekspresi yang tidak bisa dibaca. Menghela nafas, dia melakukan panggilan suara.
"Apa yang sebenarnya kamu lakukan Hansa?"
Sinar pagi berhasil menembus masuk melalui sela-sela gorden putih kamar suit nomor 607 di lantai lima. Rhea mengerjap-erjapkan matanya untuk menyesuaikan keadaan. Selain sensitif terhadap suara, dia juga sensitif terhadap sinar matahari. Suara hembusan nafas dibelakangnya membuat ia seketika menoleh ke sisi lain dan tersentak ketika melihat pemandangan disampingnya. Rupanya gerakannya membuat pria itu terbangun. Dia membuka mata dan langsung berada dibawah tatapan tajam. "Kenapa kamu disini?" Rhea bertanya dalam nada defensif. "Bukankah seharusnya aku memang berada disini?" Hansa membalas. Dia bangkit dari tempat tidurnya, membiarkan daging tubuh bagian atasnya terekspos, dia hanya memakai boxer. Sama seperti sebelumnya, Rhea mengawasi Hansa dengan tatapan tajamnya. Dia akan membuat laki-laki itu tidak nyaman berada disini sehingga dia akan menyewa kamar lain nanti malam. Ini adalah perang dingin yang ia coba untuk menangkan. Dia akan membuat
Kevin adalah bencana nomor satu.Rhea tidak mengerti kenapa orang tua dan adiknya menganggap dia imut. Oke, dia memang imut, tetapi itu sebelum dia memulai mengeluarkan kata-kata puitisnya yang berdarah di setiap langkah yang Rhea buat. Jujur saja, pemujaan yang berlebihan membuat Rhea terkadang bertanya-tanya sendiri sisi mana dari dirinya yang berhasil membuat pria itu tergila-gila padanya. Serius, pasti ada semacam neuron yang error di otaknya."Ya Kevin?" Rhea memanggil ketika tidak ada suara yang terdengar."Harusnya aku yang ada disana." Kevin membalas dengan nada serak. Tidak memungkiri dia habis menangis ketika melihat berita dari resor yang ia sewa.Rhea tidak membalas. Ia sedikit memiliki simpati untuk Kevin. Dia terdengar sangat nelangsa di telepon. Sebanyak kejengkelannya terhadap pro player itu, memiliki Kevin sebagai suami lebih bagus dibanding Hansa. Setidaknya dia mengenal Kevin dan Kevin sangat mencintainya. Seperti yang kata-kata b
"Apa?!" Rhea berkacak pinggang dan menatap Hansa dengan pandangan melotot, meminta penjelasan."Kita tidak akan bercerai." Jelas Hansa dalam nada kalemnya yang biasa.Jawaban Hansa yang terlihat tenang dan santai semakin mengobarkan amarah artis itu. "Ha?!" Ia berkelakar. "Sangat lucu Hansa Adiwinata. Sangat lucu." Dia mengejek.Dia yakin laki-laki itu hanya membual dan mempermainkannya.Bedebah brengsek!"Aku tidak bercanda, istriku sayang." Hansa bersedekap dada dan memandang Rhea dengan pandangan geli."Jangan memanggilku seperti itu." Perintah Rhea."Tapi kamu memang istriku." Hansa menggodanya. Dia tidak tahan untuk itu. Dia ingin sekali memeluknya tetapi Hansa yakin jika dia melakukannya ia hanya akan mendapat tendangan mentah."Hansa!" Tangan Rhea menggebrak meja. Mengesampingkan rasa berdenyut sakit di telapak tangannya, dia menghirup napas panjang dan menghembuskannya secara pelan-pelan, menco
Ini adalah situasi yang canggung. Rhea ingin merutuki kebodohannya sendiri yang lupa mengunci pintu kamar mandi. Bukan, dia menyalahkan makanan pedas yang tadi malam ia makan. Bukan, ia lebih suka menyalahkan Hansa. Ya, dia lah yang bersalah dalam menciptakan adegan yang penuh kecanggungan ini. Mereka saling berpandangan. Wajah panik Rhea dan wajah kebingungan Hansa yang masih tidak mengerti keadaan. "Mesum!" Ia menyalak. Hansa segera tersadar dan sebelum botol sampo itu mendarat ke kepalanya, dia menutup kembali pintu kamar mandi secepat tangannya bisa. Pipi Rhea memerah meski dia tidak mandi uap hari ini. Sial! Hari paginya yang sempurna harus dihancurkan oleh kejadian memalukan. Ia mendengar gumaman dari balik pintu. Rhea mengerang kesal. Tuhan! Kenapa laki-laki itu masih berdiri di depan kamar mandi? Hal pertama yang ia lihat setelah membuka pintu kamar mandi adalah sosok Hansa yang berdiri didepannya. Tunggu, kenapa pipinya
Ibunya meninggalkannya sendirian. Rhea menyukai sifatnya yang penuh perhatian, tahu bahwa dia butuh waktu sendiri di kamarnya, tempat yang pernah menjadi tempat dia menghabiskan sebagian besar waktu di masa anak-anak hinggga remaja.Dia melihat-lihat sekelilingnya dan tatapannya berakhir di meja belajarnya. Kamarnya tidak berubah, bahkan letak penempatan deretan pulpennya yang ia atur sesuai warna tetap berbaris rapi di raknya.Rhea menyunggingkan senyum dan duduk di kursi belajarnya. Tidak ada debu yang melapisi furnitur telah memberikan jawaban bahwa kamarnya telah rutin dibersihkan secara berkala. Ia menyenderkan kepalanya ke alas meja, merasakan nostalgia.Rhea remaja selalu berteman dengan meja belajarnya. Tidak mengenal waktu dalam belajar dan menggambar hingga tangannya pegal dan sempat kram. Ia juga membaca naskah-naskah perannya di awal karirnya disini. Mengingat semua itu membuatnya menyesalkan diri karena dia jarang pulang ke rumah, pulang ke ka
"Sudah sampai." Rhea membuka pintu mobil dan turun secepat yang ia bisa. Gara-gara masih memikirkan kejadian memalukan itu, dia bahkan tidak menyadari bahwa mobil telah memasuki area rumah Hansa sebelum akhirnya mobil mereka berhenti tepat didepan rumah berwarna biru dengan empat pilar putih yang menjulang. Dalam sekali lihat, kediaman rumah Hansa lebih besar dari rumah keluarganya. Tetapi bangunan itu sendiri tampak kuno dan membosankan seperti pemiliknya. Khas bangunan rumah mewah biasa tanpa ada sisi unik seperti yang dimiliki rumahnya. Rhea melirik Hansa. Suaminya itu tengah berdialog dengan wanita paruh baya yang Rhea tebak dia adalah kepala pelayan rumah. Sembari menunggu obrolan mereka selesai, Rhea mencoba melihat-lihat teras depan. "Rhea sayang," Hansa memanggil dalam nada lembut. Kepala pelayan dan beberapa pelayan lainnya dibelakangnya yang mendengar panggilan itu terkejut bukan main mendengar bosnya berbicara lemb
Segalanya tampak vivid. Dia mengintip dari balik jendela kereta kudanya hanya untuk menemukan deretan pohon yang berjejer disepanjang perjalanan yang terlihat tiada ujungnya. Matahari telah tenggelam, hanya menyisakan semburat jingga yang terlihat dari sela-sela batang pohon yang setiap saat tampak semakin berubah menjadi kelabu menyeramkan. Suara-suara hewan penghuni hutan mulai terdengar. Dimulai dari bunyi jangkrik hingga burung gagak yang bertengger diantara rating pohon. Dia mulai menyesali keputusannya untuk memulai perjalanan di siang hari sehingga harus membelah rimba hutan saat malam. Melakukan perjalanan di malam hari sangat riskan dan rawan. Menyusuri hutan yang sebulan lalu sempat terkenal karena penjambretan dan sarang penyamun tentu berada di diatas level yang berbeda. Seperti bunuh diri atau sengaja masuk mencari petaka. Dia sendiri tahu itu. Selain ancaman dari gerombolan bandit dia juga harus mewaspadai serangan hewan buas yang bisa tiba-tiba muncul
Rhea mendengar suara Mia di belakang. Bisik-bisik antar pelayan langsung menyebar, Rhea bisa menangkap apa yang mereka bicarakan adalah betapa selesai Rhea sekarang dan dia akan segera diusir Hansa.Rhea tidak ambil pusing, dia menatap kepingan-kepingan vas yang berceceran di antara meja dan lantai, bercampur dengan darah Karna. Vas itu memang terlihat unik, tapi itu hanya sebuah vas. Tidak seperti Rhea, Karna sangat ketakutan melihat apa yang telah ia lakukan. Dia ingat dulu ada salah satu pelayan yang secara tidak sengaja menggores bagian leher vas hingga meninggalkan bekas dan Hansa langsung memecat pelayan yang malang itu. Menunjukkan bahwa Hansa sangat tidak menoleransi orang-orang yang merusakkan barang peinggalan orangtuanya dan sekarang dia memecahkan satu. Secara teknis dia tidak sengaja melakukannya dan itu karena Rhea. Ya, salahkan Rhea saja! Rhea masih acuh tak acuh meski orang-orang disekelilingnya gempar hanya karena sebuah vas yang hancur. D