Bab 14: Terhapus!
Cangkir kopi yang dipegang Verous berhenti tepat di depan bibir. Sedetik ia mematung tegak di kursinya. Aroma kopi kapucino menguar di depan hidung Verous dengan uap panas yang tampak serupa asap tipis nan meliuk-liuk di depan wajahnya yang melongo.
Karin yang belum mendapat jawaban dari pertanyaanya sesaat tadi menghentikan gerakannya di depan pemanggang roti. Ia membalikkan badan, lalu melebarkan sedikit kedua matanya.
“Bagaimana? Kita jadi pergi ke rumah Mama, kan?”
Verous tergeragap. “Ehmm, bagaimana ya, Din. Sebenarnya hari ini Kanda punya janji dengan teman Kanda.”
Karin balikkan badannya kembali dan meneruskan akifitasnya menyiapkan sarapan pagi.
“Kita sudah lama lho tidak menjenguk Mama.”
“Iya, Kanda tahu itu.”
“Kanda punya janji apa dengan teman Kanda itu?”
“Anu, ini.., mau ke
Bab 15:Siapa Menemukan Siapa Olive terperanjat ketika tangan ibunya mengambil sesuatu dari atas meja di samping ranjang.“Ngomong-ngomong, ini KTP siapa, Olive?”Olive tersentak.“Oh, itu, Ma. Punya si driver ojol.”“Ojol? Ojek online?”“Iya, Ma.”Ibunda Olive mendekatkan KTP milik Hekal ke depan wajah. Dengan matanya yang telah rabun ia berusaha membaca data diri yang ada di lembar identitas itu.“Hekal Pratama?”“Iya, Ma.”“Siapa dia?”“Driver Ayo-Jek.”“Iya, ojol. Maksud Mama, apakah dia ini teman kamu? Kenalan, atau..,”“Bukan siapa-siapa, Ma. Aku juga tidak kenal.”“Bukan siapa-siapa, kok KTP-nya bisa sama kamu?”“Hemm,” Olive menggaruk sebentar kepalanya yang tidak gatal.
Bab 16:Jaket Hijau Rupanya, Aje bisa tertidur juga. Tidak lama memang, mungkin hanya satu atau dua jam. Hingga selanjutnya, ia bangun pada pukul enam pagi. Lebih tepatnya, dibangunkan.Tiara putrinya yang bangun lebih dulu, serta-merta tengkurap, lalu merayap menaiki tubuh Aje. Tiara mendekatkan wajahnya ke wajah sang ayah, lantas menepuk-nepuk keningnya.“Daaa..!” Suaranya yang garing menggelitik gendang teling Aje. Aje berpura-pura tidur dan terus saja memejamkan mata. Tiara melanjutkan aksinya dengan mencolok-colok mata Aje, menusuk-nusuk hidung dan mencubiti bibir ayahnya dengan geram. “Daaa..!”Aje paham, itu artinya; “Ayah, bangun!”Baiklah, Aje akan bangun. Sembari menepuk halus pada bagian pantat Tiara, Aje pun memekik untuk mengejutkan anaknya itu.“Baaa..!”Tiara terkejut, tapi sekejap kemudian i
Bab 17:Telepon di Persinggahan “Ah, teruuuuss..,”“Ssshh.., sedikiiiiit lagi!”“Aaaah, akhirnya..,”Akhirnya, Aje menghentikan motornya tepat di depan sebuah halte bus. Hampir bersamaan dengan itu, dari dalam halte keluar seorang wanita dengan busana kasual yang ‘eye catching’.Celana jins biru pudar dipadu sepatu sneaker warna putih dan kaos V-neck berwarna pink. Satu lagi, ikat rambutnya juga berwarna pink.Riasan di wajahnya sedikit mencolok untuk ukuran hari Minggu di mana kebanyakan orang tidak mempunyai agenda yang penting. Dan keseluruhan bentuk parasnya mengingatkan Aje pada seorang tokoh dalam film India yang meninggal dunia dalam keadaan masih perawan tingting.Perawan tingting? “Sok tahu sekali aku ini.” Aje menurunkan tuas stander motor. Sebentar ia membuka jok untuk melepaskan kunci pengait helm yang ia tamba
Bab 18:Balita di Lampu Merah Karin memasuki mobil, menyusul Verous yang sudah bersiap di balik kemudi.“Yuk, berangkat.”Verous mengangguk dan memundurkan mobil keluar dari halaman. Bik Asih pembantu mereka segera menutup pintu pagar setelah Verous dan Karin menghilang bersama mobil mereka di ujung jalan.Tak lama kemudian mobil yang dikemudikan Verous mulai memasuki jalan raya, dan Karin yang duduk di samping mulai melamun. Pikirannya melayang-layang, jauh entah ke mana.“Oh, iya,” pikir Karin tiba-tiba.“Tadi malam Olive menelepon aku.”“Ada apa ya?”Karin kemudian mengambil ponselnya dari dalam tas jinjing. Cepat ia membuka layar ponsel untuk melakukan panggilan pada Olive. Akan tetapi, sampai beberapa kali menelepon ia tak kunjung mendapat sahutan.“Ya sudahlah,” batin Karin, mengakhiri panggilan telepon
Bab 19:Buah Jeruk di Atas Meja Aje sampai memutar badan saking bingungnya. Beberapa detik ia terperangah menatap wanita cantik berjilbab yang kini sudah duduk di jok motornya.“Apakah ini penumpangku yang tadi?”“Kok bengong, Bang? Ayo jalan.”“Maaf, Mbak. Embak siapa ya?”“Ya Allah, Bang! Aku penumpang Abang yang tadi!”“Tapi, tapi, yang tadi..,” Aje menunjuk ke arah kepala sang wanita. Maksudnya jilbab yang ia pakai.“Iya, sekarang aku pakai jilbab. Aku masih orang yang sama dengan yang masuk ke toilet tadi.”“Oh, maaf, maaf.” Kata Aje kikuk. “Saya pangling, Mbak. Habis Mbak berubah total kalau pakai jilbab begini.”“Sudah, ah! Ayo jalan.”“Iya, iya, Mbak.”Pantas saja dia lama sekali tadi di toilet. Ternyata dia bersalin, mengganti
Bab 20:Rencana Untuk Hari Ini Pukul sepuluh pagi..,Hekal duduk termangu di sebuah bangku panjang yang ada di bengkel Alvin Jaya Motor. Ia memandangi motor kesayangannya yang sudah dipreteli oleh Bang Alvin.Ada rasa tak tega di dalam hati Hekal, melihat motornya sekarang yang telah telanjang. Ada juga rasa ‘ngenes’, mengingat satu-satunya orang yang ia harap bisa membantunya, ternyata juga sedang dalam kesulitan, yaitu Aje.Hekal bahkan masih memegangi ponselnya setelah menelepon Aje barusan tadi. Kata-kata Aje juga masih mengiang di kepalanya. “Dalam kesusahan, sepertinya kita berada di jurang yang sama, Kal.”Sementara Bang Alvin sendiri hilir mudik. Ia sangat berhati-hati dan tampak bertanggungjawab dalam mengontrol pekerjaan para karyawannya. Sebentar ia menghampiri karyawannya di pojok, yang tengah sibuk
Bab 21:Laki-laki Terakhir “Kamu mikirin apa sih, Dinda? Sedari tadi bengong saja,” tanya Verous di balik lingkar kemudinya.Mobil yang ia kendarai bersama Karin sekarang sudah berada di jalan lintas antar kota, dengan rute yang sedikit berkelak-kelok dan barisan pepohonan di sepanjang tepi jalannya. Sementara Karin sendiri masih diam untuk beberapa saat, sebelum akhirnya menjawab.“Aku mikirin anak balita yang di lampu merah tadi, Kanda.”“Balita? Yang di motor bersama orang tuanya tadi?”“Hem-hemm.”“Kenapa?”“Pengiiiiin.”“Pengin apa nih?”“Pengin punya anak yang seperti itu,” kata Karin dengan nada sedikit merengek.Verous tertawa kecil.“Memangnya Dinda saja yang pengin punya anak? Kanda juga pengin, tahu. Pengin banget malah.”“J
Bab 22:Tiga Wanita DUA BULAN KEMUDIAN..,Hekal merasa menyesal, juga sedih karena belum bisa pulang kampung seperti yang pernah ia janjikan pada Eca dan Eci, kedua adiknya yang sangat ia sayangi itu.“Setiap hari Ibu nanyain Kakak loh,” kata Eci dengan suaranya yang renyah.“Ibu kangen Kakak,” imbuh Eca yang tunarungu, dengan menggunakan bahasa isyarat.Sementara sang Ibu sendiri, dalam obrolan mereka lewat video call, tetap membesarkan hati Hekal, putranya yang telah menjadi tulang punggung keluarga ini.“Ya sudah kalau kamu belum bisa pulang. Tidak apa-apa, yang penting kamu sehat, kerjaan kamu lancar, dan tidak pernah mendapat masalah apa pun juga.”Hekal tersenyum seraya menahan haru. Sekejap ia teringat masalahnya sendiri dengan Olive yang sampai sekarang pun belum mencapai titik temu.Ia sudah beberapa kali mencari ala